Semangat Baru,
Pemimpin Baru di Tahun Baru
Ust
H Hasbullah Ahmad
*
Hijriyah 1434 H telah berganti dengan 1435 H
seiring pula dengan pergantian pemimpin baru khususnya kota Jambi, perubahan
tahun yang penuh inspirasi ini sepatutnya menjadi langkah untuk menumbuhkan
semangat baru dalam menjalani hidup dengan cara move on dari
keterpurukan kepada kemajuan, dari keburukan menuju kebaikan, dari kegundahan
menuju ketenangan.
Semangat Pelantikan H Syarif Fasha dan KH
Abdullah Sani sebagai Walikota dan Wakil Walikota Jambi pada akhir bulan
Zulhijjah menuju awal Muharram Tahun Baru Islam merupakan awal napak tilas yang
menumbuhkan semangat baru dalam kepemimpinan Jambi baru, setidaknya semangat
baru tersebut terinspirasi dalam semangat Hijrah Nabi Muhammad SAW. hijrah atau
move on yang bisa diambil dari peristiwa hijrah adalah: (a) perisitwa
hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah merupakan tonggak sejarah
yang monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap muslim; (b)
Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang
tinggi. Menegakkan aqidah di tengah budaya jahiliyah adalah perjuangan berat;
(c) Hijrah mengandung semangat persaudaraan. Kaum Anshor Madinah dengan sepenuh
hati menerima kaum Muhajirin Makkah, dan inilah contoh ukhuwah yang sejati.
Hijrah atau melakukan perubahan adalah urusan
yang berat dan sulit. Di bawahnya terdapat onak dan duri. Terkadang harus
mengarungi lautan krisis, mendaki puncak-puncak gunung sebagai tantangan, hidup
di antara serangga berbisa dan binatang-binatang buas. Ya.., hijrah merupakan
perkara yang berat bagi diri manusia. Padahal jiwa manusia berdasarkan
tabiatnya lebih menyenangi kampung halamannya dan senang melihat wajah-wajah
yang akrab di matanya dalam masa yang panjang. Meskipun demikian, jika seorang
yang beriman merealisir ibadah itu (hijrah) dan mengiringinya dengan berjuang,
maka sesungguhnya dia layak untuk mengharap rahmat Allah.
Hijrah mempunyai kedudukan yang sangat tinggi
di sisi Allah. Dan kata hijrah menjadi identik dengan kata benar. Allah Ta’ala
menyebut orang-orang yang berhijrah dengan sebutan orang-orang yang benar. Akan
tetapi Allah membuat orang-orang yang menang bukan semata orang-orang yang
benar. Allah berfirman: “(Yaitu) orang-orang fakir muhajirin yang diusir dari
kampung halaman mereka dan dari harta mereka karena menuntut karunia Allah dan
keridloan-Nya. Dan mereka menolong Allah dan Rosul-Nya. Mereka itulah
orang-orang yang benar.”(QS. Al-Hasyr: 8)
Maka dari itu derajat shiddiq (benar)
itu lebih tinggi, karena ia selalu berkaitan dengan kedudukan hijrah, yang mana
jihad itu tidak akan sempurna tanpanya. Allah berfirman: “Barang siapa
berhijrah di jalan Allah, niscaya akan memperoleh tempat pindah yang banyak di
bumi serta kelapangan rizki.” (QS. An-Nisa’: 100)
Konstruksi bangunan peradaban Islam dimulai
sejak berawalnya hijrah. Secara historis faktual, masyarakat Madinah sebagai
komunitas yang menerima kedatangan kaum Muhajirin Makkah telah dengan sepenuh
hati membuka lebar kesempatan untuk bergabung dan menempati wilayah Yatsrib
sebagai tempat hunian yang layak dan nyaman.
Rasulullah dan para sahabat hendak membangun
komunitas yang selanjutnya dikenal dengan masyarakat madani. Bangunan peradaban
dalam masyarakat di kota Madinah itulah yang kemudian memancar dan mampu
memberi warna dunia dengan segala pancaran cahaya keimanan, kekuatan aqidah
yang membentang, sinaran budi yang menembus jagad semesta raya. Dan Nabi
Muhammad saw adalah memang diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia.
Hijrah pada masa lalu mungkin tidak akan kita
lakukan kini. Perintah hijrah dari Makkah ke Madinah adalah khusus untuk Rasul
saw dan para sahabatnya. Tidak mungkin kita melakukan hal itu sementara kita
berada di Indonesia dengan kondisi yang sedemikian adanya.
Hijrah pada masa kini adalah menunjukkan kepada
Allah dan Rasul-Nya bahwa kita mampu melaksanakan hijrah dalam bentuk
kontekstual; meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan yang menular, melepas
belenggu syahwat yang kronis, mengkonsumsi produk dalam negeri yang halal dan
menjauhi produk negeri tiran, dan seterusnya.
Sebagai seorang Muslim atau pemimpin muslim
sejati, hijrah adalah suatu keniscayaan. Pemaknaan hijrah itu bergantung pada
situasi dan kondisi yang mengitarinya. Hijrah tidak akan dilakukan tanpa adanya
pertimbangan dan pemikiran yang mendalam. Hingga hijrah itu dilakukan sebagai
bentuk pilihan yang aplikatif berdasar pada kesadaran dan keterpanggilan
menjalankan agama Allah dan menegakkannya di muka bumi.
Sebagai apapun kita adanya itulah kita. Kita
tekuni bidang kita. Kita nikmati fokus kita. Jika menjadi petani, nikmatilah
profesi bertani. Jika menjadi pedagang di pasar, nikmatilah profesi berdagang.
Yang bekerja di kantor, berperilakulah secara istiqomah dan komitmen sebagai
aparatur pemerintah. Ke semua bidang kehidupan yang menjadi bagian kita adalah
pilihan kita yang tepat sesuai kemampuan dan porsi kita, dan niat yang menjadi
motor penggerak non-fisik hendaknya lurus menuju kepada Allah semata.
Motivasi hijrah yang direalisasikan dengan
sungguh-sungguh itu merupakan bentuk manifestasi iman yang selama ini Nabi dan
para sahabat pegangi dan perjuangkan. Siapapun di antara kaum Muslim dapat
memilih dan mengambil ibroh dari spirit berhijrah Nabi saw. Di dalam
aspek kehidupan manapun orang berkecimpung, semangat hijrah dapat
diaktualisasikan. Pendekatan yang digunakan adalah keimanan.
Dengan semangat hijrah Nabi saw setiap Manusia
Muslim dapat: memperbaiki hubungan persaudaraan dengan siapapun tanpa
sekat-sekat politik atau kepentingan; membangun aqidah umat di setiap tempat
kita berdomisili; mengedepankan urusan ketuhanan ketimbang masalah duniawi;
menerapkan asas keberasamaan dan sikap egaliter, tanpa rasa sok kuasa;
menyeimbangkan kualitas dan kuantitas hidup; dan sebagainya.
Mengupayakan transformasi nilai-nilai hijrah
dalam bentuk nyata keseharian dapat menyelaraskan antara perilaku jasmani
dengan keyakinan ruhani. Nilai hijrah tidak sebatas semangat untuk beragama dan
bersosial semata, melainkan meneguhkan kualitas keyakinan setiap manusia Muslim
dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Masihkah kita berdiam diri dan tidak mau
mengikuti jejak Rasul saw, khususnya kepada pemimpin kita di Provinsi Jambi melalui
kontekstualisasi hijrah di masa sekarang? Saatnya setiap manusia Muslim
bergerak, bertindak dan memperbanyak amal demi menegakkan agama Allah,
*(Dosen
Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi, Penulis buku Mewujudkan
Ketenangan Jiwa GP Press Jakarta & Dewan Pakar BKMT Kota Jambi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar