Radikalisme dalam Pandangan Islam
Ust H Hasbullah Ahmad Dosen Tafsir Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi
Makna Radikalisme
Radikal dalam bahasa Indonesia berarti amat keras menuntut
perubahan. Sementara itu, radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan
sosial dan politik dengan cara drastis dan kekerasan.
Radikalisme Agama
Istilah radikalisme atau terorisme sering sengaja atau tidak
dialamatkan kepada umat Islam, hal ini merupakan semacam kecelakaan sejarah.
Menjadi demikian karena memang posisi Islam sebagai kekuatan peradaban sedang
berada di buritan.
Umat Islam sangat tersudut, karena pelaku teroris mayoritas
beragama Islam dan dalam aksinya selalu menggunakan simbol-simbol Islam.
Bahkan, media massa yang didominasi oleh media
Barat menuduh Islam sebagai basic Idea dari terorisme, dan
pesantren-pesantren yang banyak tersebar di Indonesia dituding sebagai sarang
teroris.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan radikalisme?
Dalam sebuah buku sederhana berjudul Islam dan Radikalisme (2004),
Rahimi Sabirin menjelaskan bahwa radikalisme adalah pemikiran atau sikap
keagamaan yang ditandai oleh empat hal, yaitu: (1) sikap tidak toleran,
tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain, (2) sikap fanatik,
yaitu selalu merasa benar sendiri (paling benar), menganggap orang lain salah,
(3) sikap eksklusif, yaitu membedakan (memisahkan) diri dari kebiasaan umat
Islam kebanyakan, dan (4) sikap revolusioner, yaitu cenderung menggunakan
kekerasan untuk mencapai tujuan.
Umumnya radikalisme muncul dari pemahaman agama yang tertutup dan
tekstual. Kaum radikal selalu merasa sebagai kelompok yang paling memahami
ajaran Tuhan, karena itu mereka suka mengkafirkan orang lain atau menganggap
orang lain sebagai sesat. Dalam sejarahnya, terdapat dua wujud radikalisme,
yaitu (1) radikalisme dalam pikiran, yang sering disebut sebagai
fundamentalisme, dan (2) radikalisme dalam tindakan, yang sering disebut
sebagai terorisme.
Sejak kapan radikalisme muncul?
Sikap fanatik, intoleran dan eksklusif dalam masyarakat Islam
pertama kali ditampakkan oleh Kaum Khawarij sejak abad pertama Hijriyah.
Kaum Khawarij pada mulanya merupakan pengikut Khalifah Ali bin Abu Thalib
(sering disebut sebagai kelompok Syi’ah). Sejarah tentang Khawarij berawal dari
perang Shiffin. yaitu perang antara pasukan Ali melawan pasukan Muawiyah, pada
tahun 37 H/648 H.
Ketika perang berlangsung dan kelompok Ali hampir memenangkan
perang, Muawiyah menawarkan perundingan sebagai penyelesaian permusuhan. Ali
menerima tawaran Muawiyah. Kesediaan Ali untuk berunding menyebabkan kurang
lebih empat ribu pengikut Ali memisahkan diri dan membentuk kelompok baru yang
dikenal dengan Khawarij (artinya keluar atau membelot). Kelompok ini menolak perundingan.
Bagi mereka, permusuhan hanya bisa diselesaikan dengan Kehendak Tuhan, bukan
perundingan. Karena kelompok Ali melakukan perundingan, maka dianggap
sebagai kafir, dan dituduh sebagai pengecut. Kafir dan pengecut dipakai oleh
kelompok Khawarij untuk kelompok-kelompok moderat. Kelompok Khawarij pun
melalukan teror dan kekerasan terhadap orang-orang Islam yang tidak sependapat
dengan mereka. Mereka bahkan memasukkan JIHAD sebagai RUKUN IMAN. Dan, Ali bin Abu Thalib pun dibunuh
oleh seorang Khawarij –Ibnu Muljam– ketika sedang shalat subuh.
Pemikiran dan sikap keagamaan model Khawarij ternyata diteruskan
oleh faham Wahabi di Arab Saudi pada abad ke12 H/18 M yang dipimpin oleh
Muhammad bin Abdul Wahab. Gerakan ini bermaksud memurnikan ajaran Islam, dan
menuduh kaum muslim yang tidak sependapat dengan mereka disebut sebagai Islam
sesat, tidak asli, atau menyimpang.
Sampai sekarang, radikalisme Islam terus berkembang. Radikalisme
demikian tidak mudah dihilangkan karena terkait dengan pemahaman teologi dan
syariat Islam yang kaku. Kekuasaan Barat yang semakin dominan menguasai Islam,
menjadikan kekuatan radikalisme ini semakin menguat.
Menjinakkan Radikalisme dan Terorisme
Untuk menjinakkan terorisme dan radikalisme memerlukan pendekatan,
pemikiran dan strategi yang cerdas, komprehensif dan integratif. Memerlukan
sinergi oleh banyak pihak dan peran, baik untuk tingkat nasional, regional
maupun global.
Pertanyaan yang wajib diketengahkan terlebih dahulu adalah, bahwa perang terbuka melawan terorisme telah sejak lama digalakkan dengan berbagai cara dan menelan biaya melimpah. Densus 88 dibentuk, pengejaran, pengepungan, saling baku tembak bak dalam film sering kita saksikan, lalu hukuman mati ditegakkan. Namun, kenapa terorisme tak pernah habis, bahkan semakin subur, cerdas, sistematis, kreatif dan inovatif? Kenapa begitu? Karena terorisme dan radikalisme, khususnya yang berkedok agama, memiliki akarnya. Dan perang terbuka seperti tergambar di atas tak mampu membunuh akarnya. Akarnya masih tetap hidup dan terus menumbuhkan duri-duri terorisme dan radikalisme kembali.
Pertanyaan yang wajib diketengahkan terlebih dahulu adalah, bahwa perang terbuka melawan terorisme telah sejak lama digalakkan dengan berbagai cara dan menelan biaya melimpah. Densus 88 dibentuk, pengejaran, pengepungan, saling baku tembak bak dalam film sering kita saksikan, lalu hukuman mati ditegakkan. Namun, kenapa terorisme tak pernah habis, bahkan semakin subur, cerdas, sistematis, kreatif dan inovatif? Kenapa begitu? Karena terorisme dan radikalisme, khususnya yang berkedok agama, memiliki akarnya. Dan perang terbuka seperti tergambar di atas tak mampu membunuh akarnya. Akarnya masih tetap hidup dan terus menumbuhkan duri-duri terorisme dan radikalisme kembali.
Akarnya banyak dan kadang sulit terbaca. Salah satunya adalah
ideologi dan doktrin keliru yang telah mencuci otak para teroris dan radikalis
sehingga hal keliru dianggap benar, pembunuhan dianggap jihad. Akhirnya,
mereka pun tak segan-segan melakukan perbuatan bodoh berupa teror dan radikal
meskipun harus menghilangkan nyawa sendiri. Ironisnya, ideologi itu dengan
sangat mudahnya mereka dapatkan dari para pengasongnya dengan cuma-cuma, bahkan
sengaja dipaksakan tertanam dalam otak mereka. Bisa secara oral, melalui kitab
(baca-buku), media, dan yang paling gencar adalah melalui internet. Jika
akarnya adalah ideologi tentu logis jika teroris dan radikalis terus merajalela
meskipun telah berulangkali ditangkapi dan dibunuhi. Karena yang terbunuh
hanyalah raga semata sementara ideologinya tetap bergentayangan. Dan, untuk
membunuh ideologi kita memerlukan pisau ideologi lain yang lebih tajam.
Begitulah, bahwa untuk memerangi terorisme dan radikalisme memang
membutuhkan peran dari banyak elemen. Tapi peran paling fital adalah yang
seharusnya dilakukan oleh para ulama. Karena serangan yang paling kuat dalam
upaya meradikalkan seseorang menjadi teroris adalah ideologi. Seperti memetakan
teks-teks keagamaan yang telah diselewengkan kemudian dijadikan justifikasi
atas tindak terorisme dan radikalisme. Kemudian menginterpretasikan teks-teks
tersebut secara toleran dan moderat.
Reinterprestasi ayat al-Qur'an
Dalam al-Qu`ran dan Hadis bertebaran keterangan yang menjelaskan
keutamaan berjihad, etika berjihad, serta tujuan dan strategi jihad. Nampaknya
ayat-ayat dan hadis-hadis inilah yang menjadi motivasi utama Radikalis atau
Teroris (para pelaku bom bunuh diri di Indonesia), tanpa Interprestasi
yang komprehensif atau dengan interprestasi kaku. Seperti pada Surah
al-Nisâ’/4:74 dan 76:
فَلْيُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِاْلأَخِرَةِ وَمَن يُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللهِ
فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia
dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang
di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami
berikan kepadanya pahala yang besar.” (74)
الَّذِينَ ءَامَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا
أَوْلِيَآءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan
orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan
syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.” (76)
Selain kedua ayat di atas, pada Surah al-Anfâl/8: 39 juga
diterangkan tentang perintah berperang melawan kaum kafir, dan ayat ini yang
dijadikan oleh Imam Samudera dan kawan-kawannya sebagai dasar gerakannya.
Yaitu;
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَتَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ
الدِّينُ كُلُّهُ للهِ فَإِنْ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللهَ بِمَا يَعْمَلُونَ
بَصِيرُُ
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama
itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka
sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan”
Re-Interprestasi
Hadis
Rasulullah bersabda, “Keluar di pagi hari atau siang hari (untuk
berjihad) fi sabilillah adalah lebih baik dari pada dunia dan seluruh
isinya.” (Muttafaq ‘Alaih dari Anas bin Malik)
Rasulullah bersabda, “Demi (Allah) Dzat Yang menggenggam jiwaku,
sungguh aku ingin terbunuh (dalam berjihad) fi sabilillah, kemudian aku
dihidupkan, lalu aku terbunuh lagi, lalu dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi,
lalu dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi.” (HR. Al-Bikhari dari Abu Hurairah)
Rasulullah bersabda, “Demi (Allah) Dzat Yang menggenggam jiwaku,
tiada seseorang terluka (dalam jihad) fi sabilillah, dan Allah Maha Tahu
siapa yang terluka dalam jihad fi sabilillah, kecuali ia datang pada
hari kiamat, tubuhnya berwarna merah seperti darah dan aroma tubuhnya seperti
minyak misk.” (HR. Muttafaq ‘Alaih dari Abu Hurairah)
Ummu Haritsah binti Saraqah menanyakan kabar anaknya yang bernama
Haritsah yang wafat terkena panah nyasar kepada Rasulullah saw., “Kalau dia
sekarang berada di surga, aku akan bersabar,” ungkapnya. “Dan kalau dia
sekarang tidak di surga, maka aku akan meratapinya.” Rasulullah menjawab, “Ya
Ummu Haritsah, putramu sekarang berada di surga firdaus yang tertinggi.” (HR.
Al-Bukhari)
Rasulullah bersabda, “Ketahuilah, bahwa surga berada di bawah
bayangan pedang” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Abu Aufa)
Izin share ustadz
BalasHapusizin share pak ustadz
BalasHapus