Jumat, 30 November 2012

الورد بعد الصلاة Wirid Setelah Sholat

الورد بعد لصلاة  جمعه استاذ الحاج حسب الله أحمد
Bacaan Wirid Setelah Sholat
(Di Kutip dari Buku Mewujudkan Ketenangan Jiwa)
أَسْتَغْفِرُ اللهَ (ثَلاَثاً) اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَـا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
“Aku minta ampun kepada   Allah “(dibaca tiga kali), “ Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan dari-Mu keselamatan, Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mulia “.[1]

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، لاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
“Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya puji dan bagi-Nya Kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang mampu memberi apa yang Engkau cegah. Nasib baik seseorang tiada berguna untuk menyelamatkan ancaman dari-Mu.[2]

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
“Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Baginya nikmat, anugerah, dan pujaan yang baik. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, sekalipun orang-orang kafir membencinya “.[3]

سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَاللهُ أَكْبَرُ (ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْـدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Maha Suci Allah, Segala puji bagi Allah, Allah Maha Besar “ (di-baca 33 kali), “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian dan Dia berkuasa atas segala sesuatu “. [4]

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اللَّهُ أَحَدٌ {1} اللَّهُ الصَّمَدُ {2} لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ {3} وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ{4} بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ {1} مِن شَرِّ مَاخَلَقَ {2} وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ {3} وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فيِ الْعُقَدِ {4} وَمِن شَرِّحاَسِدٍ إِذَا حَسَدَ {5} بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ بِرَبِّ النَّاسِ {1} مَلِكِ النَّاسِ {2} إِلَهِ النَّاسِ {3} مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ {4} الَّذِي يُوَسْوِسُ فيِ صُدُورِ النَّاسِ {5} مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ {6}
Dibaca setiap selesai shalat fardhu’.[5]

اللهُ لآَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَنَوْمُُ لَّهُ مَافِي السَّمَاوَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَابَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَاخَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah), melainkan Dia yang hidup kekal, lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa seizin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.[6]
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ (عَشْرَ مَرَّاتٍ بَعْدَ صَلَاةِ اْلمَغْرِبِ وَالصُّبْحِ)
“Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian, Dia Menghidupkan dan Mematikan dan Dia berkuasa atas segala sesuatu”, Dibaca sepuluh kali setelah shalat Maghrib dan Subuh.[7]
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً نَافِعاً، وَرِزْقاً طَيِّباً، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً    ( بَعْد السَّلاَمِ مِنْ صَلاَةِ الفَجْر)
 “Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezki yang baik dan amal yang diterima" Diucapkan setelah salam khusus shalat Subuh.[8]



[1]. Muslim: 1/414.
[2]. Bukhari: 1/225, Muslim: 1/414.
[3]. Muslim: 1/415.
[4]. Muslim: 1/418, “Siapa yang mengucapkannya selesai shalat, Aku (Allah) ampuni kesalahan-kesalahannya walaupun sebanyak buih di lautan”.
[5]. Abu Daud: 2/68, lihat Shahih Tirmidzi: 2/8, ketiga surat tersebut disebut juga “Al Mu’awwizaat”, lihat Fathul baari: 9/62.
[6].“Siapa yang membacanya sehabis shalat tidak ada yang menghalanginya masuk surga kecuali kematian”, Nasa’i dalam Amalul Yaumi Walailah, no: 100, Ibnu Sunny, no. 121, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Jami’: 5/339, dan Silsilah Hadits Shahih: 2/697, no. 972.
[7]. HR. Tirmidzi: 5/515, Ahmad: 4/227, lihat takhrijnya dalam Zadul Ma’aad: 1/300.
[8]. Ibnu Majah dan lainnya. Lihat Shahih Ibnu Majah: 1/152 dan Majmauzzawa’id: 10/111.

Rabu, 28 November 2012

Radikalisme Dalam Pandangan Islam

Radikalisme dalam Pandangan Islam
 Ust H Hasbullah Ahmad Dosen Tafsir Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi

Makna Radikalisme
Radikal dalam bahasa Indonesia berarti amat keras menuntut perubahan. Sementara itu, radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan sosial dan politik dengan cara drastis dan kekerasan.

Radikalisme Agama
Istilah radikalisme atau terorisme sering sengaja atau tidak dialamatkan kepada umat Islam, hal ini merupakan semacam kecelakaan sejarah. Menjadi demikian karena memang posisi Islam sebagai kekuatan peradaban sedang berada di buritan.

Umat Islam sangat tersudut, karena pelaku teroris mayoritas beragama Islam dan dalam aksinya selalu menggunakan simbol-simbol Islam. Bahkan, media massa yang didominasi oleh media Barat menuduh Islam sebagai basic Idea dari terorisme, dan pesantren-pesantren yang banyak tersebar di Indonesia dituding sebagai sarang teroris.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan radikalisme?
Dalam sebuah buku sederhana berjudul Islam dan Radikalisme (2004), Rahimi Sabirin menjelaskan bahwa radikalisme adalah pemikiran atau sikap keagamaan yang ditandai oleh empat hal, yaitu: (1) sikap tidak toleran, tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain, (2) sikap fanatik, yaitu selalu merasa benar sendiri (paling benar), menganggap orang lain salah, (3) sikap eksklusif, yaitu membedakan (memisahkan) diri dari kebiasaan umat Islam kebanyakan, dan (4) sikap revolusioner, yaitu cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan.

