Minggu, 27 Oktober 2013

Pemuda dalam Islam (Refleksi Hari Sumpah Pemuda)



Pemuda dalam Islam
(Refleksi Hari Sumpah Pemuda)
 Ust Hasbullah Ahmad 081366174429

Ya "Masa muda adalah masa yang berapi-api" kata bung haji Roma. Tapi pada lirik beikutnya menyakitkan kita dan itu realita yang terlihat dalam kehidupan kita yaitu, "yang maunya menang sendiri, walau salah tak perduli, (Prolognya dibuka dengan lagu dangdut yang familiar), tetapi harus tetap optimis karena Insya Allah tidak sedikit pemuda pemudi islam yang memiliki akhlak mulia, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, dan tidak menuruti hawa nafsu mudanya. Terbukti dalam Ayat-ayat al-Quran dan Hadis yang menceritakan keutamaan para pemuda/pemudi, diantaranya adalah Allah SWT berfirman : "Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa) dalam Keadaan takut bahwa Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. dan Sesungguhnya Dia Termasuk orang-orang yang melampaui batas. " (Q.S.Yunus :83)
Kemudian dalam mengisah ashhabul kahfi Allah berfirman : "Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. "( Q.S.Al Kahfi :13) Allah berfirman : Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim ".Maksudnya Nabi Ibrahim alaihissalam melakukan hal ini ketika usianya masih muda remaja. SubhanaLLAH.
Kemudian al-Qur'an banyak membicarakan para pemuda yang telah mengukir prestasi dalam berbagai keutamaan,antara lain adalah Nabi Isma'il alaihissalam yang telah rela mengorbankan dirinya untuk di potong lehernya karena taat pada Allah dengan penuh kesadaran, dengan keikhlasan total tersebut membuat Nabi Ismail didedikasikan Allah SWT dalam al-Qur’an dan Juga diizinkan Allah untuk dijadikan monument disekitar ka’bah yang dikenal dengan Hijr Isma’il. Al-Qur'an juga menceritakan pemuda lain kepada kita,yaitu Nabi Yusuf alaihissalam. Ia di tawari oleh seorang wanita yang sangat cantik jelita dan kaya raya untuk melakukan hubungan biologis,yang seandainya ia mau melakukannya tidak ada sesuatupun yang dapat menghalanginya. Namun Nabi Yusuf alaihissalam menolak ajakan tersebut dan memilih hidup mendekam di penjara semata-mata karena keimanannya kepada Allah SWT. SubhanaLLAH.
Dalam Kitab Tafsir al-Qur’an al-Adzhim Ibn Katsir disebutkan bahwa mayoritas orang -orang yang merespon baik seruan nabi adalah kalangan muda. Mereka diantaranya adalah Sahabat Abu Bakar yang masuk Islam pada Usia 38 tahun, Sahabat Umar masuk Islam pada umur 28 tahun dan Sayyidina Ali yang masuk Islam kurang dari umur 10 tahun dan masih banyak yang lainnya yang masuk Islam kisaran umur seorang pemuda.
Hadist Nabi Rasulullah SAW juga bersabda : "Ada 7 golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya. Pada hari itu, tidak ada naungan, kecuali nanungan Allah. Golongan tersebut adalah pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di dalam beribadah kepada Allah, seseorang yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid-masjid, dua orang yang saling mengasihi karena Allah, mereka bertemu dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diundang oleh seorang perempuan yang berkedudukan dan berwajah elok (untuk melakukan kejahatan) tetapi dia berkata, 'Aku takut kepada Allah!', seorang yang memberi sedekah, tetapi dia merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya, dan seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga menetes air matanya." (HR Bukhori)
Dalam hadis lain, Rasul bersabda: "Se­sungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum ter­hadap seorang pemuda yang tidak memiliki shabwah." (HR Ahmad, Thabrani dalam al-Mu`jamul Kabir dan lainnya). Kata shabwah yang dikaitkan dengan pemuda pada hadis di atas, dijelaskan dalam kitab Faidhul Qadir (2/263) sebagai pemuda yang tidak memperturutkan hawa nafsunya. Sebaliknya, dia membiasakan diri melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi keburukan.
Terakhir, Rasul memberikan kita peringatan untuk kita semua, para pemuda, untuk tidak menyianyiakan masa muda tersebut dengan hal-hal yang bisa mendatangkan murka Allah. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu, "Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : Tentang umurnya dimana dia habiskan, tentang masa mudanya dimana dia usangkan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan kemana dia keluarkan dan tentang apa yang telah dia amalkan dari ilmunya". (HR. At-Tirmizi)
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara : Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, Hidupmu sebelum datang kematianmu." (HR. Al Hakim)>>> BarakaLLAH

Jumat, 25 Oktober 2013

Tingginya Kebudayaan Hawa Nafsu (Motivasi Menyetir Nafsu)



Tingginya Kebudayaan Hawa Nafsu (Motivasi Menyetir Nafsu)  
 Ust H Hasbullah Ahmad
Dalam kehidupan modern dewasa ini ketika semangat kapitalisme telah menjelma menjadi semacam jaring yang mengepung segala tindakan dan perilaku manusia, praktik konsumsi tidak lagi dipahami hanya sekadar memenuhi kebutuhan dasar manusia, tetapi juga dimengerti sebagai urusan yang berhubungan erat dengan pemuasan unsur-unsur simbolik manusia. Dalam pengertian ini, konsumsi akhirnya menjadi tanda yang dipelintir artinya bagi peningkatan status, prestise, kelas, dan simbol sosial tertentu. Kegiatan berbelanja di Mal, makan di restoran yang menyediakan makanan cepat saji, kursus kepribadian dan berpakaian adalah contoh kecil bahwa aspek kepemilikan/memiliki apa pun yang serba baru dan canggih pada dasarnya bukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar.
Pengertian konsumsi yang absurd ini dalam kehidupan modern menjadi arena sosial yang menyedot dan menarik minat energi pelampiasan. Ia menjelma menjadi medan kesadaran yang harus segera dipenuhi dan dipuaskan kebutuhannya. Identitas diri di hadapan lingkungan sosial yang demikian diperebutkan dan dibentuk oleh produk-produk rayuan melalui citra-citra tertentu yang ditawarkan lewat berbagai media massa: Supaya kelihatan jantan dan macho, maka seolah di harus mengisap rokok tertentu. Supaya perempuan kelihatan cantik, pergunakanlah kosmetik merek tertentu. Agar Anda dikategorikan sebagai manusia yang tidak ketinggalan zaman, milikilah atribut artis yang lagi ngetop! Naudzu biLLAH.
Manusia modern adalah manusia yang dahaga karenanya mereka sangat bernafsu untuk memburu segala sesuatu yang berhubungan dengan prestise dan upaya peningkatan status sosial. Membanjirnya produk-produk yang menawarkan pembentukan citra diri melalui seni bujuk rayu media massa bukan meredakan gairah, tapi malah semakin memacu semangat dan prinsip untuk secepat mungkin menggerakkan tungkai menjadi manusia modern. Faktanya, usaha manusia modern untuk senantiasa berpacu dalam memenuhi segala hasratnya malah menimbulkan tegangan dan dorongan baru yang harus dikejar dan dipenuhi yaitu "keinginan".
Keinginan adalah sesuatu yang paradoks: setelah suatu keinginan terpenuhi, timbul keinginan lain untuk segera diselesaikan dan dipenuhi hajatnya. Namun, dalam kerangka kehidupan modern, keinginan haruslah menjadi sesuatu yang tak berujung dan harus selalu diposisikan sebagai pesona yang dapat menyedot hasrat. Alasannya, dengan cara inilah kapitalisme dapat memelihara dan menjaga kelanggengan hidup seluruh produknya.

Dalam tilikan kesadaran agama, yang memprioritaskan kebersahajaan dan yang menganjurkan hidup tidak berlebihan, logika kapitalisme yang mengemas pemuasan hawa nafsu sebagai dalil yang tak tergugat, telah dengan sungguh-sungguh ikut terlibat untuk mengalihkan arah setiap usaha pencarian manusia dari nilai-nilai transendental, spiritual, moral, menuju pencarian identitas yang melulu ditakar berdasarkan hubungan-hubungan kekuasaan, kesenangan, dan rayuan. Iyadzu biLLAH.

Logikanya adalah jika segala hawa nafsu disalurkan demi pemenuhan kenikmatan, ia dapat menjadi semacam dinamo yang pengoperasiannya bisa dilakukan menjadi tanpa batas sehingga akhirnya ia menjelma menjadi sesuatu yang tidak realistis dan membahayakan eksistensi manusia itu sendiri. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika kaum sufi, misalnya, memandang manusia modern sebagai manusia yang dibutakan matanya yang hanya tertarik pada kulit ketimbang terpesona untuk mencari dan menemukan isi. Allah SWT mengingatkan kita : "Apakah engkau tidak perhatikan orang yang telah menjadikan hawa nafsu sebagai tuhannya. Apakah engkau akan dapat menjadi pelindungnya. Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti binatang ternak bahkan lebih sesat lagi." (Qs. Al Furqan: 43-44)
Dapat dimengerti jika logika hawa nafsu sanggup memalingkan dan menyamarkan setiap upaya pencarian manusia terhadap nilai-nilai luhur sebab sebagaimana menurut Gilles Deleuze dan Felix Guattari, logika hawa nafsu yang mewabah akibat bekerjanya spirit kapitalisme diproduksi oleh apa yang mereka sebut sebagai "mesin hawa nafsu". Sebuah peristilahan psikoanalisis yang mereka gunakan untuk menjelaskan mekanisme produksi "ketidakcukupan" dalam diri seseorang. Keinginan untuk "memiliki" bukan disebabkan "ketidakcukupan alamiah" yang ada dalam diri kita, melainkan hanya untuk memenuhi pencarian identitas yang tidak henti-hentinya. Oleh karena itu, identitas manusia modern adalah identitas yang dibangun oleh proses konsumsi dan proses komoditi dari citraan dan rayuan-rayuan media massa.
Identitas sebagaimana dikatakan Jonathan Rutheford merupakan satu mata rantai masa lalu dengan hubungan-hubungan sosial, kultural, dan ekonomi di dalam ruang dan waktu satu masyarakat hidup. Dalam kaitannya dengan hubungan sosial, masyarakat konsumerisme mengaitkan identitas dengan pola perubahan sosial. Masyarakat dipandang tidak lebih dari struktur mekanis. Akibatnya, melahirkan kesulitan bagi manusia untuk memahami hubungan organik sistem kebudayaan yang ada. Dalam kondisi itu manusia digiring kearah keterasingan atau alienasi. Situasi keterasingan ini mengakibatkan keterkungkungan manusia di hadapan realitas.
Kebudayaan yang berdasarkan pada "logika hawa nafsu" tersebut menggambarkan bahwa revolusi kebudayaan tak lebih dari sebuah revolusi dalam penghambaan diri bagi pelepasan hawa nafsu belaka. Iklan-iklan di televisi misalnya, ia beroperasi lewat pengosongan tanda-tanda dari pesan dan maknanya secara utuh sehingga yang tersisa adalah penampakan semata. Sebuah wajah merayu yang penuh atribut dan mike-up adalah wajah yang kosong makna sebab penampakan artifisial dan kepalsuannya menyembunyikan kebenaran diri. Apa yang ditampilkan dari kepalsuan dan kesemuan tersebut menjadi sebuah rayuan bagi para pemirsa. Hingga yang muncul dari sebuah rayuan, bukanlah sampainya pesan dan makna-makna, melainkan munculnya keterpesonaan, ketergiuran, dan gelora hawa nafsu: gelora seksual, gelora belanja, gelora berkuasa. Naudzu biLLAH
Kemajuan teknologi sebagai media untuk menuntun pola hidup dan kebudayaan telah mengkondisikan manusia pada sebuah ruang penjara elektronik dan penjara rumah apalagi dengan berkembangnya teknologi televisi. Media massa ini pada akhirnya tidak bisa disalahkan total karena media adalah pembentuk kesadaran sosial yang pada akhirnya menentukan persepsi manusia terhadap dunia dan masyarakat tempat mereka hidup. Sisi yang lain, karena rayuan tidak berhenti pada kebenaran tanda, melainkan beroperasi melalui pengelabuan dan kerahasiaan, maka ia menjadi sebuah wacana yang menenggelamkan identitas diri ke arah identitas yang dibangun berdasarkan citraan dan rayuan-rayuan semata.
Berdasarkan fakta tersebut, otonomi subyektif manusia terkikis habis oleh kecenderungan-kecenderungan yang mengubur aspek kesadaran manusia terhadap makna hidupnya. Pasalnya, makna hidup adalah potensi diri yang diaktualkan lewat perilaku sehari-hari. Identitas diri yang dibangun berdasarkan citraan-citraan dan rayuan-rayuan semata bukan lahir berdasarkan potensi diri sebab potensi diri adalah wujud identitas yang menampakkan diri apa adanya dihadapan realitas. Jika demikian, dapat dikatakan bahwa kecenderungan-kecenderungan yang mengubur aspek kesadaran manusia pada masyarakat konsumer adalah "hawa nafsu". Logika hawa nafsu berdasar pada, ketika sesuatu dilakukan, dibeli dan dinikmati, itu bukan demi kebutuhan sebab kebutuhan adalah energi murni organik. Dorongan makan, minum apa adanya ketika buka puasa tiba, itu menggambarkan bahwa pemenuhan kebutuhan adalah energi murni organik yang tidak bisa ditunda karena jauh dari berbagai bentuk makanan.
Di era konsumerisme, kebutuhan dilandasi oleh nilai-nilai prestise, life style dan citraan ketimbang nilai utilitas. Logika yang mendasarinya bukan kebutuhan (need), melainkan logika hasrat (desire). Hasrat atau hawa nafsu dengan begitu dicipta seakan menjadi kebutuhan yang tiada hentinya. Jika hasrat atau hawa nafsu pada akhirnya menjadi kebutuhan, kebutuhan manusia adalah pemenuhan hawa nafsu. Jean Baudrillard melihat kebutuhan tersebut bagai sebuah jaring laba-laba, "Apapun yang mengalir melalui mereka (konsumer), apa pun menarik mereka bagai magnet, akan tetapi mengalir melalui mereka tanpa meninggalkan bekas apa-apa".
Hal ini dapat kita lihat pada sekelompok masyarakat tertentu yang mempunyai budaya konsumsi berlebihan. Kehadiran hasrat yang ditopang oleh kebutuhan pada kaum selebritis dalam fenomena hidup, menenggelamkan subjek yang dikuasainya ke dalam tanda, simbol, atau nilai-nilai yang bersifat tumpang tindih bahkan tampak kontradiktif dari realitas yang sebenarnya. Naudzu biLLAH. >>>

Rabu, 23 Oktober 2013

Aktualisasi Semangat Haji menuju Haji Mabrur



Aktualisasi Semangat Haji menuju Haji Mabrur
Ust H Hasbullah Ahmad
(Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi, Penulis buku Mewujudkan Ketenangan Jiwa GP Press Jakarta & Dewan Pakar BKMT Kota Jambi)

Selamat Datang Jama’ah Haji Provinsi Jambi, satu kata haru yang mesti kita ucapkan untuk jama’ah haji kita yang baru datang dari proses pelaksanaan ritual haji . SubhanaLLAH  betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah-wajah haji kita dan sejuta harapan telah tertanam dalam di lubuk hati mereka, untuk mengamaliyahkan nilai-nilai haji yang telah mereka lalui  setelah memenuhi panggilan Allah swt. Maka sepatutnya semangat untuk membumikan nilai-nilai haji dalam kehidupan bermasyarakat haruslah diwujudkan, karena haji mabrur bukan hanya pada ritual belaka tapi pelestarian nilai-nilainya dalam kehidupan nyata. Karena haji semata-mata ditunaikan karena Allah SWT Karena itu pulalah para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi orang yang akan menunaikan haji adalah bertaubat. Bertaubat dari semua dosa dan maksiat, baik yang akan berangkat haji itu seorang petani, pegawai, gubenur, bupati, politisi, polisi, artis, dokter, menteri maupun seorang kiayi, laki-laki maupun perempuan , tua maupun muda. Inilah yang disyaratkan oleh Allah swt dalam firmanNya “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”(QS al-Baqarah; 197).
Tentu saja kita sudah maklum bahwa taqwa itu tidak bisa dicapai kecuali dengan bertaubat dan meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat. Kalau orang yang menunaikan haji sudah bertaubat maka ia akan mampu memahami dan menjiwai syiar haji yang teramat indah itu yaitu “Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika La’ Syarika laka labbaik” dengan penuh penghayatan para haji akan menghayati seolah-olah berucap: Ya Allah aku datang, aku datang, memenuhi panggilanMu, lalu aku berdiri di depan pintuMu. Aku singgah di sisiMu. Aku pegang erat kitabMu, aku junjung tinggi aturanMu, maka selamatkan aku dari adzabMu, kini aku siap menghamba kepadaMu, merendahkan diri dan berkiblat kepadaMu. BagiMu segala ciptaan, bagiMu segala aturan dan perundang-undangan, bagiMu segala hukum dan hukuman tidak ada sekutu bagiMu. Aku tidak peduli berpisah dengan anak dan istriku, meninggalkan profesi dan pekerjaan, menanggalkan segala atribut dan jabatan, karena tujuanku hanyalah wajah-Mu dan keridhaanMu bukan dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah maka amankan aku dari adzabMu.
