Khutbah Idul Adha 1433 H
Oleh Ust H. Hasbullah Ahmad, S.Th.I, MA
روح البذل و التضحية والمجاهدة
(Spirit Berbagi, Berkorban
dan Berjuang)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ أكْبَرُ × 9 اللهُ أَكْبَرُ
كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً،
لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ
وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ
اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.
الحمدُ لله
الَّذِي أرْشَدَ الخلقَ إلى أكْملِ الاداب، وفتَحَ لهم من خزائنِ رحمتِهِ وجودِهِ
كُلَّ باب، أنَار بصائرَ المؤمنينَ فأدركوا الحقائقَ وطلبُوا الثَّواب، وأعْمَى
بصائرَ المُعْرِضين عن طاعتِهِ فصار بينهم وبين نوره حجاب، هدى أولئك بفضله ورحمته
وأضلَّ الآخرين بعدله وحكمته، إن في ذلك لذِكْرى لأولى الألبَاب، وأشْهدُ أنْ لا
إِله إِلاَّ الله وحده لا شريكَ له، له الملكُ الْعَزيزُ الوَهَّاب، وأشْهدُ أنَّ
محمداً عبده ورسولهُ المبعوثُ بأجَلِّ العباداتِ وأَكمَلِ الآداب، صلَّى الله عليه
وعلى جميع الالِ والأصْحَاب، وعلى التابعين لَهم بإحْسَانٍ إلى يومَ المَآب أما بعد،
أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ
وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللهِ
حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ
الْغَرُورُ
الله اكبر
الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Pada pagi yang berbahagia ini, sembari
bertakbir menyebut Asma Allah. Takbir bukan hanya untaian kalimat yang keluar dari mulut namun
tanpa makna. Takbir adalah mengagungkan Allah dengan memperhatikan rumah Nya
atas rumah kita. Takbir adalah mengagungkan Allah dengan membuang sifat
kesombongan yang melekat pada diri kita. Tampaknya takbir kita hanya
terbatas pada formalitas acara-acara tertentu. Kita sering bertakbir bahkan
takbir Akbar, namun panggilan Allah untuk sholat berjamaah selalu kita anggap
kecil. Bahkan rumah Allah ( masjid ) kita biarkan roboh, bocor, berdebu, kotor
dan tidak terawat sementara rumah-rumah kita megah mewah dan selalu indah. Al
Qur’an hanya kita jadikan sebagai Syair yang didendangkan ketika ada hajatan
dan perlombaan namun Koran selalu kita jadikan pedoman. Apakah dengan begitu
kita pantas disebut sebagai orang yang telah bertakbir? نعوذ بالله
Padahal Takbir Pagi ini kita kembali
diingatkan oleh Allah untuk meneladani perjuangan dan ketabahan nabi Ibrahim
yang telah diabadikan dalam Al-Qur’an. Sejarah rasul yang berjuluk kekasih
Allah (خليل الله)
dan juga Bapaknya Para Nabi (أبو الأنبياء) ini, ditulis dengan tinta emas di dalam
buku-buku sejarah. Sikap tabah dan teguhnya dalam menjalankan perintah Allah,
telah menjadikan nabi Ibrahim sebagai panutan umat sepanjang zaman.
Pernyataan adanya keteladanan Nabiyullah Ibrahim ini diabadikan oleh Allah dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan-nya “ (QS. Al-Mumtahanah : 4)
Sementara, tentang keharuman namanya sepanjang zaman, pun Allah telah menuturkan dalam firman-Nya,
Kami
abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang
datang kemudian. “ (QS. As-Shofat : 108)
Dalam dua ayat ini, sangat jelas bahwa, ternyata Allah sedemikian memuliakan Nabi Ibrahim. Sehingga Beliaulah yang menjadi bapak para Nabi. Lalu mengapakah Allah demikian memuliakannya? Apakah karena keturunannya, ataukah karena hartanya, atau kah karena kekuatannya, keperkasaannya? 0wwh, ternyata bukan. Rupanya Ibrahim dikenang hingga akhir zaman karena keteguhannya memegang amanah Allah, dan kerelaannya mengorbankan segala miliknya demi Allah SWT.
الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Hadirin jamaah Idul Adha rahimakumullah
Sejarah hidup Nabi Ibrahim adalah
sejarah manusia yang sukses dalam menjalani hidup, meski ia berangkat dari nol.
Sukses berdakwah dalam kondisi sulit dan sukses menjaga amanah ketika telah
mulai memanen hasil jerih keringat dakwahnya.
Ia memulai Dakwah sebagai seseorang yang harus berhadapan dengan penguasa yang dzalim dan kuat. Harus melewati hukuman yang berat dan tidak memungkinkannya selamat, kecuali atas izin Allah, SWT.
Ia memulai Dakwah sebagai seseorang yang harus berhadapan dengan penguasa yang dzalim dan kuat. Harus melewati hukuman yang berat dan tidak memungkinkannya selamat, kecuali atas izin Allah, SWT.
Setia menjaga isterinya yang sedang mengandung keturunannya, menemaninya hingga ke sebuah tempat yang sangat jauh dari daerahnya semula. Menjalani kehidupan dengan normal dan tetap menyerukan ayat-ayat Allah dengan bijaksana, agar umatnya tak kembali lagi ke jalan yang tak di ridhoi Allah.
Akan tetapi saudara-saudara sekalian, bagi Nabi Ibrahim, cobaan yang demikian rupanya belumlah seberapa………… ternyata, cobaan terberatnya adalah ketika ia harus merelakan putera tercintanya Ismail عليه السلام, untuk dikorbankan, kepada Allah dengan cara disembelih. Putera yang beberapa waktu setelah kelahirannya segera ditinggalkan untuk memenuhi seruan Allah SWT. Kerelaan Nabiyullah Ibrahim untuk menyembelih puteranya inilah yang terus kita peringati hingga sekarang sebagai Idul Adha atau Idul Qurban.
الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah.
Dalam
konteks sekarang ini, pengorbanan Nabi Ibrahim tersebut harus tetap kita
apresiasikan. Dalam berbagai macam cara seperti menjalankan haji bagi yang
mampu serta berkurban hewan ternak bagi umat Islam yang memiliki cukup
kelebihan harta untuk melaksanakannya. Bahkan Rasulullah saw memerintahkan
berkurban dengan bahasa yang tegas dan lugas bahkan disertai ancaman. Ancaman
untuk tidak dekat-dekat dengan tempat shalat atau dengan istilah lain tidak
diakui menjadi umat Nabi Muhammad SAW.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ
يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلانَا
“Dari Abu Hurairah ra., nabi Muhammad
saw bersabda, “Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban,
maka janganlah ia menghampiri (mendekati) tempat shalat kami”. (Hadits
Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).
Berkurban tdk sekedar mengalirkan darah
binatang ternak, tdk hanya memotong hewan kurban, namun lebih dari itu,
berkurban berarti ketundukan total terhadap semua perintah Allah swt &
sikap menghindar dari hal-hal yang dilarang-Nya.
Berkurban adalah berarti wujud ketaatan
dan peribadatan seseorang, dan karenanya seluruh sisi kehidupan seseorang bisa
menjadi manifestasi sikap berkurban
Namun demikian, kita juga harus senantiasa menginterpretasikan keteguhan ketaatan dan katabahan dalam kisah nabi Ibrahim tersebut zaman kita hidup saat ini. Ketabahan Ibrahim untuk merelakan puteranya dapat kita wujudkan dalam kerelaan kita untuk berbagi kebahagiaan dengan para tetangga, lingkungan dan saudara-saudara umat Islam lainnya di manapun mereka berada.
الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah.
Rasanya akan terhiris hati kita ketika saudara kita
sesama muslim tertimpa musibah, banyak diantara mereka kehilangan orang
tercinta dan harta-harta mereka. seperti terhirisnya hati kita ketika melihat
fenomena dua anak yang berbeda latar belakang, yang satu anak yang kaya lengkap
dengan berbagai kemewahan, ketika hari raya tiba mereka dengan semangat
menyampaikan kepada kedua orang tua mereka ”Pa... belikan sepatu baru”, si ayahpun
dengan tegas menjawab ”nanti ayah belikan” terus kembali lagi meminta kepada
ibundanya ”ma... belikan adek baju baru dong” si ibupun menjawab dengan lugas
”ya pasti mama belikan yang paling bagus”... dan banyak lagi permintaan lain
yang dipintanya semua terkabulkan karena kemewahan dan kekayaan yang mereka
miliki.
Sementara disisi lain seorang anak yatim piatu tanpa ayah
dan ibu, ayah dan ibunya meninggal karena Musibah ketika hari raya tiba mereka
hanya bisa menghadiri pusara ayah dan ibunya dengan semangat sambil membacakan
al Fatihah sebagai dedikasi cinta kepada kedua orang tuanya, sembari
mengucapkan diatas pusara ayahnya : ” Yah... sepatu yang ayah belikan dulu
sudah usang dan rusak, maukan ayah belikan adek sepatu baru... yang diterima
hanyalah tiupan angin sepoi-sepoi, lalu berlanjut ke pusara ibundanya sambil
bergumam : ”mak... baju adek sudah jelek mak, maukan mak belikan adek baju
baru, kawan-kawan adek pake baju baru semua” tiada sedikitpun jawaban yang
diterima namun sianak tetap bahagia walau hampa tanpa jawaban. SubhanaLLAH
wa AstaghfiruLLAH. Maka melalui Ibadah Qurban, Zakat Mal, Infaq, Shadaqah
dan bantuan yang telah kita tunaikan bisa menjadi penyambung silaturahim dan
perwujudan nilai kepekaan bagi diri kita dalam kehidupan bermasyarakat untuk
dapat memahami bagaimana susahnya fakir dan miskin dan orang yang tertimpa
musibah melawan jalan kehidupan yang penuh duri ini.
الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah
Idul Adha yang dirahmati Allah
Berkurban
juga berarti upaya menyembelih hawa nafsu dan memotong kemauan syahwat yang
selalu menyuruh kepada kemungkaran dan kejahatan. Seandainya sikap menyembelih
hawa nafsu ini dimiliki oleh umat Islam, subhanallah, umat Islam akan maju
dalam segalanya. Betapa tidak, bagi yang berprofesi sebagai guru, ia berkurban
dengan ilmunya. Pengusaha ia berkurban dengan bisnisnya yang fair dan halal.
Politisi ia berkurban demi kemaslahatan umum dan bukan kelompoknya. Pemimpin ia
berkurban untuk kemajuan rakyat dan bangsanya bukan untuk pribadinya dan begitu
seterusnya.
Kita
berani menyembelih kemauan pribadi yang bertentangan dengan kemauan kelompok,
atau keinginan pribadi yang bertentangan dengan syariat. Bahkan kemauan
kelompok namun bertentangan dengan perintah Allah swt. Dengan semangat ini,
bentuk-bentuk kejahatan akan bisa diminimalisir bahkan dihilangkan di bumi
pertiwi ini. Karena itu Allah swt menegaskan dalam firman-Nya,
”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan
Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Hajj:37)
الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah
Idul Adha Rahimakumullah
Namun apa yang kita saksikan dewasa
ini. Jiwa pengorbanan pada banyak kalangan telah digeser oleh semangat atau
nafsu mengorbankan orang lain. Bahkan sebetulnya Perhatikan saja kemelut di layar
kaca dirumah kita, Perang terbuka di
media massa, baik itu korupsi, tuduh menuduh, kemaksiatan dan lain-lain
makin membuat kita prihatin. Dari kasus ke kasus yang makin ruwet bagai
gulungan benang kusut. Naudzubillah Analisis secara yuridis dan sosiologis
tidak mampu membawa peta masalah makin terang benderang. Hanya satu pisau
analisis yang mampu memposisikan dan memahami masalah yang ada secara mendasar
dan tepat. Yaitu analisis mental dan moral manusia. Secara mental ada kerusakan
yang serius, yaitu hilangnya kejujuran ”الصدق”, dan diputusnya ketertautan
antara apa yang diperbuat di dunia ini dengan kesadaran terhadap negeri
akhirat. Dengan absennya kejujuran maka yang menggantikannya adalah kedustaan ”الكذب”. Kalau sudah begitu, tidak ada
lagi orang yang mau mengakui kesalahan malah justeru menyalahkan pihak lain,
dan ujung-ujungnya mengorbankan pihak lain demi
membela akuisme personal (diri sendiri) atau egoisme lembaga.
Dalam konteks ini Rasulullah saw telah memberikan peringatan dengan sabdanya:
إِيّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإن الكذب يهدى الى
الفجور وإن الفجور يهدى الى النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرّى حتّى يكتب عند الله
كذّابا
”Hati-hati dengan dusta, sebab dusta
akan membawa pada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa akan menyeret ke naraka.
Seseorang berulang kali berdusta hingga terbentuk sifat dan dituliskan sebagai pendusta” (Riwayat
Muslim)
الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah
Idul Adha Rahimakumullah
Kini Allah
memanggil kita, menuntut ketaatan total kita kepada-Nya. Ketaatan itu menuntut
kita untuk berkorban; mengorbankan apa saja yang kita miliki demi menggapai
ridha-Nya. Hanya dengan pengorbanan demi ketaatan itulah, kita akan meraih
kembali kemuliaan hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat. Inilah saatnya
kita berkorban. Tampil ke depan membawa panji-panji Islam. Berjuang dengan segenap daya dan kemampuan menyonsong
kemengan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hari ini kita diperintahkan
berkurban, yang semestinya menjadi عبرة
atau pelajaran, dalam memberikan pengorbanan
kita yang lain. Tidak hanya berhenti pada penyembelihan kambing, sapi, atau
unta. Namun pengorbanan harta, waktu, jiwa dan raga kita demi tegaknya agama
Allah di muka bumi. Ingatlah, wahai kaum Muslim, bahwa untuk itulah Nabi
bersumpah tidak akan pernah mundur walau selangkah, sampai Islam menang atau
baginda saw. binasa:
وَاَللّهِ لَوْ وَضَعُوا الشّمْسَ
فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الأَمْرَ حَتّى
يُظْهِرَهُ اللّهُ أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ
”Demi Allah, andai saja mereka bisa
meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka
minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan
(agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap
tidak akan meninggalkannya.” (Hr. Ibn Hisyam)
Jama’ah Idul Adha yang dirahmati Allah. Seseorang menjadi besar
karena jiwanya besar. Tidak ada jiwa besar tanpa jiwa yang punya
semangat berkorban. Berkat روح البذل و التضحية والمجاهدة (ruhul
badzli wal tadlhiyah wal mujahadah) atau spirit berbagi, berkorban dan
berjuang, ummat ini telah menjadi ummat yang besar, bergengsi dan disegani
dunia dalam sejarahnya. Mari kita kembalikan kebesaran serta gengsi ummat ini
dengan menyemai semangat memberi, berkorban dan mujahadah pada diri dan
keluarga kita.
Jama’ah Idul Adha yang dirahmati Allah SWT. semoga Allah mengampuni segala dosa-dosa kita dan melimpahkan seluruh
kasih sayangnya kepada kita sekalian, sehingga tercukupi segala hajat kita.
agar dapat mengabdi dan beribadah kepada Allah secara total dengan lebih
sempurna sebagai wujud refleksi terhadap pengorbanan Nabi Ibrahim Alaihi Salam.
Amin Allahumma Amin
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ
الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Nusa Indah Jambi, Oktober 2012
Ust H. Hasbullah Ahmad, S.Th.I, MA
Dosen Tafsir
Hadist Fakultas Ushuluddin IAIN STS
Jambi
081366174429 / blogspot : usthasbullahahmadma.blogspot.com