Umumnya radikalisme muncul dari pemahaman agama yang tertutup dan tekstual. Kaum radikal selalu merasa sebagai kelompok yang paling memahami ajaran Tuhan, karena itu mereka suka mengkafirkan orang lain atau menganggap orang lain sebagai sesat. Dalam sejarahnya, terdapat dua wujud radikalisme, yaitu (1) radikalisme dalam pikiran, yang sering disebut sebagai fundamentalisme, dan (2) radikalisme dalam tindakan, yang sering disebut sebagai terorisme.

Sejak kapan radikalisme muncul?
Sikap fanatik, intoleran dan eksklusif dalam masyarakat Islam pertama kali ditampakkan oleh Kaum Khawarij sejak abad pertama Hijriyah.  Kaum Khawarij pada mulanya merupakan pengikut Khalifah Ali bin Abu Thalib (sering disebut sebagai kelompok Syi’ah). Sejarah tentang Khawarij berawal dari perang Shiffin. yaitu perang antara pasukan Ali melawan pasukan Muawiyah, pada tahun 37 H/648 H.

Ketika perang berlangsung dan kelompok Ali hampir memenangkan perang, Muawiyah menawarkan perundingan sebagai penyelesaian permusuhan. Ali menerima tawaran Muawiyah. Kesediaan Ali untuk berunding menyebabkan kurang lebih empat ribu pengikut Ali memisahkan diri dan membentuk kelompok baru yang dikenal dengan Khawarij (artinya keluar atau membelot). Kelompok ini menolak perundingan. Bagi mereka, permusuhan hanya bisa diselesaikan dengan Kehendak Tuhan, bukan perundingan.  Karena kelompok Ali melakukan perundingan, maka dianggap sebagai kafir, dan dituduh sebagai pengecut. Kafir dan pengecut dipakai oleh kelompok Khawarij untuk kelompok-kelompok moderat. Kelompok Khawarij pun melalukan teror dan kekerasan terhadap orang-orang Islam yang tidak sependapat dengan mereka. Mereka bahkan memasukkan JIHAD sebagai  RUKUN IMAN.  Dan, Ali bin Abu Thalib pun dibunuh oleh seorang Khawarij –Ibnu Muljam– ketika sedang shalat subuh.

Pemikiran dan sikap keagamaan model Khawarij ternyata diteruskan oleh faham Wahabi di Arab Saudi pada abad ke12 H/18 M yang dipimpin oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Gerakan ini bermaksud memurnikan ajaran Islam, dan menuduh kaum muslim yang tidak sependapat dengan mereka disebut sebagai Islam sesat, tidak asli, atau menyimpang.

Sampai sekarang, radikalisme Islam terus berkembang. Radikalisme demikian tidak mudah dihilangkan karena terkait dengan pemahaman teologi dan syariat Islam yang kaku. Kekuasaan Barat yang semakin dominan menguasai Islam, menjadikan kekuatan radikalisme ini semakin menguat.

Menjinakkan Radikalisme dan Terorisme
Untuk menjinakkan terorisme dan radikalisme memerlukan pendekatan, pemikiran dan strategi yang cerdas, komprehensif dan integratif. Memerlukan sinergi oleh banyak pihak dan peran, baik untuk tingkat nasional, regional maupun global.  

Pertanyaan yang wajib diketengahkan terlebih dahulu adalah, bahwa perang terbuka melawan terorisme telah sejak lama digalakkan dengan berbagai cara dan menelan biaya melimpah. Densus 88 dibentuk, pengejaran, pengepungan, saling baku tembak bak dalam film sering kita saksikan, lalu hukuman mati ditegakkan.  Namun, kenapa terorisme  tak pernah habis, bahkan semakin subur, cerdas, sistematis, kreatif dan inovatif? Kenapa begitu? Karena terorisme dan radikalisme, khususnya yang berkedok agama, memiliki akarnya. Dan perang terbuka seperti tergambar di atas tak mampu membunuh akarnya. Akarnya masih tetap hidup dan terus menumbuhkan duri-duri terorisme dan radikalisme kembali. 

Akarnya banyak dan kadang sulit terbaca. Salah satunya adalah ideologi dan doktrin keliru yang telah mencuci otak para teroris dan radikalis sehingga hal keliru dianggap  benar, pembunuhan dianggap jihad. Akhirnya, mereka pun tak segan-segan melakukan perbuatan bodoh berupa teror dan radikal meskipun harus menghilangkan nyawa sendiri. Ironisnya, ideologi itu dengan sangat mudahnya mereka dapatkan dari para pengasongnya dengan cuma-cuma, bahkan sengaja dipaksakan tertanam dalam otak mereka. Bisa secara oral, melalui kitab (baca-buku), media, dan yang paling gencar adalah melalui internet. Jika akarnya adalah ideologi tentu logis jika teroris dan radikalis terus merajalela meskipun telah berulangkali ditangkapi dan dibunuhi. Karena yang terbunuh hanyalah raga semata sementara ideologinya tetap bergentayangan. Dan, untuk membunuh ideologi kita memerlukan pisau ideologi lain yang lebih tajam.