Setelah Talbiyah dikumandangkan tidak hanya dari lisan nyata tapi dari lubuk hati yang paling dalam kemudian menancapkan niat dalam hati  sambil  menanggalkan pakaian  biasa dan  mengenakan pakaian ihram. Tak  dapat disangkal bahwa pakaian menurut kenyataannya dan juga  menurut al-Qur'an  berfungsi  sebagai  pembeda  antara  seseorang atau sekelompok dengan lainnya. Pembedaan tersebut dapat  mengantar kepada  perbedaan status sosial, ekonomi atau profesi. Pakaian juga dapat memberi pengaruh  psikologis  pada  pemakainya. Maka di Miqat  Makany  di tempat dimana ritual ibadah haji dimulai, perbedaan dan pembedaan  tersebut  harus  ditanggalkan.  Semua harus  memakai pakaian yang sama. Pengaruh-pengaruh psikologis dari pakaian harus ditanggalkan,  hingga  semua  merasa  dalam satu  kesatuan  dan  persamaan. Seorang yang telah melaksanakan ibadah  haji  akan  atau  seharusnya  dipengaruhi jiwanya  oleh  pakaian ini. Seharusnya ia merasakan kelemahan dan keterbatasannya, serta pertanggungjawaban   yang   akan ditunaikannya  kelak  di  hadapan  Allah Yang Maha Kuasa. Yang disisi-Nya tiada perbedaan antara seseorang dengan yang  lain, kecuali atas dasar pengabdian kepada-Nya.
SubhanaLLAH dengan  dikenakannya  pakaian  ihram,  maka  sejumlah larangan harus diindahkan oleh  pelaku  ibadah  haji.  Seperti jangan menyakiti binatang, jangan membunuh, jangan menumpahkan darah, jangan  mencabut  pepohonan.  Mengapa?  Karena  manusia berfungsi memelihara makhluk-makhluk Tuhan itu, dan memberinya kesempatan  seluas  mungkin  mencapai  tujuan   penciptaannya. Dilarang  juga menggunakan wangi-wangian, bercumbu atau menikah, dan berhias supaya setiap haji menyadari bahwa  manusia  bukan hanya  materi  semata-mata  bukan  pula  birahi.  Hiasan  yang dinilai Tuhan adalah hiasan rohani. Dilarang pula  menggunting rambut,  kuku, supaya masing-masing menyadari jati dirinya dan menghadap pada Tuhan sebagaimana apa adanya. 
Maka barang siapa yang telah sukses memenuhi perintah Allah tersebut ia akan mendapatkan haji yang mabrur, yang diantara tandanya adalah sepulang haji ia tidak akan mengulang maksiat, dosa-dosa yang lalu, ia akan tampil sebagai muslim yang shalih dan muslimah yang shalihah.
Maka sebuah negara semakin banyak muslim dan muslimah yang taat, negara itu akan semakin aman makmur dan sentosa. Maksiat dan kemungkaran akan menepi, perjudian dan pencurian akan sepi, perzinaan dan pembunuhan akan mudah diatasi. Inilah yang diingatkan Nabi dalam haditsnya “Sesiapa yang melaksanakan haji kemudian tidak melakukan Rafats dan tidak pula Fusuq maka ia akan kembali ke daerahnya dalam keadaan seperti bayi yang di lahirkan. (HR Mutaffaqun ‘alaih)
Sepulang haji yang kikir akan menjadi dermawan, dan yang biasanya menyebar kejahatan berubah menebar salam. Itu semua manakala hajinya mabrur. Namun kenyataannya adalah bagaikan siang yang dihadapkan dengan malam, semuanya bertolak belakang, mereka tidak mengambil manfaat dari ibadah haji selain menambah gelar Pak Haji atau Bu Hajjah. Yang korup tetap korup, yang lintah darat tetap lintah darat, yang jahat tetap jahat.Maka tidak heran jika Rafats, Fusuq dan Jidal marak dimana-mana sampai terjadi krisis moral, krisis nilai, krisis kemanusiaan, krisis politik, lingkungan, ekonomi dan sosial. Semoga Allah swt memberikan kekuatan kepada kita serta haji dan hajjah kita untuk mengaktualkan nilai-nilai haji dalam kehidupan bermasyarakat. Amin Ya Rabb>>>

Kamis, 10 Oktober 2013

Refleksi Pengorbanan Nabi Ibrahim AS (Khutbah Idul Adha)



Khutbah Idul Adha 1434 H
Refleksi Pengorbanan Nabi Ibrahim AS
Ust H. Hasbullah Ahmad (081366174429)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ أكْبَرُ × 9 اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.
. الحمد لله الذي فرض علينا الحجّ والعمرة لمن استطاع إليه سبيلاً. أشهد أن لا إله إلاّ الله وحده، صَدَقَ وعْدَه ونصَر عبْدَه وأعزّ جُنْدَه وهزَم اْلأحْزَابَ وحدَه، وأشهد أنّ محمداً عبده ورسوله لا نبي بعد، فصلوات الله وسلامُه على هذا النبي الكريم وعلى آله وأصحابه أجمعين. أمّا بعد، فيا عباد الله أوصي نفسي وإياكم بتقوى الله، إنه من يتق ويصبر فإن الله لا يضيع أجر المحسنين
الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Hari ini kita berkumpul di tempat ini dengan keinginan yang sama, yaitu menunjukkan rasa syukur dan taat kita kepada Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak nikmat dan karunianya yang tidak akan pernah sanggup kita menghitungnya. Dan nikmat terbesar yang senantiasa akan kita syukuri adalah nikmat Iman dan Islam. Tanpa nikmat tersebut, kita takkan berada di jalan lurus ini; jalan keselamatan, jalan kebahagiaan, dan jalan kemenangan. Tanpa petunjuk dan bimbingan-Nya, kita tidak akan pernah tahu bagaimana menegakkan syiar agama melalui sembelihan hewan-hewan qurban, sebagai ungkapan rasa syukur atas segala nikmat-Nya, sebagaimana yang akan kita tunaikan hari ini dan 3 hari yang akan datang (ayyamut tasyriq). Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan Nabiyullah Muhammad SAW, yang telah menyampaikan syariat berqurban ini kepada kita sebagai wujud keteladanan atas Nabi Ibrahim as.
Hari inipun kita diingatkan pada beberapa peristiwa yang menimpa Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya Ismail dan Siti Hajar. Ketika orang ini telah membuat sejarah besar, yang tidak ada bandingannya: Yaitu ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.
Karena pentingnya peristiwa tersebut. Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an:
رَبَّنَآ إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim 37).

Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak biasa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.
Lembah yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air yang melimpah-limpah. Datanglah manusia dari berbagai pelosok terutama para pedagang ke tempat siti hajar dan nabi ismail, untuk membeli air. Datang rejeki dari berbagai penjuru, dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga saat ini terkenal dengan kota mekkah, sebuah kota yang aman dan makmur, berkat do’a Nabi Ibrahim dan berkat kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat.

الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Idul Adha yang kita peringati saat ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari raya memotong kurban binatang ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling berat yang menimpa Nabiyullah Ibrahim. Akibat dari kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).Setelah titel Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal bhaktinya!”
Sebagai realisasi dari firmannya ini, Allah SWT mengizinkan pada para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji iman dan taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS Asshafat 102).

Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang ayah, sang anak, dan sang ibu silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk rayuan iblis yang menggoda agar membatalkan niatnya. Mereka tidak terpengaruh sedikitpun untuk mengurunkan niatnya melaksanakan perintah Allah. Ibrahim melempar iblis dengan batu, mengusirnya pergi. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah.

الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau dileher putranya. Ismail mengira ayahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat tali dan tangannya, agar tidak muncul suatu kesan atau image dalam sejarah bahwa sang anak menurut untuk dibaringkan karena dipaksa ia meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil berpaling, supaya tidak melihat wajahnya.
Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, seperti ayahnya yang telah tawakkal. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi kedua ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.”
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia itu, Malaikat Jibril kagum, seraya terlontar darinya suatu ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menjawab “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian disambung oleh Nabi Ismail “Allahu akbar waliLLAHi al Hamd

 الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Inilah sejarah pertamanya korban di Hari Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha Penyayang. Korban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya.
Pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat umat manusia itu membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar.
Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan dipadang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban.
Di samping itu, kesan atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah: Pertama, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT, harus dilaksanakan tanpa reserve. Harus disambut dengan tekad sami’na wa ‘ata’na. Nabi Ibrahim, istri, dan anaknya, telah meninggalkan contoh bahwa bila perlu, jiwa sendiripun haruslah dikorbankan, demi melaksanakan perintah-perintah Allah.

الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
I’tibar kedua yang dapat kita tarik dari peristiwa tersebut, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu manusia, agar membangkang dari ketentuan ilahi. Syaitan senantiasa terus berusaha menyeret manusia ke jurang kejahatan dan kehancuran. Allah sendiri mengingatkan kepada kita.
وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Ketiga, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang ternak), merupakan gambaran bahwa hawa nafsu hawaiyah harus dihilangkan.

Keempat, bahimah bila dilihat dari unsur gizinya, mengandung suatu arti bahwa makanan, disamping halal harus yang diutamakan juga masalah gizinya.

الله اكبر الله اكبر الله اكبرولله الحمد
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Tepatlah apabila perayaan Idul Adha digunakan menggugah kesedihan kita untuk berkorban bagi negeri kita tercinta yang saat ini sedang dirundung kesusahan. Krisis ekonomi yang sudah beberapa tahun berjalan, menambah beban masyarakat ditambah lagi dengan naiknya harga BBM, tarif listrik, rekening telepon, dan naiknya harga-harga kebutuhan pokok lainnya, sehingga menjadikan masyarakat kita tidak memiliki daya beli. Akibatnya, banyak kebutuhan-kebutuhan yang tidak terjangkau.
Dalam kondisi seperti ini sebenarnya kita banyak berharap dan mendoakan mudah-mudahan para pemimpin kita, elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya, tapi untuk kepentingan bangsa dan negara. Pengorbanan untuk kepentingan orang banyak tidaklah mudah, berjuang dalam rangka mensejahterahkan umat memang memerlukan keterlibatan semua pihak. Hanya orang-orang bertaqwalah yang sanggup melaksanakannya.
Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ.
 إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Ust H Hasbullah Ahmad
Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi
081366174429 eMail : hasbullahdoseniain@gmail.com
Website : www.usthasbullahahmadma.blogspot.com