Rabu, 29 Mei 2019

Makna Takbir dan Bersatu Itu Barakah

Makna Takbir dan
Bersatu Itu Barakah
 
Ust Dr H Hasbullah Ahmad, MA
(Owner Sekolah Qur’an Hadis dan Sains Jambi, Pendiri Yayasan Pesantren Terpadu Dar al-Masaleh Jambi, Dosen Ilmu al-Qur’an, Tafsir dan Hadis UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, Ketua Umum Lembaga Dakwah NU Provinsi Jambi)



Khutbah Idul Fitri 1440 H
Masjid Tis’ah Bank Jambi Komplek Bank 9 Jambi
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكبَرْ (3×)
اللهُ اَكْبَرْ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَاَبْدَرَ اللهُ اَكْبَرْ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَاَفْطَرْ اللهُ اَكْبَرْكُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَاَمْطَرْ وَكُلَّماَ نَبَتَ نَبَاتٌ وَاَزْهَرْ وَكُلَّمَا اَطْعَمَ قَانِعُ اْلمُعْتَرْ. اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِى اْلمَحْشَرْ نَبِيَّ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ. اللهُ اَكْبَرْ. اَمَّا بَعْدُ.
فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْن
Jama'ah Sholat Aidul  Fithri rahimakumullah
Kalimat Allahu Akbar itu kita kumandangkan tidak saja sekarang – tetapi setiap saat- guna mengasah dan mengasuh jiwa kita, sehingga Allah Yang Maha Besar itu menjadi pangkalan tempat kita bertolak serta pelabuhan tempat kita bersauh. Kalimat-kalimat itu kita ucapkan di masa damai dan tenteram, serta kita suarakan pula saat-saat kritis dan bahaya yang mencekam.

Kalimat Takbir yang melambangkan keagungan dan kebesaran Allah itulah yang mempersatukan bangsa kita bahkan umat beragama di seluruh persada bumi. Karena, pada kandunganya terpancar aneka kesatuan, seperti kesatuan alam semesta, kesatuan dunia dan akhirat, kesatuan natural dan supranatural, kesatuan ilmu, kesatuan agama-agama samawi, kesatuan umat, kesatuan bangsa, kesatuan kemanusiaan, kesatuan kepribadian manusia, dan lain sebagainya.

Semuanya berada dalam satu kesatuan. Semua dicipta, diatur, dan dikendalikan oleh Satu Pengendali Yang Maha Esa – Allah Swt yang kita agungkan nama-Nya itu. Alam raya dengan segala isinya bergerak atas dasar satu sistem yang ditetapkan-Nya. Tidak satupun yang dapat mengelak dari ketetapan Yang Maha Esa itu. Firman Allah dalam QS al Ra’ad 13
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم
وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَال
Hanya kepada Allah saja patuh segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri maupun terpaksa, dan bayang-bayang mereka pun patuh (Itu terlihat dengan jelas ) di waktu pagi dan petang.

Manusia yang beragam warna kulit, jenis dan sukunya, yang berbeda-beda agama, kepercayaan dan pandangan hidupnya, kesemuanya berasal dari satu, dari Adam. Lalu semua yang hidup, memiliki satu kebutuhan pokok yang sama dan dari yang satu itu, mereka diciptakan Tuhan dan dengannya mereka dapat melanjutkan hidup, Allah SWT berfirman dalam QS al Anbiya’ 30 :
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Kami jadikan semua yang hidup dari air (atau) Kami jadikan air kebutuhan pokok semua yang hidup … ( Q.S. Al-Anbiyâ’ (21): 30)

Jama'ah Sholat Idul  Fithri rahimakumullah
Apabila makna Allah Akbar telah bersemai di dalam dada, maka akan lahir pribadi yang utuh, menyatu jiwa dengan raganya, menyatu bisikan hati dengan ucapannya, menyatu kata dan perbuatannya, juga menyatu langkah dan tujuannya. Anda akan menemukannya teguh dalam keyakinan, teguh tapi bijaksana, senantiasa bersih dan menarik walau miskin, selalu hemat dan sederhana walau kaya, murah hati dan murah tangan, tidak menghina dan tidak mengejek, tidak menghabiskan waktu dalam permainan, tidak menuntut yang bukan haknya, dan tidak menahan hak orang lain.

Ucapannya melipur lara dan membawa manfaat, diamnya pertanda tafakkur, dan pandangannya alamat i’tibar. Bila beruntung ia bersyukur, bila diuji ia bersabar, bila bersalah ia istighfar, kalau ditegur ia menyesal, dan kalau dimaki ia menjawab seraya berucap : “Bila makian Anda benar, maka semoga Allah mengampuniku dan bila keliru, maka kumohon Tuhan mengampunimu”.

Itulah semua merupakan salah satu sebab mengapa Allah memerintahkan kita bertakbir, antara lain setelah selesainya bilangan puasa Ramadhan, Firman Allah QS al Baqarah 185 :
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakbir mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. 

Jama'ah Sholat Id al-Fithri rahimakumullah
Makna dan hakikat Idul Fithri pun seharusnya mengantar kita kepada persatuan dan kesatuan. Fithri yang terambil dari kata “fithrah” berarti agama yang benar, suci, dan asal kejadian. Jika kita memahami fithrah dalam arti agama, maka perlu diingat sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakanالدّينُ المُعامَلة (Agama adalah interaksi harmonis). Semakin baik interaksi seseorang, semakin baik keberagamaannya. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat kita dapat berkata, “tidak mungkin satu masyarakat dapat maju dan berkembang tanpa jalinan yang harmonis antar anggotanya, jalinan yang menjadikan mereka bekerja sama, sehingga yang ringan sama dijinjing dan yang berat sama dipikul.

Semakin harmonis interaksi satu masyarakat, maka semakin banyak manfaat yang dapat mereka raih serta semakin berhasil mereka dalam perjuangannya. Semakin baik hubungan manusia dengan alam, semakin terpelihara alam dan semakin banyak pula rahasianya yang dapat diungkap dan dengan demikian semakin sejahtera kehidupan mereka. Namun, perlu diingat bahwa kemajuan satu bangsa tidak diukur dengan kekayaan alamnya tetapi dengan nilai-nilai yang mereka anut bersama dan yang menjalin hubungan harmonis mereka.

Ketika hubungan kita tercabik karena ego maka kegagalan akan mendekati kita, karena ketercabikan menguras tenaga dan fikiran, sehingga bukan saja mereka tidak dapat melangkah bersama tetapi tidak dapat melangkah maju sama sekali. Allah mengingatkan dalam QS al-Anfal 46 :
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم
وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِين َ
Janganlah kamu tarik-menarik (bertengkar memperebutkan keuntungan pribadi atau kelompok), karena itu menyebabkan kamu gagal dan hilang kekuatan kamu, (tetapi tabah) dan bersabarlah (menghadapi setiap persoalan). Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. 

Jika kita memahami Fithrah dalam arti suci, maka kesucian adalah gabungan yang menyatu di dalamnya, indah, benar, dan baik. Mengekspresikan keindahan melahirkan seni, menemukan kebenaran menghasilkan ilmu, dan memperagakan kebaikan membuahkan budi. Gabungan ketiganya jika direkat oleh nilai spiritual akan menghasilkan peradaban.

Dengan ber-’idul fithri seorang muslim menjadi seniman, ilmuan, sekaligus budiman. Dengan menghayati dan mengamalkan nilai-nilai yang dikandung dalam ‘Idul Fithri kita dapat membangun peradaban. pakar berkata bahwa untuk mewujudkan peradaban diperlukan tiga unsur yang menyatu , yaitu manusia + tanah/wilayah + waktu. Wujud ketiganya saja belum berarti kecuali kalau tidak ada zat perekatnya yaitu agama atau nilai–nilai spiritual.

Jama'ah Sholat Aidul  Fithri rahimakumullah
Maka Power Taqwalah yang menyatukan kita, karena taqwa bukan hanya kesuksesan individu tapi kemampuan dalam merajut nilai nilai sosial dalam kehidupan kita dalam mewujudkan kedamaian dan kesatuan Indonesia yang barakah. Maka kita terikat dengan satu ikatan yakni Ukhwah Wathaniyyah (persaudaraan sebangsa) walaupun beragam tapi tetap dengan satu tujuan yang mewujudkan kedamaian untuk semua dengan kekuatan al-Balad al Amin (negeri yang aman damai), semoga kejadian kejadian yang terjadi sepanjang ramadhan tahun ini, menjadi jalan bagi kita untuk memperbaiki diri dan masyarakat dalam mewujudkan al-Balad al Amin (negeri yang aman damai) dengan Taqwa yang telah kita raih melalui Puasa Ramadhan.kalaupun ada kecurangan dan penyimpangan kita serahkan kepada proses hukum dan Allah Maha Tahu segala apa yang terjadi.

Idul Fitri tahun ini mestinya menjadi hal yang istimewa bagi umat Islam di Indonesia, sebab ia datang bertepatan dengan momentum pasca pemilu yang telah membuat masyarakat Indonesia terpolarisasi, terbelah menjadi dua bagian atau kubu saling berhadapan, idul fitri penuh berkah ini sengaja datang tidak lama setelah pemilu agar menjadi media atau fasilitator untuk mendamaikan kelompok yang sempat saling membenci, menghina hingga berkonflik karena perbedaan pilihan politik, maka momentum idul fitri dan saling memaafkan menjadi kekuatan dan tidak ada lagi kebencian, konflik namun yang hadir kerukunan dan kedamaian dengan sejuk dan indahnya Idul Fitri.

Jama'ah Sholat Aidul  Fithri rahimakumullah
Dengan Ramadhan kita akan menjadi insan yang muttaqin, insan pasca Ramadhan, yang menjadi harapan setiap orang. Insan yang dalam hari raya ini menampakkan tiga hal sebagai pakaiannya: menahan diri dari hawa nafsu, memberi ma`af dan berbuat baik pada sesama manusia sebagaimana firman Allah dalam QS ali Imran 134:
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم
وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
"…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."

Maka Ramadhan Juga menanamkan pesan sosial dalam dalam hidup kita. Nabi Muhammad Mengajarkan kita bagaimana kepedulian harus kita wujudkan kepada siapapun, dalam kitab Durratun Nashihin karya Syekh Usman bin Hasan bin Ahmad Syakir Al-Khubawi ada sebuah riwayat Di suatu hari raya Rasulullah SAW keluar rumah untuk melaksanakan shalat Idul Fitri. Sementara anak-anak kecil tengah bermain riang gembira di jalanan. Tetapi tampak seorang anak kecil duduk menjauh berseberangan dengan mereka. Dengan pakaian sangat sederhana dan tampak murung, ia menangis tersedu. Melihat fenomena ini Rasulullah SAW segera menghampiri anak tersebut. “Nak, mengapa kau menangis? Kau tidak bermain bersama mereka?” Rasulullah membuka percakapan. Anak kecil yang tidak mengenali bahwa orang dewasa di hadapannya adalah Rasulullah SAW menjawab, “Paman, ayahku telah wafat. Ia mengikuti Rasulullah SAW dalam menghadapi musuh di sebuah pertempuran. Tetapi ia gugur dalam medan perang tersebut.”

Rasulullah SAW terus mengikuti cerita anak yang murung tersebut. Sambil meraba ke mana ujung cerita, Rasulullah SAW mendengarkan dengan seksama rangkaian peristiwa dan nasib malang yang menimpa anak tersebut. “Ibuku menikah lagi. Ia memakan warisanku, peninggalan ayah. Sedangkan suaminya mengusirku dari rumahku sendiri. Kini aku tak memiliki apapun. Makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Aku bukan siapa-siapa. Tetapi hari ini, aku melihat teman-teman sebayaku merayakan hari raya bersama ayah mereka. Dan perasaanku dikuasai oleh nasib kehampaan tanpa ayah. Untuk itulah aku menangis.”

Mendengar penuturan ini, batin Rasulullah SAW runtuh. Ternyata ada anak-anak yatim dari sahabat yang gugur membela agama dan Rasulnya di medan perang mengalami nasib malang begini.
Rasulullah SAW segera menguasai diri. Rasul yang duduk berhadapan dengan anak ini segera menggenggam lengannya. Nak, dengarkan baik-baik. Apakah kau sudi bila aku menjadi ayah, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai paman, Hasan dan Husein sebagai saudara, dan Fatimah sebagai saudarimu?” tanya Rasulullah.

Mendengar tawaran itu, anak ini mengerti seketika bahwa orang dewasa di hadapannya tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW. “Kenapa tak sudi ya Rasulullah?” jawab anak ini dengan senyum terbuka. Rasulullah SAW kemudian membawa anak angkatnya pulang ke rumah. Di sana anak ini diberikan pakaian terbaik. Ia dipersilakan makan hingga kenyang. Penampilannya diperhatikan lalu diberikan wangi-wangian.

Jama'ah Sholat Id al-Fithri rahimakumullah
Pesan sosial Ramadhan ini juga terlukiskan dalam Semangat zakat fitrah yang melahirkan kesadaran untuk tolong menolong (ta`awun) antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin, antara orang-orang yang hidupnya berkecukupan dan orang-orang yang hidup kesehariannya serba kekurangan, Semua orang pernah merasakan kenyang tapi tidak semua orang pernah merasakan lapar. Padahal Allah telah mengingatkan di dalam al Qur’an semua kita adalah sama dalam pandangan Allah dalam QS al Nahl 71 :
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم
وَٱللَّهُ فَضَّلَ بَعۡضَكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ فِي ٱلرِّزۡقِۚ فَمَا ٱلَّذِينَ فُضِّلُواْ بِرَآدِّي رِزۡقِهِمۡ عَلَىٰ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ فَهُمۡ فِيهِ سَوَآءٌۚ أَفَبِنِعۡمَةِ ٱللَّهِ يَجۡحَدُونَ
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?

Jama’ah Sholat Id yang dirahmati Allah SWT
Rasanya akan terhiris hati kita ketika melihat kesenjangan sosial menjadi pembeda antara kaum kaya dan papa, seperti terhirisnya hati kita ketika melihat fenomena dua anak yang berbeda latar belakang, yang satu anak yang kaya lengkap dengan berbagai kemewahan, ketika hari raya tiba mereka dengan semangat menyampaikan kepada kedua orang tua mereka dan semua terkabulkan karena kemewahan dan kekayaan yang mereka miliki.

Sementara disisi lain seorang anak yatim piatu tanpa ayah dan ibu, ketika hari raya tiba mereka hanya bisa menghadiri pusara ayah dan ibunya dengan semangat sambil membacakan al Fatihah sebagai dedikasi cinta kepada kedua orang tuanya, sembari mengucapkan di atas pusara ayahnya : ” Yah... sepatu yang ayah belikan dulu sudah usang dan rusak, maukan ayah belikan adek sepatu baru... yang diterima hanyalah tiupan angin sepoi-sepoi, lalu berlanjut ke pusara ibundanya sambil bergumam : ”mak... baju adek sudah jelek mak, maukan mak belikan adek baju baru, kawan-kawan adek pake baju baru semua” tiada sedikitpun jawaban yang diterima namun sianak tetap bahagia walau hampa tanpa jawaban.

SubhanaLLAH wa AstaghfiruLLAH. Maka melalui zakat, Infaq dan Shadaqah yang telah kita tunaikan bisa menjadi penyambung silaturahim dan perwujudan nilai kepekaan bagi diri kita dalam kehidupan bermasyarakat untuk dapat memahami bagaimana susahnya fakir dan miskin melawan jalan kehidupan yang penuh duri ini. 

Jama'ah Sholat Aidul  Fithri rahimakumullah
Akhirnya, marilah kita jadikan hari raya ‘Idul Fithri ini sebagai momentum untuk membina dan memperkukuh ikatan kesatuan dan persatuan kita, menyatupadukan hubungan kasih sayang antara kita semua, sebangsa dan setanah air. Saudaraku, kalau bukan sekarang, kapan lagi? Ini untuk anak cucu kita kedepan, Tantangan terbentang sangat besar di hadapan kita dan ancaman Allah pun menanti kita.

Ketika sementara orang pada masa Nabi Muhammad SAW. merasa sangat tersinggung dan sakit hati karena diperlakukan tidak wajar, dicemarkan nama baiknya, sehingga enggan memberi maaf, turun firman Allah menegur mereka :
وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيم
Hendaklah mereka mema`afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampuni kamu? (QS. An-Nûr [24]: 22).

Marilah dengan hati terbuka, dengan dada yang lapang, dan dengan muka yang jernih, serta dengan tangan terulurkan, kita saling maaf-memaafkan, sambil mengibarkan panji-panji persatuan dan kesatuan, bendera kedamaian dan As-salam, sambil berdoa:
اَللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ وَاِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلَامُ فَحَيِّنَا رَبَنَا بِالسَّلَامِ وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلَامِ . أَنْتَ رَبَّنَا ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Ya Allah Engkaulah Yang Maha Damai, dari-Mu bersumber kedamaian, kepada-Mu kembali kedamaian. Tuhan kami, hidupkanlah kami dengan penuh kedamaian dan masukkanlah kami kelak ke surga negeri yang penuh kedamaian. Engkau Pemelihara kami, lagi Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.

Jama'ah Sholat Aidul  Fithri rahimakumullah
Semoga dengan kita saling memaafkan, kita mampu membangun kesejahteraan dan keberkahan bagi NKRI dengan Tolak Radikalisme, Tolak Terorisme, Tolak Hoax, Tolak Ujaran kebencian dan segala sesuatu yang dapat memecahkan persatuan kita, sehingga negeri dan negara kita ini menjadi dambaan yang senantiasa diberkahi Allah sehingga terwujud بلدة طيبة ورب غفور dan kita dukung dan doakan pemimpin yang terpilih baik legislatif maupun presiden dan wakil presiden dirahmati dan diberkati Allah untuk menjalankan Amanah kepemimpinan 5 tahun ke depan dengan amanah, baik dan profesional. Amin Ya Rabb ”Bersihkan Hati Sucikan Pikiran di hari nan Fitri”Selamat Hari Raya Idul Fitri 1440 H
من العائدين والفائزين فى كل عام وأنتم بخير
جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَاَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ لِى وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Quhas School YPT Dar al-Masaleh Jambi
25 Ramadhan 1440 H/  Mei 2019.
Ust Dr. H. Hasbullah Ahmad, MA.
Owner Sekolah Qur’an Hadis dan Sains Jambi, Pendiri Yayasan Pesantren Terpadu Dar al-Masaleh Jambi, Dosen Ilmu al-Qur’an, Tafsir dan Hadis UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, Ketua Umum Lembaga Dakwah NU Provinsi Jambi.
Email : hasbullah@uinjambi.ac.id HP/WA : 081366174429



Khutbah II Idul Fitri 1440
Dr H Hasbullah Ahmad, MA
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ. الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ المحشر. أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ الله َأَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. فَأَجِيْبُوْآالله َاِلَى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْآ وَسَلِّمُوْأ عَلَى مَنْ بِهِ هَدَاكُمْ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ الله ُعَنَّا بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ الأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ. وَاجْعَلْ بَلْدَتَناَ إِنْدُوْنِيْسِيَّا هَذِهِ بَلْدَةً اَمِنَةً مُطْمَئنَةً البَلَدُ الأَمِيْنُ ياَ حَيُّ ياَ قَيُّوْمُ. يآاِلهَناَ وَإِلهَ كُلِّ شَيْئٍ. هَذَا حَالُناَ ياَالله ُلاَيَخْفَى عَلَيْكَ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنّاَ الغَلآءَ وَالبَلآءَ وَالوَبآءَ وَالفَحْشآءَ وَالمُنْكَرَ وَالبَغْيَ وَالسُّيُوفَ المُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَآئِدَ وَالِمحَنَ ماَ ظَهَرَ مِنْهَا وَماَ بَطَنَ مِنْ بَلَدِناَ هَذاَ ِنْدُوْنِيْسِيَّا خاَصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ المُسْلِمِيْنَ عاَمَّةً ياَ رَبَّ العَالمَيِنَ. اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الكَفَرَةَ وَالمُبْتَدِعَةِ وَالرَّافِضَةَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ. اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَالَنَا فِي رَمَضَانَ عِيْدُكُمْ مُبَارَكٌ وَعَسَاكُمْ مِنَ العَائِدِيْنَ وَالفَائِزِيْنَ في كُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ
رَبَّناَ اغْفِرْ لَناَ وَلِإِخْوَانِناَ الَّذِيْنَ سَبَقُوْناَ بِالإِيمْاَنِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيِنَ

فَيَا عِبَادَ الله اِن الله يَأمُرُ بِالعَدْلِ وَالِاحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِى القٌرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ الله أَكْبَرُ وَالله يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Kamis, 25 Januari 2018

Rasulullah dan Anak Anak

Dr KH Hasbullah Ahmad, MA
Rasulullah SAW sangat mencintai anak kecil. Beliau sangat lembut dan memahami perilaku mereka. Berikut adalah contoh sikap Rasulullah SAW pada anak kecil yang patut kita teladani.
  1. Rasulullah SAW senang bermain-main (menghibur) anak-anak dan kadang-kadang memangku mereka. Contoh: Beliau menyuruh Abdullah, Ubaidillah, dan lain-lain dari putra-putra pamannya Al-Abbas r.a. untuk berbaris lalu berkata, “ Siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku akan aku beri sesuatu (hadiah).” Merekapun berlomba-lomba menuju beliau, kemudian duduk di pangkuannya lalu Rasulullah menciumi mereka dan memeluknya.
  2. Rasulullah SAW sangat lembut dan berempati ketika anak-anak mengalami penderitaan. Contoh: Ketika Ja’far bin Abu Tholib r.a, terbunuh dalam peperangan mut’ah, Nabi Muhammad SAW sangat sedih. Beliau segera datang ke rumah Ja’far dan menjumpai isterinya Asma bin Umais, yang sedang membuat roti, memandikan anak-anaknya dan memakaikan bajunya. Beliau berkata, “Suruh kemarilah anak-anak Ja’far. Ketika mereka datang, beliau menciuminya.”
  3. Rasulullah SAW tidak menyukai orang yang tidak memiliki kasih sayang pada anak kecil. Contoh: Al-Aqraa bin harits melihat Rasulullah SAW. mencium Al-Hasan r.a. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi aku belum pernah mencium mereka.” Rasulullah bersabda, “Aku tidak akan mengangkat engkau sebagai seorang pemimpin apabila Allah telah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu. Barang siapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang, niscaya dia tidak akan di sayangi.”
  4. Rasulullah SAW sangat memahami ketidaktahuan anak. Contoh: Seorang anak kecil dibawa kepada Rasulullah SAW untuk didoakan dimohonkan berkah dan diberi nama. Anak tersebut dipangku oleh beliau. Tiba-tiba anak itu kencing di pangkuan beliau, orang-orang yang melihatnya kaget dan berteriak. Beliau berkata, “Jangan di putuskan anak yang sedang kencing, buarkanlah dia sampai selesai dahulu kencingnya.” Beliau pun berdoa dan memberi nama anak itu. Ketika mereka telah pergi, beliau mencuci sendiri pakaian yang terkena kencing tadi.
  5. Rasulullah SAW sangat memahami perilaku anak yang senang bermain. Contoh: Ummu Kholid binti Kholid bin Sa’ad Al-Amawiyah berkata, “Aku beserta ayahku menghadap Rasululloh dan aku memakai baju kurung (gamis) berwarna kuning. Ketika aku bermain-main dengan cincin Rasulullah SAW, ayahku membentakku, tapi Rasulullah berkata, “Biarkanlah dia.” Kemudian beliau pun berkata kepadaku, “Bermainlah sepuas hatimu, Nak!
  6. Rasulullah SAW sering menyapa anak kecil dengan hangat. Contoh: Dari Anas, mengatakan “Rasulullah SAW selalu bergaul kami. Beliau berkata kepada saudara lelakiku yang kecil, ‘Wahai Abu Umair, mengerjakan apa si nugair (nama burung kecil).’”
  7. Rasulullah SAW tidak terganggu sholatnya walau sambil menggendong anak. Contoh: suatu Rasulullah SAW melakukan shalat, sedangkan Umamah binti Zainab diletakkan di leher beliau. Ketika beliau sujud, Umamah diletakkannya di lantai, dan ketika berdiri, Umamah  diletakkan lagi di leher beliau. Umamah adalah anak kecil dari Abu Ash bin Rabigh bin Abdusysyam.
  8. Rasulullah SAW sangat lembut pada anak yang mengganggu sholatnya. Contoh: Rasulullah pernah lama sekali sujud dalam shalatnya, maka salah seorang sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda lama sekali sujud, hingga kami mengira ada sesuatu kejadian atau anda sedang menerima wahyu. Rasulullah SAW, menjawab, “Tidak ada apa-apa, tetaplah aku ditunggangi oleh cucuku, maka aku tidak mau tergesa-gesa sampai dia puas.” Adapun anak yang di maksud ialah Al-Hasan atau Al-Husain Radhiyallahu Anhuma
  9. Rasulullah SAW sangat berempati pada anak kecil yang menangis. Contoh: Ketika Nabi Muhammad SAW melewati rumah putrinya, yaitu sayyidah Fatimah r.a., beliau mendengar Al-Husain sedang menangis, maka beliau berkata kepada Fatimah, “Apakah engkau belum mengerti bahwa menangisnya anak itu menggangguku.” Lalu beliau memangku Al-Husain di atas lehernya dan berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku cinta kepadanya, maka cintailah dia.”

Selasa, 21 Maret 2017

SUKSES UJIAN NASIONAL...

DOA MENGHADAPI UJIAN
SUKSES DAN BERKAH UJIAN NASIONAL
(Dr H Hasbullah Ahmad, MA)

Supaya Ujiannya Menghasilkan Nilai Berkah dan Lulus, 
ada beberapa Tips yang Ustadz sarankan :

Pertama bila Keluar rumah: baca
بِسْمِ ٱللَّهِ تَوَکَّلْتُ عَلَى ٱللَّهُ
kalau Otw  : baca
يَا ذَٱلْجَلَالِ وَٱلْإِكْرَامِ
Masuk Ruang Ujian  :  baca
سَلٰمٌ قَوْلًا مِّن رَّبِّ ٱلرَّحِيمِ
ketika sudah Duduk : baca
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينَ
waktu Buka soal Ujian : baca
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَاطَ اٱلْمُسْتَقِيمَ
Jawab soal  :  baca
إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Kalau Soalnya susah ⚠ :  baca       
وَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرًا
Check jawaban ❌ :   baca     
إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلٍيمًا
Ngumpulkan LJ  :  baca
وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَلِيًّا وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ يَسِيرًا
ٰ
Jangan Lupa HAFAL ya, Insha Allah Berkah dan Sukses :)

Minggu, 26 Februari 2017

دفاع عن السنة

دفاع عن السنة
Pembelaan Terhadap Sunnah al-Nabawiyyah
dalam Kehidupan Bermasyarakat.
Mata Kuliah Konsentrasi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN STS Jambi
Dosen Pengampu : Dr KH Hasbullah Ahmad, MA

Makna dan Hakikat Sunnah:
Sunnah bermakna sebuah jalan yang baik dan terpuji, makna Istilah yang biasa digunakan oleh Muhaditsin adalah: sesuatu yang bersumber dari Nabi shalallahu alaihi wasallam, baik itu dari perkataan beliau, perbuatan, pembenaran (legalitas hukum), sifat fisik maupun Akhlaq (budi pekerti), maupun segala gerak dan diam beliau, baik dalam keadaan terjaga maupun terlelap.
            Adapun definisi para ahli fiqih tentang Sunnah adalah: Sesuatu yang telah ditetapkan oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam, tetapi ianya bukan wajib ataupun fardhu, diberi pahala pelakunya, dan tidak berdosa jika di tinggalkan. (Dalam hal ini Sunnah bermakna sebagai sebuah hukum, yaitu hukumnya Sunnah, bukan wajib).
            Dua makna di atas, terangkum dengan  definisi global : Sunnah bagi para ulama Hadits lebih mencakup dan menyeluruh, karena memposisikan Rasul shalallahu alaihi wasallam sebagai pembawa petunjuk, dan penyampai risalah dari Tuhannya. Maha suci Allah ketika berfirman:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ : النحل-44
Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu (wahai Muhammad) Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[1], dan supaya mereka memikirkan”. (An Nahl: 44)

Sunnah juga merupakan wahyu Allah
Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada Rasul-Nya Al Qur’an, dan mewahyukan pula penjelasannya, yaitu berupa Hadits (Sunnah). Dan keduanya (Al Qur’an dan Sunnah) merupakan pedoman beragama bagi umat Muslim serta penjelasan syari’at Allah yang dibutuhkan manusia sepanjang hayatnya, yang memberi petunjuk kepada manusia demi kebahagiaan hidup di dunia maupun akhirat
            Al Qur’an telah menjelaskan bahwa Rasul Shalallahu alaihi wasallam tidak berbicara suatu perkara apapun melainkan apa yang telah diwahyukan kepada beliau. Firman Allah:
وَمَا يَنْطِقُ عَنْ الْهَوَى، إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى : النجم 3-4
Artinya: “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalaih wahyu yang telah diwahyukan kepadanya”. (An Najm: 3-4)

Dan firman Allah di ayat yang lain:
قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ : الأنعام-50
Artinya: Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib, dan tiadk (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang Malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?. (Al An’aam: 50)
            Perbedaan antara wahyu Qur’an dan Sunnah adalah: Bahwa Wahyu dengan  Al Qur’an adalah secara lafadz dan makna, sedangkan wahyu Sunnah, maknanya dari Allah, dan lafadznya dari Nabi shalallahu alaihi wasallam.

Berpegang teguh dan mengamalkan Sunnah adalah Wajib
Sebagaimana telah dimaklumi, bahwa Sunnah merupakan sumber kedua di dalam pensyari’atan, adapun menjadikan Sunnah sebagai hujjah, maka dia pada peringkat yang setaraf dengan Qur’an. Sangat banyak sekali ayat-ayat dan hadits-hadits yang memerintahkan untuk mengikuti dan berpegang teguh dengan Sunnah serta larangan untuk menyelisihinya. Seperti Firman Allah:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ :آل عمران-31
Artinya: Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali ‘Imran: 31)
            Ayat ini Allah menjelaskan bahwa mengikuti Rasul adalah sebagai salah satu tanda mencintai-Nya. Pada ayat lain juga terdapat perintah untuk mentaati Rasul dan ancaman bagi orang yang bermaksiat kepadanya dengan tidak patuh kepada perintahnya. Firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا : النساء-59
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’: 59), Allah juga berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا : النساء-65
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman, hingga mereka menjadikan kamu hakim dalm perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisaa’ 65)

Korelasi yang Erat antara Qur’an dan Sunnah
Setelah mengkaji teks-teks Qur’an dan Sunnah, didapati kuatnya hubungan antara keduanya, maka sangat tidak mungkin menjadikan Qur’an sebagai satu-satunya sumber pensyari’atan tanpa meng-ikutkan Sunnah, karena hubungan antara keduanya adalah saling melengkapi..
Para Ulama menjelaskan tugas-tugas yang diemban Sunnah atas Qur’an, diantaranya:
1.      Bahwa Sunnah adalah sebagai bayan atau penjelas Al Qur’an. Seperti penjelasan tentang tata cara Ibadah semisal Sholat, Zakat, Puasa, dan Haji. Yang mana Qur’an hanya memerintahkan kaum Muslimin untuk melakukan ibadah-ibadah tersebut secara global, tanpa penjelasan yang rinci akan tata cara pelaksanaannya.
2.      Sunnah mengkhususkan lafadz-lafadz yang umum dari teks Qur’an. Seperti perintah untuk memotong tangan pencuri, Qur’an datang dengan lafadz yang umum, kemudian Sunnah menjelaskan bahwa pencuri yang di potong tangannya adalah jika dia telah mencapai batas seperempat dinar[2] atau lebih, dan pencuri tersebut melakukannya bukan karena terpaksa, seperti karena tertimpa kelaparan. Maka tidak semua pencuri dipotong tangannya.. Imam Syafi’i berkata: Kalau kita hanya berdalil dengan Qur’an saja tanpa sunnah, maka setiap pencuri akan dipotong tangannya walaupun dia hanya mencuri barang yang tidak berharga (seperi ball point, atau buku tulis yang tidak memiliki harga mahal, pen).
3.      Sunnah membatasi lafadz Qur’an yang nisbi, seperti kasus pencurian di atas, Qur’an hanya memerintah untuk memotong tangan pencuri. Maka datang Sunnah menjelaskan bahwa tangan pencuri yang dipotong adalah tangan kanan dari jari-jari sampai pergelangan tangan, tidak memotong satu Tangan tanpa batasan.
4.       Sunnah menjelaskan makna kalimat asing di dalam Qur’an, seperti lafadz “dzalim” yang terdapat dalam surah al An’am ayat 82, Sunnah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dzalim pada ayat tersebut adalah melakukan kemusyrikan (menjadikan tuhan lain selain daripada Allah).
5.      Sunnah secara independen membuat hukum baru yang terpisah dan tidak terdapat di dalam Al Qur’an, seperti larangan untuk memadu antara seorang wanita dengan bibinya, Qur’an hanya melarang memadu antara seorang wanita dengan saudari (kandung) perempuannya, dan Sunnah datang dengan membawa hukum baru yang terdapat di dalam Al Qur’an.

Ingkar Sunnah dan Bahaya Kemunculannya.
Hal ini terjadi pada akhir abad ke-2 Hijriyah, muncul di dalam tubuh umat Islam segolongan kaum yang menyerukan untuk menafikan Sunnah (sebagai sumber kedua bagi syari’at Islam) secara menyeluruh, dan memandang tidak perlunya berpegang teguh pada Sunnah. Yang demikian adalah hasil dari Syubhat-syubhat yang dihembuskan oleh sebagian sekte sempalan semacam Syi’ah, Khawarij dan mu’tazilah.
            Sebagai upaya untuk meredam gerakan ini, muncul segolongan ulama (dimotori oleh Imam al-Syafi’i rahimahullah, pen) yang berusaha untuk membatalkan hujah-hujjah mereka. Dan, segala puji bagi Allah, akhirnya Imam al-Syafi’i  mampu menjawab semua keraguan yang tidak berdasar yang telah dihembuskan oleh sebagian golongan sesat ini, serta menyerukan kembali akan pentingnya ber-hujjah kepada sunnah dan wajibnya mengamalkan Hadits Ahad. Adapun di antara dalil-dalil yang sering dimanfaatkan oleh kaum ingkar Sunnah pada masa lalu dan kini, adalah sebagai berikut:
1.  Mereka berkata: Bahwasanya Al Qu’an telah menjelaskan segala perkara yang dibutuhkan oleh umat Islam secara detail, sehingga tidak perlu lagi menjadikan Sunnah sebagai sumber syari’at yang kedua.
2.  Bahwasanya Sunnah (Hadits) diriwayatkan melalui jalan orang-orang yang memungkinkan untuk berbuat dusta dan lemah ingatannya. Oleh karena itu sunnah merupakan sumber hukum yang nisbi, yang tidak dapat dijadikan sumber pensyariatan yang absolut seperti halnya Al Qur’an.[3] Fitnah ingkar Sunnah pada masa lalu tidaklah tersebar ke seluruh negeri kaum Muslimin, akan tetapi hanya dihembuskan perorangan saja. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Musthofa A’zhami, Bahwa setelah abad ke-2 hijriyah kita tidak menemukan di dalam kitab-kitab Tarikh dan Aqidah bukti-bukti nyata tentang eksistensi sekte dan gerakan ingkar Sunnah, hal ini berlangsung 10 abad lamanya.[4]





Ingkar Sunnah pada zaman Modern
Pada abad ke-13 Hijriyah, muncul kembali segolongan kaum yang menamakan dirinya dengan istilah Qur’aniyyun[5]. Adapun tempat pertama kali gerakan ini mengakar adalah di Mesir, yang kemudian tumbuh dan berkembang dengan pesat di India.
            Seruan berpegang teguh kepada Al Qur’an tanpa menghiraukan Sunnah ini mulai meng-invasi India sejak akhir abad 19 Masehi, sebagai dampak dari berkembangnya faham Naturalisme yang disebarkan oleh para anggota gerakan Sir Sayyid Ahmad Khan. Gerakan (Sekte) Qur’aniyyun ini pertama kalinya di gagas oleh Muhibul haqq Azhim-Abad di Bihar, India timur, dan Abdullah Cakralwi di Lahore.[6] Adapun sebab-sebab yang memunculkan kembali gerakan Ingkar Sunnah ini adalah:
·         Fitnah Ingkar Sunnah merupakan dampak dari benih-benih faham Naturalisme[7] yang disebarkan oleh gerakan Sir Sayyid Ahmad Khan
·         Penjajahan Kolonial Inggris di anak benua India yang menggunakan segala cara untuk memecah-belah kaum Muslimin, di antaranya dengan cara-cara sebagai berikut:
1.      Memotivasi kaum Muslimin untuk tidak mempedulikan Ilmu-ilmu Syari’at.
2.      Merangkul sebagian tokoh kaum Muslimin semisal Sir Sayyid Ahmad Khan, untuk menyebarkan faham-faham dan pemikiran yang dapat mendangkalkan Aqidah kaum Muslimin.
3.      Berupaya untuk membantu aliran sempalan Islam (semisal aliran Ahmadiyah-nya Mirza Ghulam Ahmad, dan gerakan Ingkar Sunnah-nya Abdullah Cakaralwi) sebagai upaya pembodohan dan pendangkalan Aqidah kaum Muslimin.
4.      Politik Pecah-Belah, dengan memasukkan sebagian ajaran yang tidak Islami ke dalam ajaran Islam, sebagai upaya memecah belah barisan kaum Muslimin.

Tokoh Ingkar Sunnah pada masa lalu
Abdul Maujud Muhammad Abdul Lathif berkata: Pengingkaran terhadap ke-hujjah-an Sunnah dengan berpegang pada Al Qur’an saja merupakan suatu gerakan yang di pelopori oleh Khawarij, Zindiq, dan Syi’ah Rafidhah pada masa lalu. Yang di ikuti pada masa kini oleh sebagian golongan yang menamakan dirinya Qur’aniyyun di anak benua India, dan juga Mesir.[8]
            Adapun para penyeru ingkar Sunnah di anak benua India yang sangat masyhur diantaranya:
1.      Abdullah Cakralwi
2.      Ahmaddin Amratsary
3.      Aslam Churajpuri
4.      Ghulam Ahmad Pervaiz
Dan pada saat ini, di India terdapat 4 firqah dari golongan Qur’aniyyun:
1.      Firqah Ummah Muslim Ahl adz Dzikr wa al Qur’an
2.      Firqah Ummah Muslimah
3.      Firqah Thulu’ al Islam
4.      Firqah Tahrik Insaniyat
Adapun para penyeru ingkar Sunnah di Mesir:
1.      dr. Muhammad Taufiq Shiddiqy
2.      Mahmud Abu Rayah
3.      dr. Abu Syady Ahmad Zaky
4.      DR. Ismail Adham
5.      Mahmud Abu Zaid ad Damanhury

Dalil Syubhat sekte Qur’aniyyun terhadap Sunnah, dan bantahannya:
Syubhat Pertama:
Mereka berkata: Al Qur’an  tidak membutuhkan As Sunnah (Hadits) karena dia telah menjelaskan semua perkara Syari’at secara detail. Dalil-dalil mereka: Firman Allah Azza wa Jalla:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ : النحل-89
Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu, dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An Nahl: 89)
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ : الأنعام-38
Artinya: “Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab[9], kemudiajn kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (Al An’aam: 38)
Bantahan atas Syubhat ini:
Keduanya (Al Qur’an dan Sunnah) tidak berbeda, bahwa Al Qur’an telah mencakup dasar-dasar dan asas-asas Syari’at secara menyeluruh, dan Al Qur’an hanya memberikan penjelasan Syari’at secara global. Adapun apa yang mereka serukan bahwa Al Qur’an telah menjelaskan segala permasalahan secara mendetail, sangatlah tidak sesuai dengan realitas Qur’an itu sendiri. Dan kedua ayat di atas, sangatlah  tidak tepat untuk mereka jadikan dalil pengingkaran mereka terhadap Sunnah.
            Adapun maksud dari ayat pertama adalah bahwasanya Al Qur’an telah mencakup dasar-dasar Agama (Ushuluddin) dan kaidah-kaidah hukum secara umum, yaitu bahwa Al Qur’an telah menyebutkan perkara secara global, dan meninggalkan penjelasannya kepada Rasul Shalallahu alaihi wasallam (berupa Sunnah atau Hadits). Seperti penjelasan tentang jumlah raka’at di dalam Sholat, rukun dan syaratnya, nishab Zakat, rincian manasik ibadah Haji, dan sebagainya. Al Qur’an hanya memberikan perintah syari’at secara global, dan tugas Rasulullah-lah yang menjelaskan rinciannya.[10]
            Adapun ayat yang kedua, para musuh Sunnah memahami bahwa yang di maksud dengan lafadz الْكِتَاب yaitu Qur’an, akan tetapi makna ayat secara keseluruhan, menjelaskan bahwa lafadz  الْكِتَاب dalam ayat tersebut artinya adalah Lauhul Mahfuzh yang telah mencatat semua perkara yang telah di takdirkan oleh Allah Jalla wa ‘Alaa. Adapun ayat ke 38 dari surah al An’am tersebut lafadz lengkapnya adalah sebagai berikut:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ : الأنعام-38
Artinya: “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi, dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab[11], kemudiajn kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (Al An’aam: 38)
            Dan sebagai bantahan lain terhadap mereka (kaum ingkar Sunnah), yaitu jika mereka benar-benar beriman kepada Al Qur’an, maka sesungguhnya Al Qur’an telah menjelaskan dengan gamblang, bahwa Sunnah Nabawiyah juga merupakan wahyu dari Allah melalui lisan Nabinya, sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu.
            Dan hendaklah mereka yang menamakan dirnya sebagai Qur’aniyyun (pembela / pencinta Qur’an) mengintrospeksi diri kembali, bagaimana pemahaman mereka tentang Al Qur’an? Sedangkan Qur’an menyuruh untuk taat kepada Rasul dan mengancam para penentangnya.
Kemudian kita Tanya kembali kepada mereka, bagaimana mereka dapat memahami dan melaksanakan ayat yang memerintah untuk menegakkan Sholat dan membayar Zakat? Yang mana Qur’an hanya memberikan perintah global tanpa menjelaskan detailnya, maka Hadits-lah yang menjelaskan rukun-syaratnya, waktu dan tata cara pelaksanaan dan lain sebagainya.
            Sebagai kesimpulan, bahwa sangatlah tidak mungkin untuk mencukupkan diri dengan Al Qur’an tanpa berpegang teguh kepada Sunnah juga. Karena keduanya memiliki sumber yang sama, yaitu wahyu Allah. Maka, baik itu Al Qur’an maupun Sunnah keduanya memiliki sumber yang Rabbany.



Syubhat Kedua:
Mereka berkata: Kalau Sunnah merupakan Hujjah, maka Allah azza wa jalla akan menjamin penjagaannya. Akan tetapi Allah hanya menjamin penjagaan Qur’an saja. Mereka berdalil dengan ayat:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ : الحجر-9
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz Dzikr (Al Qur’an), dan sesungguhnya kami benar memeliharanya”. (Al Hijr: 9)

Bantahan terhadap Syubhat ini:
Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah menjamin penjagaan atau pemeliharaan apa-apa yang Shahihdari Hadits-hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Adapun dalil dari Qur’an yang menegaskan penjagaan Sunnah adalah firman Allah:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ : النحل-44
Artinya: “”Dan Kami turunkan kepadamu (wahai Muhammad) Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[12], dan supaya mereka memikirkan”. (An Nahl: 44)

            Lafadz ” الذِّكْر” di dalam Al Qur’an tidaklah bermakna Qur’an saja, bahkan juga bermakna Sunnah. Maka, penjagaan Sunnah menjadi suatu keniscayaan yang telah Allah janjikan. Abdullah Mahdi Abdul Qadir berkata: “Mungkin kami bisa menerima, bahwa makna lafadz  ” الذِّكْر” adalah Al Qur’an. Akan tetapi ayat-ayat (yang telah disebutkan di atas, pen) menunjukkan penjagaan Allah subhanahu wa ta’ala kepada Sunnah. Sebab, penjagaan al-Mubayyan (sesuatu yang dijelaskan / Al Qur’an) menuntut kepada penjagaan al-Mubayyin (sesuatu yang menjelaskan, dalam hal ini adalah Sunnah, pen). dan selama Sunnah itu merupakan sebagai Bayan (penjelas) bagi Qur’an. Maka, penjagaan Allah terhadap Qur’an berarti sebuah penjagaan terhadap Sunnah. Karena jika tidak demikian, maka berarti Allah meninggalkan Al Qur’an tanpa adanya sebuah penjelasan. Maka, hal ini berarti bahwa Al Qur’an-pun tidak terjaga.[13] Wallahu A’lam. ===

Penutup
Setelah pembahasan yang dirasa cukup mengenai mafhum Sunnah, dan penjelasan bahwa Sunnah juga merupakan Wahyu, serta wajibnya berpegang teguh kepadanya. Juga penjelasan korelasi antara Sunnah dan Qur’an (yaitu saling menyempurnakan, pen). Kemudian pembahasan sejarah ringkas kaum Ingkar Sunnah dan beberapa Syubhat yang mereka hembuskan dari masa ke masa, serta bantahannya. Maka penulis memohon maaf apabila ada kesalahan atau kekurang teliti-an penulis dalam membahasakan Al Qur’an maupun Sunnah. Yang benar datangnya dari Allah semata, sedangkan salah dan khilaf adalah dari setan dan diri penulis sendiri.
            Sebenarnya masih sangat banyak dalil syubhat-syubhat kaum ingkar Sunnah, akan tetapi penulis rasa, dua syubhat yang telah dikemukakan terdahulu telah cukup memberikan peringatan akan bahaya gerakan ingkar Sunnah. Dan semoga tulisan ini dapat menjadi awal yang baik dalam memahami urgensi berpegang teguh kepada Qur’an dan Sunnah, yang mana keduanya merupakan sumber hukum yang utama di dalam syari’at Islam.

[…] Wallahu A’lam Bish Showab

[1] Yaitu: perintah-perintah, larangan-larangan, dan aturan-aturan lain yang terdapat dalam Al Qur’an.
[2] Dinar adalah mata uang emas pada zaman dahulu, dia bernilai lebih tinggi dari dirham, karena dirham merupakan mata uang perak.
[3] Lihat: Al Qur’aniyyun wa Syubutatuhum hawla as Sunnah, Prof. Khadim Husain Bakhs, Maktabah Ash Shiddiq, India
[4] Lihat: Dirosat fi al Hadits an Nabawy, DR. Musthofa A’zhami, hal: 26
[5] Mereka menamakan diri Qur’aniyyun (golongan yang mencintai Qur’an), padahal al Qur’an sendiri tidak mencintai mereka, dan secara nyata menentang sikap dan pendirian mereka yang sama sekali jauh dari pemahaman Qur’an yang murni. Seperti cinta gila-nya Majnun terhadap Laila yang sama sekali tidak mencintainya.
[6] Lihat: Al Qur’aniyyun wa Syubutatuhum hawla as Sunnah, hal 19-20)
[7] Naturalisme adalah suatu faham yang menyatakan bahwa alam semesta ini terjadi secara begitu saja (natural), tanpa adanya campur tangan Tuhan. (Faham ini sunguh berbahaya, dan dapat menyebabkan kaum Muslimin menjadi Atheis – yang tidak percaya kepada Tuhan).
[8] As Sunnah Nabawiyah baina Du’at al Fitnah wa Ad’iyaa al Ilm, DR. Abdul Maujud Muhammad Abdul Lathif, Matba’ah ath Thoyyibah – Mesir, Hal: 88-89.
[9] Sebagian Mufassir meenafsirkan Al Kitab itu dengan Lauh Mahfuzh dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauh Mahfuzh. Dan ada pula yang menafsirkan dengan Al Qur’an, dengan arti: dalam Al Qur’an itu telah ada poko-pokok agama, norma-norma hukum, hikmah-hikmah dan petunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.
[10] As Sunnah wa Makaanatuha fi at Tasyri’ al Islamy, DR. Musthofa as Siba’iy, penerbit Dar ul Waraq, hal: 178.
[11] Sebagian Mufassir meenafsirkan Al Kitab itu dengan Lauh Mahfuzh dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauh Mahfuzh. Dan ada pula yang menafsirkan dengan Al Qur’an, dengan arti: dalam Al Qur’an itu telah ada poko-pokok agama, norma-norma hukum, hikmah-hikmah dan petunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.
[12] Yaitu: perintah-perintah, larangan-larangan, dan aturan-aturan lain yang terdapat dalam Al Qur’an.
[13] Lihat: Daf’us Syubuhat ‘anis Sunnah an Nabawiyah, DR. Abdulllah al Mahdi Abdul Qadir, Penerbit Al Iman – Mesir. Hal: 64