Begitulah, bahwa untuk memerangi terorisme dan radikalisme memang membutuhkan peran dari banyak elemen. Tapi peran paling fital adalah yang seharusnya dilakukan oleh para ulama. Karena serangan yang paling kuat dalam upaya meradikalkan seseorang menjadi teroris adalah ideologi. Seperti memetakan teks-teks keagamaan yang telah diselewengkan kemudian dijadikan justifikasi atas tindak terorisme dan radikalisme. Kemudian menginterpretasikan teks-teks tersebut secara toleran dan moderat.


Reinterprestasi ayat al-Qur'an
Dalam al-Qu`ran dan Hadis bertebaran keterangan yang menjelaskan keutamaan berjihad, etika berjihad, serta tujuan dan strategi jihad. Nampaknya ayat-ayat dan hadis-hadis inilah yang menjadi motivasi utama Radikalis atau Teroris (para pelaku bom bunuh diri di Indonesia), tanpa Interprestasi yang komprehensif atau dengan interprestasi kaku. Seperti pada Surah al-Nisâ’/4:74 dan 76:
فَلْيُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِاْلأَخِرَةِ وَمَن يُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.” (74)
الَّذِينَ ءَامَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَآءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.” (76)

Selain kedua ayat di atas, pada Surah al-Anfâl/8: 39 juga diterangkan tentang perintah berperang melawan kaum kafir, dan ayat ini yang dijadikan oleh Imam Samudera dan kawan-kawannya sebagai dasar gerakannya. Yaitu;
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَتَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ للهِ فَإِنْ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرُُ
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan”

Re-Interprestasi Hadis
Rasulullah bersabda, “Keluar di pagi hari atau siang hari (untuk berjihad) fi sabilillah adalah lebih baik dari pada dunia dan seluruh isinya.” (Muttafaq ‘Alaih dari Anas bin Malik)

Rasulullah bersabda, “Demi (Allah) Dzat Yang menggenggam jiwaku, sungguh aku ingin terbunuh (dalam berjihad) fi sabilillah, kemudian aku dihidupkan, lalu aku terbunuh lagi, lalu dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi, lalu dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi.” (HR. Al-Bikhari dari Abu Hurairah)

Rasulullah bersabda, “Demi (Allah) Dzat Yang menggenggam jiwaku, tiada seseorang terluka (dalam jihad) fi sabilillah, dan Allah Maha Tahu siapa yang terluka dalam jihad fi sabilillah, kecuali ia datang pada hari kiamat, tubuhnya berwarna merah seperti darah dan aroma tubuhnya seperti minyak misk.” (HR. Muttafaq ‘Alaih dari Abu Hurairah)

Ummu Haritsah binti Saraqah menanyakan kabar anaknya yang bernama Haritsah yang wafat terkena panah nyasar kepada Rasulullah saw., “Kalau dia sekarang berada di surga, aku akan bersabar,” ungkapnya. “Dan kalau dia sekarang tidak di surga, maka aku akan meratapinya.” Rasulullah menjawab, “Ya Ummu Haritsah, putramu sekarang berada di surga firdaus yang tertinggi.” (HR. Al-Bukhari)

Rasulullah bersabda, “Ketahuilah, bahwa surga berada di bawah bayangan pedang” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Abu Aufa)

Kamis, 08 November 2012

Khutbah Jumat tentang Bahaya KDRT

BAHAYA KDRT DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh H Hasbullah Ahmad 081366174429
 الحمدُ لله معطي الجزيلَ لمنْ أطاعه ورَجَاه، وشديد العقاب لمن أعرضَ عن ذكره وعصاه، اجْتَبَى من شاء بفضلِهِ فقرَّبَه وأدْناه، وأبْعَدَ مَنْ شاء بعَدْلِه فولاَّه ما تَولاَّه، أنْزَل القرآنَ رحمةً للعالمين ومَنَاراً للسالِكين فمنْ تمسَّك به نال منَاه، ومنْ تعدّى حدوده وأضاع حقُوقَه خسِر دينَه ودنياه، أحْمدُه على ما تفضَّل به من الإِحسانِ وأعطاه، وأشْكره على نِعمهِ الدينيةِ والدنيويةِ وما أجْدَرَ الشاكرَ بالمزيدِ وأوْلاه،  وأصلِّي وأسَلِّم على نبينا محمدٍ عبدِه ورسولِه المُصْطَفَى وأشهد أنْ لا إِله إلاَّ الله وحده لا شريك له الكاملُ في صفاتِهِ المتعالي عن النُّظَراءِ والأشْباءه، وأشهد أنَّ محمداً عبدُه ورسولُه الَّذِي اختاره على البشر واصْطفاه، صلَّى الله عليه وعلى آلِهِ وأصحابه والتابعينَ لهم بإِحسانٍ ما انْشقَّ الصبحُ وأشْرقَ ضِياه، وسلَّم تسليماً كَثِيْرًا. أمَّابَعْدُ  فيا ايها الناس اتقوالله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون.
Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Semoga Jumat ini Allah berkahi kita dengan Rahmat dan Ridhonya untuk kita semua dan sholawat yang kita lantunkan sebagai modal syafaat bagi kita baik didunia maupun kelak di Akhirat. Amin Ya Rabbal Alamin.
Jama'ah sekalian yang dirahmati Allah…Rumah adalah tempat yang aman, tempat dimana kehangatan selalu bersemi. Di dalamnya terdapat pasangan suami istri yang saling mencintai, dan anak- anak sebagai belahan jiwa kedua orang tuanya. Namun yang terjadi bukanlah demikian, seringkali dijumpai di tempat ini tindak kekerasan yang dilakukan seorang suami kepada istrinya, seorang istri kepada suaminya, ayah/ibu kepada anaknya. Tindakan kekerasan yang sedemikian inilah yang disebut dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). KDRT biasanya tidak pernah tersiar keluar sehingga menjadi bentuk kekerasan terselubung yang selalu menjadi problem. Hal ini terjadi karena adanya anggapan sebagian besar masyarakat bahwa permasalahan rumah tangga adalah masalah internal, tabu, dan sakral untuk membicarakan urusan rumah tangga sendiri keluar; bahkan ada yang beranggapan bahwa rumah tangga itu adalah kawasan yang tidak boleh dimasuki oleh orang lain.

Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Dalam konteks rumah tangga, bentuk- bentuk kekerasan memang seringkali terjadi, baik yang menimpa istri, anak- anak, pembantu rumah tangga, kerabat ataupun suami. Misal ada suami yang memukuli istri dengan berbagai sebab, ibu yang memukul anaknya karena tidak menuruti perintah orang tua, atau pembantu rumah tangga yang dianiaya majikan karena tidak beres menyelesaikan tugasnya. Semua bentuk kekerasan dalam rumah tangga itu pada dasarnya harus dikenai sanksi karena merupakan bentuk kriminalitas (jarimah)

Perlu digarisbawahi bahwa dalam konteks rumah tangga, suami memiliki kewajiban untuk mendidik istri dan anak- anaknya agar taat kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
"Wahai orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu ari api neraka". (Q.S. at- Tahrim, 66:6).

Dalam mendidik istri dan anak- anak ini, bisa jadi terpaksa dilakukan dengan "pukulan". Nah, "pukulan" dalam konteks pendidikan atau ta'dib ini dibolehkan dengan batasan- batasan dan kaidah tertentu yang jelas. Kaidah itu antara lain: pukulan yang diberikan bukan pukulan yang menyakitkan, apalagi sampai mematikan; pukulan hanya diberikan jika tidak ada cara lain (atau semua cara sudah ditempuh) untuk memberi hukuman/ pengertian; tidak boleh memukul ketika dalam keadaan marah sekali (karena dikhawatirkan akan membahayakan); tidak memukul pada bagian- bagian tubuh vital semisal wajah, kepala dan dada; tidak boleh memukul lebih dari tiga kali pukulan (kecuali sangat terpaksa sekali dan tidak melebihi sepuluh kali pukulan); tidak boleh memukul anak di bawah usia 10 tahun; jika kesalahan baru pertama kali dilakukan, maka diberi kesempatan bertobat dan minta maaf atas perbuatannya, dan lain- lain.

Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Dengan demikian jika ada seorang ayah yang memukul anaknya (dengan tidak menyakitkan) karena si anak sudah berusia 10 tahun lebih namun belum mengerjakan sholat, tidak bisa dikatakan ayah tersebut telah menganiaya anaknya. Toh sekali lagi, pukulan yang dilakukan bukanlah pukulan yang menyakitkan, namun dalam rangka mendidik.

Demikian pula istri yang tidak taat kepada suami atau nusyuz, maka tidak bisa disalahkan jika suami memperingatkan dengan 'pukulan' yang tidak menyakitkan. Atau istri yang melalaikan tugasnya sebagai ibu rumah tangga karena disibukkan berbagai urusan di luar rumah, maka bila suami melarangnya keluar rumah bukan berarti bentuk kekerasan terhadap perempuan. Dalam hal ini berarti suami bukan menganiaya istri melainkan justru untuk mendidik istri agar taat kepada syariat Islam.

Semua itu dikarenakan istri wajib taat kepada suami selama suami tidak melanggar syara'. Rasulullah SAW menyatakan :
إِذَا صَلَتْ المَرْأَةُ وَقْتَهَا وَ صَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وأَطَاعَتْ زَوْجَهَا  فَقُلْ لَهَا أُدْخُلِى الجَنَّةَ بِمَا شِئْتِ (رواه أحمد)
"Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya : Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai" (HR. Ahmad).

Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Namun disisi lain, selain kewajiban taat kepada suami, wanita boleh menuntut hak- haknya seperti nafkah, kasih sayang, perlakuan yang baik dan sebagainya. Seperti firman Allah SWT:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
" Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf (Q.S. Al Baqarah, 2 : 228)

Kehidupan rumah tangga adalah dalam konteks menegakkan syariat Islam, menuju ridho Allah SWT. Suami dan istri harus saling melengkapi dan bekerja sama dalam membangun rumah tangga yang harmonis menuju derajat takwa. Allah SWT berfirman :
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ
" Dan orang- orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q.S. At- Taubat, 9:71)

Sejalan dengan itu dibutuhkan relasi yang jelas antara suami dan istri, dan tidak bisa disamaratakan tugas dan wewenangnya. Suami berhak menuntut hak-haknya, seperti dilayani istri dengan baik. Sebaliknya, suami memiliki kewajiban untuk mendidik istri dan anak- anaknya, memberikan kasih sayang, memberikan nafkah yang layak dan memperlakukan mereka dengan cara yang ma'ruf.

Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah.
Faktor KDRT biasanya disebabkan oleh dua hal pertama, faktor individu yakni tidak adanya ketakwaan pada individu, lemahnya pemahaman terhadap relasi suami isteri dalam rumah tangga, dan karakteristik individu yang temperamental adalah pemicu bagi seseorang untuk melanggar hukum syara’ termasuk melakukan tindakan KDRT. Kedua, faktor sistemik yaitu kekerasan yang terjadi saat ini sudah menggejala menjadi penyakit sosial di masyarakat, baik di lingkungan domestik maupun publik. Kekerasan yang terjadi bersifat struktural yang disebabkan oleh berlakunya sistem yang tidak menjamin kesejahteraan masyarakat, mengabaikan nilai-nilai ruhiyah dan menafikan perlindungan atas eksistensi manusia. Tak lain dan tak bukan ialah sistem kapitalisme-sekuler yang memisahkan agama dan kehidupan

Ada banyak langkah yang harus segera kita lakukan. Dua belah pihak suami dan istri harus bersama-sama berusaha untuk menjauhkan diri terlibat dengan KDRT. Walaupun, aktor penting dalam masalah ini adalah suami, akan tetapi istri juga berpeluang menciptakan KDRT. Langkah-langkah untuk menanggulangi KDRT, antara lain adalah:

Pertama, Landasan keimanan. Makanya, antara suami dan istri harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Insya Allah, manakala suami sholeh dan istri sholehah akan jauh dari KDRT.  Sebagai contoh, lagi ada masalah dengan suami/istri. Tetapi karena suami/istri rajin shalat apalagi dengan berjamaah maka masalah akan mereda setelah shalat. Arif dan bijaksana dalam bersikap akan hadir bagi suami/istri yang dekat dengan Allah. Rumah tangga Rasulullah SAW menjadi contoh bagi kita.

Kedua, Reinterpretasi atau penafsiran ulang terhadap legalitas pemukulan. Tindak kekerasan yang berbentuk penganiayaan terhadap istri dianggap sudah merupakan hal yang biasa. Ironisnya, tafsir agama seringkali dipakai sebagai unsur pembenaran. Naudzu biLLAH

Ketiga, Menyadari akan akibat buruk dari KDRT. Ada beberapa akibat buruk : Suami bisa dituntut ke Pengadilan karena penyerangan terhadap istri merupakan tindakan melanggar KUHP. Rumah Tangga menjadi berantakan Broken Home. Mengakibatkan gangguan mental kejiwaan terhadap istri dan juga anak. Keempat, melanggar syari'at agama. Agama mengajarkan untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah bukan keluarga yang dihiasi dengan pemukulan dan penganiayaan. Begitulah yang difirmankan Allah dalam al-Qur'an surah ar-Rum ayat 21 :
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)

Khusus bagi para suami berlaku lemah lembutlah kepada istri dan khususnya juga kepada para istri. Berusahalah untuk menjadi istri sholehah. Rasulullah juga pernah mengingatkan kepada kita semua, khususnya para suami :
إِسْتَوْصُوْا النِّسَاءَ خَيْرا
Bersikap lemah lembut dan baiklah kepada istri-istrimu. (HR Muslim)

Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah.
Jika masing- masing, baik suami maupun istri menyadari perannya dan melaksanakan kewajibannya sesuai syariat Islam, niscaya tidak dibutuhkan kekerasan dalam menyelesaikan perjalanan biduk rumah tangga (KDRT) dapat terhindarkan karena biduk rumah tangga dibangun dengan pondasi syariat Islam, dikemudikan dengan kasih sayang dan diarahkan oleh peta iman. Semoga Allah mewujudkan keluarga kita semua menjadi keluarga Sakinah Mawadddah Wa Rahmah. Insya Allah Amin ya Rabbal Alamin
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ

Ust Dr (candidate) H Hasbullah Ahmad, MA
Dosen Tafsir Hadis IAIN STS Jambi
081366174429

Rabu, 24 Oktober 2012

Khutbah Idul Adha 1433 H Ust H Hasbullah Ahmad


Khutbah Idul Adha 1433 H
Oleh Ust H. Hasbullah Ahmad, S.Th.I, MA

روح البذل و التضحية والمجاهدة
(Spirit Berbagi, Berkorban dan Berjuang)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ أكْبَرُ × 9 اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.
الحمدُ لله الَّذِي أرْشَدَ الخلقَ إلى أكْملِ الاداب، وفتَحَ لهم من خزائنِ رحمتِهِ وجودِهِ كُلَّ باب، أنَار بصائرَ المؤمنينَ فأدركوا الحقائقَ وطلبُوا الثَّواب، وأعْمَى بصائرَ المُعْرِضين عن طاعتِهِ فصار بينهم وبين نوره حجاب، هدى أولئك بفضله ورحمته وأضلَّ الآخرين بعدله وحكمته، إن في ذلك لذِكْرى لأولى الألبَاب، وأشْهدُ أنْ لا إِله إِلاَّ الله وحده لا شريكَ له، له الملكُ الْعَزيزُ الوَهَّاب، وأشْهدُ أنَّ محمداً عبده ورسولهُ المبعوثُ بأجَلِّ العباداتِ وأَكمَلِ الآداب، صلَّى الله عليه وعلى جميع الالِ والأصْحَاب، وعلى التابعين لَهم بإحْسَانٍ إلى يومَ المَآب أما بعد، أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُورُ


الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Pada pagi yang berbahagia ini, sembari bertakbir menyebut Asma Allah. Takbir bukan hanya untaian kalimat yang keluar dari mulut namun tanpa makna. Takbir adalah mengagungkan Allah dengan memperhatikan rumah Nya atas rumah kita. Takbir adalah mengagungkan Allah dengan membuang sifat kesombongan yang melekat pada diri kita. Tampaknya takbir kita  hanya terbatas pada formalitas acara-acara tertentu. Kita sering bertakbir bahkan takbir Akbar, namun panggilan Allah untuk sholat berjamaah selalu kita anggap kecil. Bahkan rumah Allah ( masjid ) kita biarkan roboh, bocor, berdebu, kotor dan tidak terawat sementara rumah-rumah kita megah mewah dan selalu indah. Al Qur’an hanya kita jadikan sebagai Syair yang didendangkan ketika ada hajatan dan perlombaan namun Koran selalu kita jadikan pedoman. Apakah dengan begitu kita pantas disebut sebagai orang yang telah bertakbir? نعوذ بالله

Padahal Takbir Pagi ini kita kembali diingatkan oleh Allah untuk meneladani perjuangan dan ketabahan nabi Ibrahim yang telah diabadikan dalam Al-Qur’an. Sejarah rasul yang berjuluk kekasih Allah (خليل الله) dan juga Bapaknya Para Nabi (أبو الأنبياء) ini, ditulis dengan tinta emas di dalam buku-buku sejarah. Sikap tabah dan teguhnya dalam menjalankan perintah Allah, telah menjadikan nabi Ibrahim sebagai panutan umat sepanjang zaman.

Pernyataan adanya keteladanan Nabiyullah Ibrahim ini diabadikan oleh Allah dalam firman-Nya,

 “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan-nya “ (QS. Al-Mumtahanah : 4)

Sementara, tentang keharuman namanya sepanjang zaman, pun Allah telah menuturkan dalam firman-Nya,

Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. “ (QS. As-Shofat : 108)

Dalam dua ayat ini, sangat jelas bahwa, ternyata Allah sedemikian memuliakan Nabi Ibrahim. Sehingga Beliaulah yang menjadi bapak para Nabi. Lalu mengapakah Allah demikian memuliakannya? Apakah karena keturunannya, ataukah karena hartanya, atau kah karena kekuatannya, keperkasaannya? 0wwh, ternyata bukan. Rupanya Ibrahim dikenang hingga akhir zaman karena keteguhannya memegang amanah Allah, dan kerelaannya mengorbankan segala miliknya demi Allah SWT.

الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Hadirin jamaah Idul Adha rahimakumullah
Sejarah hidup Nabi Ibrahim adalah sejarah manusia yang sukses dalam menjalani hidup, meski ia berangkat dari nol. Sukses berdakwah dalam kondisi sulit dan sukses menjaga amanah ketika telah mulai memanen hasil jerih keringat dakwahnya.

Ia memulai Dakwah sebagai seseorang yang harus berhadapan dengan penguasa yang dzalim dan kuat.
Harus melewati hukuman yang berat dan tidak memungkinkannya selamat, kecuali atas izin Allah, SWT.

Setia menjaga isterinya yang sedang mengandung keturunannya, menemaninya hingga ke sebuah tempat yang sangat jauh dari daerahnya semula. Menjalani kehidupan dengan normal dan tetap menyerukan ayat-ayat Allah dengan bijaksana, agar umatnya tak kembali lagi ke jalan yang tak di ridhoi Allah.

Akan tetapi saudara-saudara sekalian, bagi Nabi Ibrahim, cobaan yang demikian rupanya belumlah seberapa………… ternyata, cobaan terberatnya adalah ketika ia harus merelakan putera tercintanya Ismail
عليه السلام, untuk dikorbankan, kepada Allah dengan cara disembelih. Putera yang beberapa waktu setelah kelahirannya segera ditinggalkan untuk memenuhi seruan Allah SWT. Kerelaan Nabiyullah Ibrahim untuk menyembelih puteranya inilah yang terus kita peringati hingga sekarang sebagai Idul Adha atau Idul Qurban.

الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah.
Dalam konteks sekarang ini, pengorbanan Nabi Ibrahim tersebut harus tetap kita apresiasikan. Dalam berbagai macam cara seperti menjalankan haji bagi yang mampu serta berkurban hewan ternak bagi umat Islam yang memiliki cukup kelebihan harta untuk melaksanakannya. Bahkan Rasulullah saw memerintahkan berkurban dengan bahasa yang tegas dan lugas bahkan disertai ancaman. Ancaman untuk tidak dekat-dekat dengan tempat shalat atau dengan istilah lain tidak diakui menjadi umat Nabi Muhammad SAW.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلانَا
“Dari Abu Hurairah ra., nabi Muhammad saw bersabda, “Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia menghampiri (mendekati) tempat shalat kami”. (Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).

Berkurban tdk sekedar mengalirkan darah binatang ternak, tdk hanya memotong hewan kurban, namun lebih dari itu, berkurban berarti ketundukan total terhadap semua perintah Allah swt & sikap menghindar dari hal-hal yang dilarang-Nya.

Berkurban adalah berarti wujud ketaatan dan peribadatan seseorang, dan karenanya seluruh sisi kehidupan seseorang bisa menjadi manifestasi sikap berkurban

Namun demikian, kita juga harus senantiasa menginterpretasikan keteguhan ketaatan dan katabahan dalam kisah nabi Ibrahim tersebut zaman kita hidup saat ini. Ketabahan Ibrahim untuk merelakan puteranya dapat kita wujudkan dalam kerelaan kita untuk berbagi kebahagiaan dengan para tetangga, lingkungan dan saudara-saudara umat Islam lainnya di manapun mereka berada.

الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah.
Rasanya akan terhiris hati kita ketika saudara kita sesama muslim tertimpa musibah, banyak diantara mereka kehilangan orang tercinta dan harta-harta mereka. seperti terhirisnya hati kita ketika melihat fenomena dua anak yang berbeda latar belakang, yang satu anak yang kaya lengkap dengan berbagai kemewahan, ketika hari raya tiba mereka dengan semangat menyampaikan kepada kedua orang tua mereka ”Pa... belikan sepatu baru”, si ayahpun dengan tegas menjawab ”nanti ayah belikan” terus kembali lagi meminta kepada ibundanya ”ma... belikan adek baju baru dong” si ibupun menjawab dengan lugas ”ya pasti mama belikan yang paling bagus”... dan banyak lagi permintaan lain yang dipintanya semua terkabulkan karena kemewahan dan kekayaan yang mereka miliki.
Sementara disisi lain seorang anak yatim piatu tanpa ayah dan ibu, ayah dan ibunya meninggal karena Musibah ketika hari raya tiba mereka hanya bisa menghadiri pusara ayah dan ibunya dengan semangat sambil membacakan al Fatihah sebagai dedikasi cinta kepada kedua orang tuanya, sembari mengucapkan diatas pusara ayahnya : ” Yah... sepatu yang ayah belikan dulu sudah usang dan rusak, maukan ayah belikan adek sepatu baru... yang diterima hanyalah tiupan angin sepoi-sepoi, lalu berlanjut ke pusara ibundanya sambil bergumam : ”mak... baju adek sudah jelek mak, maukan mak belikan adek baju baru, kawan-kawan adek pake baju baru semua” tiada sedikitpun jawaban yang diterima namun sianak tetap bahagia walau hampa tanpa jawaban. SubhanaLLAH wa AstaghfiruLLAH. Maka melalui Ibadah Qurban, Zakat Mal, Infaq, Shadaqah dan bantuan yang telah kita tunaikan bisa menjadi penyambung silaturahim dan perwujudan nilai kepekaan bagi diri kita dalam kehidupan bermasyarakat untuk dapat memahami bagaimana susahnya fakir dan miskin dan orang yang tertimpa musibah melawan jalan kehidupan yang penuh duri ini. 

الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah
Berkurban juga berarti upaya menyembelih hawa nafsu dan memotong kemauan syahwat yang selalu menyuruh kepada kemungkaran dan kejahatan. Seandainya sikap menyembelih hawa nafsu ini dimiliki oleh umat Islam, subhanallah, umat Islam akan maju dalam segalanya. Betapa tidak, bagi yang berprofesi sebagai guru, ia berkurban dengan ilmunya. Pengusaha ia berkurban dengan bisnisnya yang fair dan halal. Politisi ia berkurban demi kemaslahatan umum dan bukan kelompoknya. Pemimpin ia berkurban untuk kemajuan rakyat dan bangsanya bukan untuk pribadinya dan begitu seterusnya.
Kita berani menyembelih kemauan pribadi yang bertentangan dengan kemauan kelompok, atau keinginan pribadi yang bertentangan dengan syariat. Bahkan kemauan kelompok namun bertentangan dengan perintah Allah swt. Dengan semangat ini, bentuk-bentuk kejahatan akan bisa diminimalisir bahkan dihilangkan di bumi pertiwi ini. Karena itu Allah swt menegaskan dalam firman-Nya,

”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Hajj:37)

الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah Idul Adha Rahimakumullah
Namun apa yang kita saksikan dewasa ini. Jiwa pengorbanan pada banyak kalangan telah digeser oleh semangat atau nafsu mengorbankan orang lain. Bahkan sebetulnya Perhatikan saja kemelut di layar kaca dirumah kita, Perang terbuka di  media massa, baik itu korupsi, tuduh menuduh, kemaksiatan dan lain-lain makin membuat kita prihatin. Dari kasus ke kasus yang makin ruwet bagai gulungan benang kusut. Naudzubillah Analisis secara yuridis dan sosiologis tidak mampu membawa peta masalah makin terang benderang. Hanya satu pisau analisis yang mampu memposisikan dan memahami masalah yang ada secara mendasar dan tepat. Yaitu analisis mental dan moral manusia. Secara mental ada kerusakan yang serius, yaitu hilangnya kejujuran ”الصدق”, dan diputusnya ketertautan antara apa yang diperbuat di dunia ini dengan kesadaran terhadap negeri akhirat. Dengan absennya kejujuran maka yang menggantikannya adalah kedustaan ”الكذب”. Kalau sudah begitu, tidak ada lagi orang yang mau mengakui kesalahan malah justeru menyalahkan pihak lain, dan ujung-ujungnya mengorbankan pihak lain demi  membela akuisme personal (diri sendiri) atau egoisme lembaga. Dalam konteks ini Rasulullah saw telah memberikan peringatan dengan sabdanya:
إِيّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإن الكذب يهدى الى الفجور وإن الفجور يهدى الى النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرّى حتّى يكتب عند الله كذّابا
”Hati-hati dengan dusta, sebab dusta akan membawa pada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa akan menyeret ke naraka. Seseorang berulang kali berdusta hingga terbentuk sifat  dan dituliskan sebagai pendusta” (Riwayat Muslim)

الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah Idul Adha Rahimakumullah
Kini Allah memanggil kita, menuntut ketaatan total kita kepada-Nya. Ketaatan itu menuntut kita untuk berkorban; mengorbankan apa saja yang kita miliki demi menggapai ridha-Nya. Hanya dengan pengorbanan demi ketaatan itulah, kita akan meraih kembali kemuliaan hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat. Inilah saatnya kita berkorban. Tampil ke depan membawa panji-panji Islam. Berjuang dengan segenap daya dan kemampuan menyonsong kemengan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hari ini kita diperintahkan berkurban, yang semestinya menjadi عبرة atau pelajaran, dalam memberikan pengorbanan kita yang lain. Tidak hanya berhenti pada penyembelihan kambing, sapi, atau unta. Namun pengorbanan harta, waktu, jiwa dan raga kita demi tegaknya agama Allah di muka bumi. Ingatlah, wahai kaum Muslim, bahwa untuk itulah Nabi bersumpah tidak akan pernah mundur walau selangkah, sampai Islam menang atau baginda saw. binasa:
وَاَللّهِ لَوْ وَضَعُوا الشّمْسَ فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الأَمْرَ حَتّى يُظْهِرَهُ اللّهُ أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ
”Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan (agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya.” (Hr. Ibn Hisyam)

Jama’ah Idul Adha yang dirahmati Allah. Seseorang menjadi besar karena jiwanya besar. Tidak ada jiwa besar tanpa jiwa yang punya semangat berkorban. Berkat  روح البذل و التضحية والمجاهدة (ruhul badzli wal tadlhiyah wal mujahadah) atau spirit berbagi, berkorban dan berjuang, ummat ini telah menjadi ummat yang besar, bergengsi dan disegani dunia dalam sejarahnya. Mari kita kembalikan kebesaran serta gengsi ummat ini dengan menyemai semangat memberi, berkorban dan mujahadah pada diri dan keluarga kita.

Jama’ah Idul Adha yang dirahmati Allah SWT. semoga Allah mengampuni segala dosa-dosa kita dan melimpahkan seluruh kasih sayangnya kepada kita sekalian, sehingga tercukupi segala hajat kita. agar dapat mengabdi dan beribadah kepada Allah secara total dengan lebih sempurna sebagai wujud refleksi terhadap pengorbanan Nabi Ibrahim Alaihi Salam. Amin Allahumma Amin
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Nusa Indah Jambi, Oktober 2012
Ust H. Hasbullah Ahmad, S.Th.I, MA
Dosen Tafsir Hadist Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi
081366174429 / blogspot : usthasbullahahmadma.blogspot.com