Rabu, 23 Oktober 2013

Aktualisasi Semangat Haji menuju Haji Mabrur



Aktualisasi Semangat Haji menuju Haji Mabrur
Ust H Hasbullah Ahmad
(Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi, Penulis buku Mewujudkan Ketenangan Jiwa GP Press Jakarta & Dewan Pakar BKMT Kota Jambi)

Selamat Datang Jama’ah Haji Provinsi Jambi, satu kata haru yang mesti kita ucapkan untuk jama’ah haji kita yang baru datang dari proses pelaksanaan ritual haji . SubhanaLLAH  betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah-wajah haji kita dan sejuta harapan telah tertanam dalam di lubuk hati mereka, untuk mengamaliyahkan nilai-nilai haji yang telah mereka lalui  setelah memenuhi panggilan Allah swt. Maka sepatutnya semangat untuk membumikan nilai-nilai haji dalam kehidupan bermasyarakat haruslah diwujudkan, karena haji mabrur bukan hanya pada ritual belaka tapi pelestarian nilai-nilainya dalam kehidupan nyata. Karena haji semata-mata ditunaikan karena Allah SWT Karena itu pulalah para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi orang yang akan menunaikan haji adalah bertaubat. Bertaubat dari semua dosa dan maksiat, baik yang akan berangkat haji itu seorang petani, pegawai, gubenur, bupati, politisi, polisi, artis, dokter, menteri maupun seorang kiayi, laki-laki maupun perempuan , tua maupun muda. Inilah yang disyaratkan oleh Allah swt dalam firmanNya “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”(QS al-Baqarah; 197).
Tentu saja kita sudah maklum bahwa taqwa itu tidak bisa dicapai kecuali dengan bertaubat dan meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat. Kalau orang yang menunaikan haji sudah bertaubat maka ia akan mampu memahami dan menjiwai syiar haji yang teramat indah itu yaitu “Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika La’ Syarika laka labbaik” dengan penuh penghayatan para haji akan menghayati seolah-olah berucap: Ya Allah aku datang, aku datang, memenuhi panggilanMu, lalu aku berdiri di depan pintuMu. Aku singgah di sisiMu. Aku pegang erat kitabMu, aku junjung tinggi aturanMu, maka selamatkan aku dari adzabMu, kini aku siap menghamba kepadaMu, merendahkan diri dan berkiblat kepadaMu. BagiMu segala ciptaan, bagiMu segala aturan dan perundang-undangan, bagiMu segala hukum dan hukuman tidak ada sekutu bagiMu. Aku tidak peduli berpisah dengan anak dan istriku, meninggalkan profesi dan pekerjaan, menanggalkan segala atribut dan jabatan, karena tujuanku hanyalah wajah-Mu dan keridhaanMu bukan dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah maka amankan aku dari adzabMu.
Setelah Talbiyah dikumandangkan tidak hanya dari lisan nyata tapi dari lubuk hati yang paling dalam kemudian menancapkan niat dalam hati  sambil  menanggalkan pakaian  biasa dan  mengenakan pakaian ihram. Tak  dapat disangkal bahwa pakaian menurut kenyataannya dan juga  menurut al-Qur'an  berfungsi  sebagai  pembeda  antara  seseorang atau sekelompok dengan lainnya. Pembedaan tersebut dapat  mengantar kepada  perbedaan status sosial, ekonomi atau profesi. Pakaian juga dapat memberi pengaruh  psikologis  pada  pemakainya. Maka di Miqat  Makany  di tempat dimana ritual ibadah haji dimulai, perbedaan dan pembedaan  tersebut  harus  ditanggalkan.  Semua harus  memakai pakaian yang sama. Pengaruh-pengaruh psikologis dari pakaian harus ditanggalkan,  hingga  semua  merasa  dalam satu  kesatuan  dan  persamaan. Seorang yang telah melaksanakan ibadah  haji  akan  atau  seharusnya  dipengaruhi jiwanya  oleh  pakaian ini. Seharusnya ia merasakan kelemahan dan keterbatasannya, serta pertanggungjawaban   yang   akan ditunaikannya  kelak  di  hadapan  Allah Yang Maha Kuasa. Yang disisi-Nya tiada perbedaan antara seseorang dengan yang  lain, kecuali atas dasar pengabdian kepada-Nya.
SubhanaLLAH dengan  dikenakannya  pakaian  ihram,  maka  sejumlah larangan harus diindahkan oleh  pelaku  ibadah  haji.  Seperti jangan menyakiti binatang, jangan membunuh, jangan menumpahkan darah, jangan  mencabut  pepohonan.  Mengapa?  Karena  manusia berfungsi memelihara makhluk-makhluk Tuhan itu, dan memberinya kesempatan  seluas  mungkin  mencapai  tujuan   penciptaannya. Dilarang  juga menggunakan wangi-wangian, bercumbu atau menikah, dan berhias supaya setiap haji menyadari bahwa  manusia  bukan hanya  materi  semata-mata  bukan  pula  birahi.  Hiasan  yang dinilai Tuhan adalah hiasan rohani. Dilarang pula  menggunting rambut,  kuku, supaya masing-masing menyadari jati dirinya dan menghadap pada Tuhan sebagaimana apa adanya. 
Maka barang siapa yang telah sukses memenuhi perintah Allah tersebut ia akan mendapatkan haji yang mabrur, yang diantara tandanya adalah sepulang haji ia tidak akan mengulang maksiat, dosa-dosa yang lalu, ia akan tampil sebagai muslim yang shalih dan muslimah yang shalihah.
Maka sebuah negara semakin banyak muslim dan muslimah yang taat, negara itu akan semakin aman makmur dan sentosa. Maksiat dan kemungkaran akan menepi, perjudian dan pencurian akan sepi, perzinaan dan pembunuhan akan mudah diatasi. Inilah yang diingatkan Nabi dalam haditsnya “Sesiapa yang melaksanakan haji kemudian tidak melakukan Rafats dan tidak pula Fusuq maka ia akan kembali ke daerahnya dalam keadaan seperti bayi yang di lahirkan. (HR Mutaffaqun ‘alaih)
Sepulang haji yang kikir akan menjadi dermawan, dan yang biasanya menyebar kejahatan berubah menebar salam. Itu semua manakala hajinya mabrur. Namun kenyataannya adalah bagaikan siang yang dihadapkan dengan malam, semuanya bertolak belakang, mereka tidak mengambil manfaat dari ibadah haji selain menambah gelar Pak Haji atau Bu Hajjah. Yang korup tetap korup, yang lintah darat tetap lintah darat, yang jahat tetap jahat.Maka tidak heran jika Rafats, Fusuq dan Jidal marak dimana-mana sampai terjadi krisis moral, krisis nilai, krisis kemanusiaan, krisis politik, lingkungan, ekonomi dan sosial. Semoga Allah swt memberikan kekuatan kepada kita serta haji dan hajjah kita untuk mengaktualkan nilai-nilai haji dalam kehidupan bermasyarakat. Amin Ya Rabb>>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar