Senin, 18 November 2013

Wanita dalam Islam



Materi Bela Negara bagi Dharma Wanita Setda Kab Muaro Jambi
 Wanita dalam Islam
Ust H Hasbullah Ahmad
Al-Quran berbicara tentang perempuan dalam berbagai ayatnya. Pembicaraan tersebut menyangkut berbagai sisi kehidupan. Ada ayat yang berbicara tentang hak dan kewajibannya, ada pula yang menguraikan keistimewaan-keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah agama atau kemanusiaan.

Secara umum surah Al-Nisa' ayat 32, menunjuk kepada hak-hak perempuan:
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ
Bagi lelaki hak (bagian) dari apa yang dianugerahkan kepadanya dan bagi perempuan hak (bagian) dari apa yang dianugerahkan kepadanya.

Berikut ini akan dikemukakan beberapa hak yang dimiliki oleh kaum perempuan menurut pandangan ajaran Islam. Diantara Hak-hak Perempuan dalam Bidang Politik dan Bela Negara Salah satu ayat yang seringkali dikemukakan oleh para pemikir Islam dalam kaitan dengan hak-hak politik dan bela Negara bagi kaum perempuan adalah yang tertera dalam surah Al-Tawbah ayat 71:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah awliya' bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang ma'ruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Secara umum, ayat di atas dipahami sebagai gambaran tentang kewajiban melakukan kerja sama antarlelaki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan yang dilukiskan dengan kalimat menyuruh mengerjakan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar.

Kata awliya', dalam pengertiannya, mencakup kerja sama, bantuan dan penguasaan, sedang pengertian yang dikandung oleh "menyuruh mengerjakan yang ma'ruf" mencakup segala segi kebaikan atau perbaikan kehidupan, termasuk memberi nasihat (kritik) kepada penguasa. Dengan demikian, setiap lelaki dan perempuan Muslimah hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat agar masing-masing mereka mampu melihat dan memberi saran (nasihat) dalam berbagai bidang kehidupan.

Keikutsertaan perempuan bersama dengan lelaki dalam kandungan ayat di atas tidak dapat disangkal, sebagaimana tidak pula dapat dipisahkan kepentingan perempuan dari kandungan sabda Nabi Muhamad saw.: Barangsiapa yang tidak memperhatikan kepentingan (urusan) kaum Muslim, maka ia tidak termasuk golongan mereka. Kepentingan (urusan) kaum Muslim mencakup banyak sisi yang dapat menyempit atau meluas sesuai dengan latar belakang pendidikan seseorang, tingkat pendidikannya. Dengan demikian, kalimat ini mencakup segala bidang kehidupan termasuk bidang kehidupan politik.  Di sisi lain, Al-Quran juga mengajak umatnya (lelaki dan perempuan) untuk bermusyawarah, melalui pujian Tuhan kepada mereka yang selalu melakukannya.
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
Urusan mereka (selalu) diputuskan dengan musyawarah (QS al-Syura 42:38).
Ayat ini dijadikan pula dasar oleh banyak ulama untuk membuktikan adanya hak berpolitik bagi setiap lelaki dan perempuan.

Syura (musyawarah) telah merupakan salah satu prinsip pengelolaan bidang-bidang kehidupan bersama menurut Al-Quran, termasuk kehidupan politik, dalam arti setiap warga masyarakat dalam kehidupan bersamanya dituntut untuk senantiasa mengadakan musyawarah.

Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa setiap lelaki maupun perempuan memiliki hak tersebut, karena tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang dapat dipahami sebagai melarang keterlibatan perempuan dalam bidang kehidupan bermasyarakat --termasuk dalam bidang politik. Bahkan sebaliknya, sejarah Islam menunjukkan betapa kaum perempuan terlibat dalam berbagai bidang kemasyarakatan, tanpa kecuali.

Al-Quran juga menguraikan permintaan para perempuan pada zaman Nabi untuk melakukan bay'at (janji setia kepada Nabi dan ajarannya), sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Mumtahanah ayat 12.
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَآءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَن لاَّيُشْرِكْنَ بِاللهِ شَيْئًا وَلاَيَسْرِقْنَ وَلاَيَزْنِينَ وَلاَيَقْتُلْنَ أَوْلاَدَهُنَّ وَلاَيَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلاَيَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Sementara, pakar agama Islam menjadikan bay'at para perempuan itu sebagai bukti kebebasan perempuan untuk menentukan pilihan atau pandangannya yang berkaitan dengan kehidupan serta hak mereka. Dengan begitu, mereka dibebaskan untuk mempunyai pilihan yang berbeda dengan pandangan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, bahkan terkadang berbeda dengan pandangan suami dan ayah mereka sendiri.

Harus diakui bahwa ada sementara ulama yang menjadikan firman Allah dalam surah Al-Nisa' ayat 34, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَآءِ Lelaki-lelaki adalah pemimpin perempuan-perempuan... sebagai bukti tidak bolehnya perempuan terlibat dalam persoalan politik. Karena --kata mereka-- kepemimpinan berada di tangan lelaki, sehingga hak-hak berpolitik perempuan pun telah berada di tangan mereka. Pandangan ini bukan saja tidak sejalan dengan ayat-ayat yang dikutip di atas, tetapi juga tidak sejalan dengan makna sebenarnya yang diamanatkan oleh ayat yang disebutkan itu. Ayat Al-Nisa' 34 itu berbicara tentang kepemimpinan lelaki (dalam hal ini suami) terhadap seluruh keluarganya dalam bidang kehidupan rumah tangga. Kepemimpinan ini pun tidak mencabut hak-hak istri dalam berbagai segi, termasuk dalam hak pemilikan harta pribadi dan hak pengelolaannya walaupun tanpa persetujuan suami.

Kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak di antara kaum wanita yang terlibat dalam soal-soal politik praktis. Ummu Hani misalnya, dibenarkan sikapnya oleh Nabi Muhammad saw. ketika memberi jaminan keamanan kepada sementara orang musyrik (jaminan keamanan merupakan salah satu aspek bidang politik). Bahkan istri Nabi Muhammad saw. sendiri, yakni Aisyah r.a., memimpin langsung peperangan melawan 'Ali ibn Abi Thalib yang ketika itu menduduki jabatan Kepala Negara. Isu terbesar dalam peperangan tersebut adalah soal suksesi setelah terbunuhnya Khalifah Ketiga, Utsman r.a. Peperangan itu dikenal dalam sejarah Islam dengan nama Perang Unta (656 M). Keterlibatan Aisyah r.a. bersama sekian banyak sahabat Nabi dan kepemimpinannya dalam peperangan itu, menunjukkan bahwa beliau bersama para pengikutnya itu menganut paham kebolehan keterlibatan perempuan dalam politik praktis sekalipun.

Hak-hak Perempuan dalam Memilih Pekerjaan
Kalau kita kembali menelaah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara mandiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta selama mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat pula menghindari dampak-dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.

Secara singkat, dapat dikemukakan rumusan menyangkut pekerjaan perempuan yaitu bahwa "perempuan mempunyai hak untuk bekerja, selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan atau selama mereka membutuhkan pekerjaan tersebut". Pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan oleh perempuan pada masa Nabi cukup beraneka ragam, sampai-sampai mereka terlibat secara langsung dalam peperangan-peperangan, bahu-membahu dengan kaum lelaki. Nama-nama seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila Al-Ghaffariyah, Ummu Sinam Al-Aslamiyah, dan lain-lain, tercatat sebagai tokoh-tokoh yang terlibat dalam peperangan. Ahli hadis, Imam Bukhari, membukukan bab-bab dalam kitab Shahih-nya, yang menginformasikan kegiatan-kegiatan kaum wanita, seperti Bab Keterlibatan Perempuan dalam Jihad, Bab Peperangan Perempuan di Lautan, Bab Keterlibatan Perempuan Merawat Korban, dan lain-lain.

Di samping itu, para perempuan pada masa Nabi saw. aktif pula dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias, antara lain, Shafiyah bin Huyay--istri Nabi Muhammad saw. Ada juga yang menjadi perawat atau bidan, dan sebagainya.

Dalam bidang perdagangan, nama istri Nabi yang pertama, Khadijah binti Khuwailid, tercatat sebagai seorang yang sangat sukses. Demikian juga Qilat Ummi Bani Anmar yang tercatat sebagai seorang perempuan yang pernah datang kepada Nabi untuk meminta petunjuk-petunjuk dalam bidang jual-beli. Dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa'ad, kisah perempuan tersebut diuraikan, di mana ditemukan antara lain pesan Nabi kepadanya menyangkut penetapan harga jual-beli. Nabi memberi petunjuk kepada perempuan ini dengan sabdanya: Apabila Anda akan membeli atau menjual sesuatu, maka tetapkanlah harga yang Anda inginkan untuk membeli atau menjualnya, baik kemudian Anda diberi atau tidak. (Maksud beliau jangan bertele-tele dalam menawar atau menawarkan sesuatu).

Istri Nabi saw., Zainab binti Jahsy, juga aktif bekerja sampai pada menyamak kulit binatang, dan hasil usahanya itu beliau sedekahkan. Raithah, istri sahabat Nabi Abdullah ibn Mas'ud, sangat aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga ini. Al-Syifa', seorang perempuan yang pandai menulis, ditugaskan oleh Khalifah Umar r.a. sebagai petugas yang menangani pasar kota Madinah.

Demikian sedikit dari banyak contoh yang terjadi pada masa Rasul saw. dan sahabat beliau menyangkut keikutsertaan perempuan dalam berbagai bidang usaha dan pekerjaan. Di samping yang disebutkan di atas, perlu juga digarisbawahi bahwa Rasul saw. banyak memberi perhatian serta pengarahan kepada perempuan agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat. Dalam hal ini, antara lain, beliau bersabda:
Sebaik-baik "permainan" seorang perempuan Muslimah di dalam rumahnya adalah memintal/menenun. (Hadis diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dari Abdullah bin Rabi' Al-Anshari).
Aisyah r.a. diriwayatkan pernah berkata: "Alat pemintal di tangan perempuan lebih baik daripada tombak di tangan lelaki."

Tentu saja tidak semua bentuk dan ragam pekerjaan yang terdapat pada masa kini telah ada pada masa Nabi saw. Namun, sebagaimana telah diuraikan di atas, ulama pada akhirnya menyimpulkan bahwa perempuan dapat melakukan pekerjaan apa pun selama ia membutuhkannya atau pekerjaan itu membutuhkannya dan selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.

Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum wanita, mereka mempunyai hak untuk bekerja dan menduduki jabatan jabatan tertinggi. Dalam beberapa kitab hukum Islam, seperti Al-Mughni, ditegaskan bahwa "setiap orang yang memiliki hak untuk melakukan sesuatu, maka sesuatu itu dapat diwakilkannya kepada orang lain, atau menerima perwakilan dari orang lain". Atas dasar kaidah itu, Dr. Jamaluddin Muhammad Mahmud berpendapat bahwa berdasarkan kitab fiqih, bukan sekadar pertimbangan perkembangan masyarakat kita jika kita menyatakan bahwa perempuan dapat bertindak sebagai pembela dan penuntut dalam berbagai bidang.

Hak dan Kewajiban Belajar
Terlalu banyak ayat Al-Quran dan hadis Nabi saw. yang berbicara tentang kewajiban belajar, baik kewajiban tersebut ditujukan kepada lelaki maupun perempuan. Wahyu pertama dari Al-Quran adalah perintah membaca atau belajar, Baik lelaki maupun perempuan diperintahkan untuk menimba ilmu sebanyak mungkin, mereka semua dituntut untuk belajar: Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim (dan Muslimah).

Para perempuan di zaman Nabi saw. menyadari benar kewajiban ini, sehingga mereka memohon kepada Nabi agar beliau bersedia menyisihkan waktu tertentu dan khusus untuk mereka dalam rangka menuntut ilmu pengetahuan. Permohonan ini tentu saja dikabulkan oleh Nabi saw.
Al-Quran memberikan pujian kepada ulu al-albab, yang berzikir dan memikirkan tentang kejadian langit dan bumi. Zikir dan pemikiran menyangkut hal tersebut akan mengantar manusia untuk mengetahui rahasia-rahasia alam raya ini, dan hal tersebut tidak lain dari pengetahuan. Mereka yang dinamai ulu al-albab tidak terbatas pada kaum lelaki saja, tetapi juga kaum perempuan. Hal ini terbukti dari ayat yang berbicara tentang ulu al-albab yang dikemukakan di atas. Setelah Al-Quran menguraikan tentang sifat-sifat mereka, ditegaskannya bahwa:
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّى لآَأُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى
Maka Tuhan mereka mengabulkan permohonan mereka dengan berfirman: "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan..." (QS 3:195).

Ini berarti bahwa kaum perempuan dapat berpikir, mempelajari dan kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati dari zikir kepada Allah serta apa yang mereka ketahui dari alam raya ini. Pengetahuan menyangkut alam raya tentunya berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu, sehingga dari ayat ini dapat dipahami bahwa perempuan bebas untuk mempelajari apa saja, sesuai dengan keinginan dan kecenderungan mereka masing-masing.

Banyak wanita yang sangat menonjol pengetahuannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan yang menjadi rujukan sekian banyak tokoh lelaki. Istri Nabi, Aisyah r.a., adalah seorang yang sangat dalam pengetahuannya serta dikenal pula sebagai kritikus. Sampai-sampai dikenal secara sangat luas ungkapan yang dinisbahkan oleh sementara ulama sebagai pernyataan Nabi Muhammad saw.: Ambillah setengah pengetahuan agama kalian dari Al-Humaira' (Aisyah).
Demikian juga Sayyidah Sakinah putri Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kemudian Al-Syaikhah Syuhrah yang digelari Fakhr Al-Nisa' (Kebanggaan Perempuan) adalah salah seorang guru Imam Syafi'I  (tokoh mazhab yang pandangan-pandangannya menjadi anutan banyak umat Islam di seluruh dunia), dan masih banyak lagi lainnya.

Imam Abu Hayyan mencatat tiga nama perempuan yang menjadi guru-guru tokoh mazhab tersebut, yaitu Mu'nisat Al-Ayyubiyah (putri Al-Malik Al-Adil saudara Salahuddin Al-Ayyubi), Syamiyat Al-Taimiyah, dan Zainab putri sejarahwan Abdul-Latif Al-Baghdadi.  Kemudian contoh wanita-wanita yang mempunyai kedudukan ilmiah yang sangat terhormat adalah Al-Khansa', Rabi'ah Al-Adawiyah, dan lain-lain.

Rasul saw. tidak membatasi anjuran atau kewajiban belajar hanya terhadap perempuan-perempuan merdeka (yang memiliki status sosial yang tinggi), tetapi juga para budak belian dan mereka yang berstatus sosial rendah. Karena itu, sejarah mencatat sekian banyak perempuan yang tadinya budak belian mencapai tingkat pendidikan yang sangat tinggi. Al-Muqarri, dalam bukunya Nafhu Al-Thib, sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Wahid Wafi, memberitakan bahwa Ibnu Al-Mutharraf, seorang pakar bahasa pada masanya, pernah mengajarkan seorang perempuan liku-liku bahasa Arab. Sehingga sang wanita pada akhirnya memiliki kemampuan yang melebihi gurunya sendiri, khususnya dalam bidang puisi, sampai ia dikenal dengan nama Al-Arudhiyat karena keahliannya dalam bidang ini.

Harus diakui bahwa pembidangan ilmu pada masa awal Islam belum lagi sebanyak dan seluas masa kita dewasa ini. Namun, Islam tidak membedakan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya, sehingga seandainya mereka yang disebut namanya di atas hidup pada masa kita ini, maka tidak mustahil mereka akan tekun pula mempelajari disiplin-disiplin ilmu yang berkembang dewasa ini. Dalam hal ini, Syaikh Muhammad 'Abduh menulis: "Kalaulah kewajiban perempuan mempelajari hukum-hukum agama kelihatannya amat terbatas, maka sesungguhnya kewajiban mereka untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga, pendidikan anak, dan sebagainya yang merupakan persoalan-persoalan duniawi (dan yang berbeda sesuai dengan perbedaan waktu, tempat dan kondisi) jauh lebih banyak daripada soal-soal keagamaan.

Demikian sekilas menyangkut hak dan kewajiban perempuan dalam bidang pendidikan.
Tentunya masih banyak lagi yang dapat dikemukakan menyangkut hak-hak kaum perempuan dalam berbagai bidang. Namun, kesimpulan akhir yang dapat ditarik adalah bahwa mereka, sebagaimana sabda Rasul saw., adalah Syaqa'iq Al-Rijal (saudara-saudara sekandung kaum lelaki) sehingga kedudukannya serta hak-haknya hampir dapat dikatakan sama. Kalaupun ada yang membedakan, maka itu hanyalah akibat fungsi dan tugas-tugas utama yang dibebankan Tuhan kepada masing-masing jenis kelamin itu, sehingga perbedaan yang ada tidak mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain:
وَلاَ تَتَمَنَّوْا مَافَضَّلَ اللهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ وَسْئَلُوا اللهَ مِن فَضْلِهِ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain, karena bagi lelaki ada bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bagi perempuan juga ada bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bermohonlah kepada Allah dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS 4:32).

Kamis, 14 November 2013

Yuk Sama-Sama Kita Renungkan....

Ust H Hasbullah Ahmad
Kata-Kata Bijak
·         Jangan memohon pada Tuhan tuk meringankan cobaan yang ada, berdoalah pada Tuhan tuk memberikanmu kekuatan tuk dapat melaluinya.
·         Hidup tak selalu seperti yang kamu mau. Hal baik dan buruk terjadi selalu, namun semua itu telah diatur Tuhan, dengan akhir yang indah.
·         Jangan terlalu pikirkan sendirimu, karena ada seseorang di luar sana yang sedang bertanya-tanya seperti apa rasanya bertemu denganmu.
·         Jangan tangisi mereka yang meninggalkanmu demi orang lain. Jika mereka cukup bodoh melepasmu, kamu harus cukup pintar melupakannya.
·         Setiap orang punya masalah. Lebih baik mencari solusi masalahmu dari pada membandingkan masalahmu dengan orang lain.
·         Kadang kamu bertemu seseorang yang sangat berarti dalam hidupmu hanya tuk menyadari pada akhirnya kamu harus melepaskannya.
·         Pikirkan apapun yang akan kamu ucapkan. Karena setiap ucapan yang keluar dari mulutmu, tak akan bisa kamu tarik kembali.
·         Cintai apapun yang ada didunia dengan sewajarnya. Karena apapun yang ada di dunia tak ada yang abadi.
·         Belajar memahami bahwa tak semua keinginan bisa terpenuhi, barangkali obat terbaik tuk mencegah kecewa dan sakit hati.
·         Jangan pernah menyepelekan apapun yang telah kamu miliki, karena mungkin yang kamu miliki itu sangat diinginkan oleh orang lain.

Kamis, 07 November 2013

Tahun Baru Hijriah Tahun Intropeksi Diri (khutbah jumat)


Tahun Baru Hijriah 
Tahun Intropeksi Diri
Khutbah Jum’at Masjid Nurrurahman Widuri
Oleh Ust Hasbullah Ahmad 081366174429
الحمدُ لله الَّذِي كوَّنَ الأشياءَ وأحْكمهَا خَلْقاً، وفتقَ السموات والأرضَ، وكانتا رَتْقاً، وقسَّمَ بحكمتِه العبادَ فأسعدَ وأشْقى، وجعلَ للسعادةِ أسباباً فسَلكهَا منْ كانَ أتْقَى، فَنَظَر بعينِ البصيرةِ إلى العواقبِ فاختارَ ما كَان أبْقَى، أحمدُه وما أقْضِي له بالحمدَ حقَّاً، وأشكُره ولم يزَلْ لِلشُّكر مستحِقَّاً، وأشْهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ الله وحده لا شريكَ له مالكُ الرقاب كلِّها رِقَّاً، وأشهد أنَّ محمداً عبدُه ورسولُه أكمل البشر خُلُقاً وخَلْقَاً صلى الله عليه وعلى صاحبه أبي بكر الصديق الحائز فضائلَ الأتباعِ سَبْقاً، وعلى عُمرَ العادلِ فما يحابِي خَلْقاً، وعلى عثمانَ الَّذِي استسْلَمَ للشهادةِ وما تَوَقَّى، وعلى عليٍّ بائعِ ما يَفْنَى ومشترِي ما يبْقى، وعلى آلِهِ وأصحابِه الناصرينَ لدينِ الله حقاً، وسلَّمَ تسليماً.. أمَّابَعْدُ  أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فقال عزّ من قائل : يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Jama’ah Jumat RahimakumuLLAH
Tahun 1434 H telah berlalu dan 1435 H telah datang, semoga dengan pergantian tahun yang baru penuh harapan dan harus dibarengi dengan sesalan. Marilah kita menyesali terlebih dahulu, berbagai kesalahan yang pernah kita lakukan, maupun berbagai kebaikan yang belum sempat kita kerjakan. Berangkat dari penyesalan itulah kita bangun harapan setinggi-tingginya, harapan untuk mengurangi kesalahan dan menambah berbagai amal kebaikan. Oleh karena itu marilah kita Hijrah, janganlah sampai kita menjadi orang yang merugi. Orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin. Kita harus optimis bahwa hari ini lebih baik dari hari kemarin dan besok akan lebih baik dari pada hari ini. Insya Allah Amin… 
Tentunya hijrah pada saat ini bukanlah hijrah dalam artian berpindahnya dari satu wilayah ke wilayah yang lain. Melainkan, hijrah dalam arti yang luas, seperti hijrah perilaku dan sifat dari buruk menjadi baik, hijrah pemikiran dari dangkal menjadi luas, hijrah dari maksiat kepada takwa, dan sebagainya. Pengejewantahan makna hijrah tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi, keluarga, masyarakat, maupun bangsa sangat diperlukan agar umat Islam dapat kembali meraih kejayaan dan kemajuan seperti era Rasulullah SAW dan sahabat.
Ketika Nabi Muhammad dan para sahabat berhijrah motivasi utama mereka adalah memperoleh ridho Allah SWT, dalam sejarah menjelang hijrah kaum muslimin berada pada posisi yang sangat lemah dan teraniaya, namun keyakinan mereka akan datangnya kemengangan tidak pernah sirna, hal ini disebabkan oleh tebalnya Iman mereka, karena pokok utama yang ditanamkan rasul jauh sebelum hijrah adalah keimanan. Maka Rasul SAW bersabda dalam hadisnya :
إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرىء ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله فمن كانت هجرهه لدنيا يصيبها، أو إلى امرأة ينكحها، فهجرته إلى ما هاجر إليه
Artinya : Setiap pekerjaan harus atau pasti disertai oleh niat. Maka, barang siapa hijrahnya didorong dengan niat karena Allah hijrahnya akan dinilai demikian. Dan barang siapa berhijrah didorong oleh keinginan duniawi atau karena ingin mengawini seorang wanita maka hijrahnya dinilai sesuai dengan tujuan tersebut (HR Bukhari Muslim)

Jama’ah Jumat RahimakumuLLAH
Sebagai keluarga, hijrah yang diperlukan adalah hijrah dalam perilaku dan sistem. Hijrah perilaku maksudnya hijrah dari perilaku yang kurang memperhatikan keluarga dan anak menjadi perilaku yang penyayang, peduli, dan bertanggung jawab. hijrah dari sistem yang tidak mendukung terbentuknya keluarga harmonis dan keluarga jauh dari nilai-nilai agama berubah menjadi sistem yang mengarahkan seluruh anggota keluarga mejadi harmonis, penuh cinta dan kasih sayang, serta dekat dengan Allah. Selain itu, hijrah dalam perilaku pula mencakup sikap kita kepada tetangga. Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa tetangga adalah saudara terdekat kita. Merekalah yang pertama memberikan bantuan ketika kita membutuhkannya. Allah mengingatkan kita untuk selalu menjaga keluarga kita dari siksa api neraka, sebagaimana firmanNya : Artinya  Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS At Tahrim 6)

Jama’ah Jumat RahimakumuLLAH
Sebagai masyarakat, hijrah yang diperlukan adalah hijrah perilaku dan cara pandang. Hijrah dalam konteks ini bertujuan membentuk masyarakat yang saleh, religius, amanah, baik secara perilaku maupun pemikiran. Pada saat ini, kehidupan nyata agak memprihatinkan, baik itu masyarakat maupun elite politik, sering membuat umat Islam terkotak-kotak secara politik, pemikiran, maupun sosial. Oleh karena itu, momentum tahun baru Hijriyah harus dijadikan refleksi untuk mewujudkan umat yang satu dan kuat.
Sedangkan hijrah dalam konteks kehidupan berbangsa adalah hijrah dari pemerintahan yang korup kepada pemerintahan yang bersih, jujur, amanah, dan peduli pada rakyat kecil. Selain itu, hijrah yang diperlukan sebagai bangsa adalah hijrah dari perilaku hukum yang tidak adil menjadi hukum yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. Berhijrah dari nafsu mengorbankan orang lain ke arah semangat perjuangan penuh pengorbanan.

Jama’ah Jumat RahimakumuLLAH
Pergantian tahun baru hijrah mengingatkan kita bahwa jatah hidup kita di dunia ini semakin berkurang. Seorang ulama besar, Imam Hasan Al-Basri, mengatakan, ''Wahai anak Adam, sesungguhnya Anda bagian dari hari, apabila satu hari berlalu, maka berlalu pulalah sebagian hidupmu.'' Dengan makna seperti itu, seharusnyalah kalau pergantian tahun justru mesti kita manfaatkan untuk mengevaluasi (muhasabah) diri. Allah SWT berfirman : ''Wahai orang-orang beriman bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah disiapkan untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kalian kerjakan.'' (QS Al Hasyr 18).

Rasulullah SAW bersabda, yang maksudnya : ''Tidaklah melangkah kaki seorang anak Adam di hari kiamat sebelum ditanyakan kepadanya empat perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dihabiskan, dan tentang ilmunya untuk apa dimanfaatkan.'' (HR Tirmidzi).
Terkait dengan usia itu, Rasulullah menjelaskan,
خَيْرُ النًّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ وَشَرُّ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَ سَاءَ عَمَلُهُ
''Sebaik-baik manusia ialah yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya, sedangkan seburuk-buruk manusia adalah yang panjang umurnya tetapi buruk amal perbuatannya.'' (HR Tirmidzi).

Jama’ah Jumat RahimakumuLLAH
semangat Hijrah Nabi Muhammad SAW merupakan inspirasi dalam melakukan perubahan atau move on dalam kehidupan kita dan inspirasi yang bisa kita ambil dari peristiwa hijrah adalah: (a) perisitwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap muslim; (b) Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang tinggi. Menegakkan aqidah di tengah budaya jahiliyah adalah perjuangan berat; (c) Hijrah mengandung semangat persaudaraan. Kaum Anshor Madinah dengan sepenuh hati menerima kaum Muhajirin Makkah, dan inilah contoh ukhuwah yang sejati.
Maka, Pergantian tahun mengingatkan manusia tentang pentingnya waktu. ''Siapa yang mengetahui arti waktu berarti mengetahui arti kehidupan. Sebab, waktu adalah kehidupan itu sendiri”.Dengan begitu, orang-orang yang selalu menyia-nyiakan waktu dan umurnya adalah orang yang tidak memahami arti hidup. Ulama kharismatik, Syekh Prof Dr Yusuf Qardhawi, dalam bukunya Al-Waqtu fi Hayat al-Muslim menjelaskan tentang tiga ciri waktu. Pertama, waktu itu cepat berlalunya. Kedua, waktu yang berlalu tidak akan mungkin kembali lagi. Dan ketiga, waktu itu adalah harta yang paling mahal bagi seorang Muslim.
Semoga dengan pergantian tahun baru hijrah 1435 ini kita dapat memprogramkan diri dengan benteng keimanan dan mengamalkan dengan nilai keislaman serta muhasabah untuk menggapai Ridho Ilahi. Amin...
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَلِسَائِرِ  الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
 فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