Aktualisasi Semangat Haji menuju Haji Mabrur
Ust H Hasbullah Ahmad
(Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi, Penulis
buku Mewujudkan Ketenangan Jiwa GP Press Jakarta & Dewan Pakar BKMT Kota
Jambi)
Selamat Datang Jama’ah Haji Provinsi Jambi, satu kata haru yang mesti kita ucapkan untuk jama’ah haji
kita yang baru datang dari proses pelaksanaan ritual haji . SubhanaLLAH betapa kebahagiaan telah menghiasi
wajah-wajah haji kita dan sejuta harapan telah tertanam dalam di lubuk hati
mereka, untuk mengamaliyahkan nilai-nilai haji yang telah mereka lalui setelah memenuhi panggilan Allah swt. Maka
sepatutnya semangat untuk membumikan nilai-nilai haji dalam kehidupan
bermasyarakat haruslah diwujudkan, karena haji mabrur bukan hanya pada ritual
belaka tapi pelestarian nilai-nilainya dalam kehidupan nyata. Karena haji
semata-mata ditunaikan karena Allah SWT Karena itu pulalah para ulama
menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi orang yang akan menunaikan haji
adalah bertaubat. Bertaubat
dari semua dosa dan maksiat, baik yang akan berangkat haji itu seorang petani,
pegawai, gubenur, bupati, politisi, polisi, artis, dokter, menteri maupun
seorang kiayi, laki-laki maupun perempuan , tua maupun muda. Inilah yang
disyaratkan oleh Allah swt dalam firmanNya “Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”(QS al-Baqarah; 197).
Tentu saja kita sudah maklum bahwa taqwa itu tidak bisa
dicapai kecuali dengan bertaubat dan meninggalkan segala jenis perbuatan
maksiat. Kalau orang yang menunaikan haji sudah bertaubat maka ia akan mampu
memahami dan menjiwai syiar haji yang teramat indah itu yaitu “Labbaik
Allahumma labbaik, Labbaika La’ Syarika laka labbaik” dengan penuh
penghayatan para haji akan menghayati seolah-olah berucap: Ya Allah aku datang,
aku datang, memenuhi panggilanMu, lalu aku berdiri di depan pintuMu. Aku
singgah di sisiMu. Aku pegang erat kitabMu, aku junjung tinggi aturanMu, maka
selamatkan aku dari adzabMu, kini aku siap menghamba kepadaMu, merendahkan diri
dan berkiblat kepadaMu. BagiMu
segala ciptaan, bagiMu segala aturan dan perundang-undangan, bagiMu segala
hukum dan hukuman tidak ada sekutu bagiMu. Aku tidak peduli berpisah dengan
anak dan istriku, meninggalkan profesi dan pekerjaan, menanggalkan segala
atribut dan jabatan, karena tujuanku hanyalah wajah-Mu dan keridhaanMu bukan
dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah maka amankan aku dari adzabMu.
Setelah Talbiyah dikumandangkan tidak hanya
dari lisan nyata tapi dari lubuk hati yang paling dalam kemudian menancapkan
niat dalam hati sambil menanggalkan pakaian biasa dan
mengenakan pakaian ihram. Tak
dapat disangkal bahwa pakaian menurut kenyataannya dan juga menurut al-Qur'an berfungsi
sebagai pembeda antara
seseorang atau sekelompok dengan lainnya. Pembedaan tersebut dapat mengantar kepada perbedaan status sosial, ekonomi atau
profesi. Pakaian juga dapat memberi pengaruh psikologis
pada pemakainya. Maka di Miqat Makany
di tempat dimana ritual ibadah haji dimulai, perbedaan dan
pembedaan tersebut harus ditanggalkan. Semua harus
memakai pakaian yang sama. Pengaruh-pengaruh psikologis dari pakaian
harus ditanggalkan, hingga semua
merasa dalam satu kesatuan
dan persamaan. Seorang yang telah
melaksanakan ibadah haji akan
atau seharusnya dipengaruhi jiwanya oleh
pakaian ini. Seharusnya ia merasakan kelemahan dan keterbatasannya, serta
pertanggungjawaban yang akan ditunaikannya kelak
di hadapan Allah Yang Maha Kuasa. Yang disisi-Nya tiada
perbedaan antara seseorang dengan yang
lain, kecuali atas dasar pengabdian kepada-Nya.
SubhanaLLAH dengan dikenakannya
pakaian ihram, maka
sejumlah larangan harus diindahkan oleh
pelaku ibadah haji.
Seperti jangan menyakiti binatang, jangan membunuh, jangan menumpahkan
darah, jangan mencabut pepohonan.
Mengapa? Karena manusia berfungsi memelihara makhluk-makhluk
Tuhan itu, dan memberinya kesempatan
seluas mungkin mencapai
tujuan penciptaannya. Dilarang juga menggunakan wangi-wangian, bercumbu atau
menikah, dan berhias supaya setiap haji menyadari bahwa manusia
bukan hanya materi semata-mata
bukan pula birahi.
Hiasan yang dinilai Tuhan adalah
hiasan rohani. Dilarang pula menggunting
rambut, kuku, supaya masing-masing
menyadari jati dirinya dan menghadap pada Tuhan sebagaimana apa adanya.
Maka barang siapa yang telah sukses memenuhi perintah Allah
tersebut ia akan mendapatkan haji yang mabrur, yang diantara tandanya adalah
sepulang haji ia tidak akan mengulang maksiat, dosa-dosa yang lalu, ia akan
tampil sebagai muslim yang shalih dan muslimah yang shalihah.
Maka sebuah negara semakin banyak muslim dan muslimah yang taat, negara itu
akan semakin aman makmur dan sentosa. Maksiat dan kemungkaran akan menepi, perjudian
dan pencurian akan sepi, perzinaan dan pembunuhan akan mudah diatasi. Inilah
yang diingatkan Nabi dalam haditsnya “Sesiapa yang melaksanakan haji kemudian
tidak melakukan Rafats dan tidak pula Fusuq maka ia akan kembali
ke daerahnya dalam keadaan seperti bayi yang di lahirkan. (HR Mutaffaqun
‘alaih)
Sepulang haji yang kikir akan menjadi
dermawan, dan yang biasanya menyebar kejahatan berubah menebar salam. Itu semua
manakala hajinya mabrur. Namun kenyataannya adalah bagaikan siang yang
dihadapkan dengan malam, semuanya bertolak belakang, mereka tidak mengambil
manfaat dari ibadah haji selain menambah gelar Pak Haji atau Bu Hajjah. Yang
korup tetap korup, yang lintah darat tetap lintah darat, yang jahat tetap
jahat.Maka tidak heran jika Rafats, Fusuq dan Jidal marak dimana-mana
sampai terjadi krisis moral, krisis nilai, krisis kemanusiaan, krisis politik,
lingkungan, ekonomi dan sosial. Semoga Allah swt memberikan kekuatan kepada
kita serta haji dan hajjah kita untuk mengaktualkan nilai-nilai haji dalam
kehidupan bermasyarakat. Amin Ya Rabb>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar