Kamis, 07 November 2013

Semangat Baru Pemimpin Baru



Semangat Baru, 
Pemimpin Baru di Tahun Baru
 
 Ust H Hasbullah Ahmad *
Hijriyah 1434 H telah berganti dengan 1435 H seiring pula dengan pergantian pemimpin baru khususnya kota Jambi, perubahan tahun yang penuh inspirasi ini sepatutnya menjadi langkah untuk menumbuhkan semangat baru dalam menjalani hidup dengan cara move on dari keterpurukan kepada kemajuan, dari keburukan menuju kebaikan, dari kegundahan menuju ketenangan.
Semangat Pelantikan H Syarif Fasha dan KH Abdullah Sani sebagai Walikota dan Wakil Walikota Jambi pada akhir bulan Zulhijjah menuju awal Muharram Tahun Baru Islam merupakan awal napak tilas yang menumbuhkan semangat baru dalam kepemimpinan Jambi baru, setidaknya semangat baru tersebut terinspirasi dalam semangat Hijrah Nabi Muhammad SAW. hijrah atau move on yang bisa diambil dari peristiwa hijrah adalah: (a) perisitwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap muslim; (b) Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang tinggi. Menegakkan aqidah di tengah budaya jahiliyah adalah perjuangan berat; (c) Hijrah mengandung semangat persaudaraan. Kaum Anshor Madinah dengan sepenuh hati menerima kaum Muhajirin Makkah, dan inilah contoh ukhuwah yang sejati.
Hijrah atau melakukan perubahan adalah urusan yang berat dan sulit. Di bawahnya terdapat onak dan duri. Terkadang harus mengarungi lautan krisis, mendaki puncak-puncak gunung sebagai tantangan, hidup di antara serangga berbisa dan binatang-binatang buas. Ya.., hijrah merupakan perkara yang berat bagi diri manusia. Padahal jiwa manusia berdasarkan tabiatnya lebih menyenangi kampung halamannya dan senang melihat wajah-wajah yang akrab di matanya dalam masa yang panjang. Meskipun demikian, jika seorang yang beriman merealisir ibadah itu (hijrah) dan mengiringinya dengan berjuang, maka sesungguhnya dia layak untuk mengharap rahmat Allah.
Hijrah mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah. Dan kata hijrah menjadi identik dengan kata benar. Allah Ta’ala menyebut orang-orang yang berhijrah dengan sebutan orang-orang yang benar. Akan tetapi Allah membuat orang-orang yang menang bukan semata orang-orang yang benar. Allah berfirman: “(Yaitu) orang-orang fakir muhajirin yang diusir dari kampung halaman mereka dan dari harta mereka karena menuntut karunia Allah dan keridloan-Nya. Dan mereka menolong Allah dan Rosul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.”(QS. Al-Hasyr: 8)
Maka dari itu derajat shiddiq (benar) itu lebih tinggi, karena ia selalu berkaitan dengan kedudukan hijrah, yang mana jihad itu tidak akan sempurna tanpanya. Allah berfirman: “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya akan memperoleh tempat pindah yang banyak di bumi serta kelapangan rizki.” (QS. An-Nisa’: 100)
Konstruksi bangunan peradaban Islam dimulai sejak berawalnya hijrah. Secara historis faktual, masyarakat Madinah sebagai komunitas yang menerima kedatangan kaum Muhajirin Makkah telah dengan sepenuh hati membuka lebar kesempatan untuk bergabung dan menempati wilayah Yatsrib sebagai tempat hunian yang layak dan nyaman.
Rasulullah dan para sahabat hendak membangun komunitas yang selanjutnya dikenal dengan masyarakat madani. Bangunan peradaban dalam masyarakat di kota Madinah itulah yang kemudian memancar dan mampu memberi warna dunia dengan segala pancaran cahaya keimanan, kekuatan aqidah yang membentang, sinaran budi yang menembus jagad semesta raya. Dan Nabi Muhammad saw adalah memang diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia.
Hijrah pada masa lalu mungkin tidak akan kita lakukan kini. Perintah hijrah dari Makkah ke Madinah adalah khusus untuk Rasul saw dan para sahabatnya. Tidak mungkin kita melakukan hal itu sementara kita berada di Indonesia dengan kondisi yang sedemikian adanya.
Hijrah pada masa kini adalah menunjukkan kepada Allah dan Rasul-Nya bahwa kita mampu melaksanakan hijrah dalam bentuk kontekstual; meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan yang menular, melepas belenggu syahwat yang kronis, mengkonsumsi produk dalam negeri yang halal dan menjauhi produk negeri tiran, dan seterusnya.
Sebagai seorang Muslim atau pemimpin muslim sejati, hijrah adalah suatu keniscayaan. Pemaknaan hijrah itu bergantung pada situasi dan kondisi yang mengitarinya. Hijrah tidak akan dilakukan tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran yang mendalam. Hingga hijrah itu dilakukan sebagai bentuk pilihan yang aplikatif berdasar pada kesadaran dan keterpanggilan menjalankan agama Allah dan menegakkannya di muka bumi.
Sebagai apapun kita adanya itulah kita. Kita tekuni bidang kita. Kita nikmati fokus kita. Jika menjadi petani, nikmatilah profesi bertani. Jika menjadi pedagang di pasar, nikmatilah profesi berdagang. Yang bekerja di kantor, berperilakulah secara istiqomah dan komitmen sebagai aparatur pemerintah. Ke semua bidang kehidupan yang menjadi bagian kita adalah pilihan kita yang tepat sesuai kemampuan dan porsi kita, dan niat yang menjadi motor penggerak non-fisik hendaknya lurus menuju kepada Allah semata.
Motivasi hijrah yang direalisasikan dengan sungguh-sungguh itu merupakan bentuk manifestasi iman yang selama ini Nabi dan para sahabat pegangi dan perjuangkan. Siapapun di antara kaum Muslim dapat memilih dan mengambil ibroh dari spirit berhijrah Nabi saw. Di dalam aspek kehidupan manapun orang berkecimpung, semangat hijrah dapat diaktualisasikan. Pendekatan yang digunakan adalah keimanan.
Dengan semangat hijrah Nabi saw setiap Manusia Muslim dapat: memperbaiki hubungan persaudaraan dengan siapapun tanpa sekat-sekat politik atau kepentingan; membangun aqidah umat di setiap tempat kita berdomisili; mengedepankan urusan ketuhanan ketimbang masalah duniawi; menerapkan asas keberasamaan dan sikap egaliter, tanpa rasa sok kuasa; menyeimbangkan kualitas dan kuantitas hidup; dan sebagainya.
Mengupayakan transformasi nilai-nilai hijrah dalam bentuk nyata keseharian dapat menyelaraskan antara perilaku jasmani dengan keyakinan ruhani. Nilai hijrah tidak sebatas semangat untuk beragama dan bersosial semata, melainkan meneguhkan kualitas keyakinan setiap manusia Muslim dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Masihkah kita berdiam diri dan tidak mau mengikuti jejak Rasul saw, khususnya kepada pemimpin kita di Provinsi Jambi melalui kontekstualisasi hijrah di masa sekarang? Saatnya setiap manusia Muslim bergerak, bertindak dan memperbanyak amal demi menegakkan agama Allah,

*(Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi, Penulis buku Mewujudkan Ketenangan Jiwa GP Press Jakarta & Dewan Pakar BKMT Kota Jambi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar