Stabilitas Ekonomi
Qur'ani
Hasbullah Ahmad 081366174429
Apabila kita memperhatikan dan mempelajari
Al Qur’an secara mendalam dengan mata hati kita maka kita akan menemukan
keluasannya, Universalitas Al Qur’an dapat mencakup seluruh aspek kehidupan
baik duniawi maupun ukhrowi , maka tak heran kalau Al Qur’an selalu dijadikan
sebagai objek referensi dalam setiap pembicaraan. Hal tersebut telah
diisyaratkan oleh Al Qur’an Surat Thaha 123-124:
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلايَشْقَى& وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Artinya : “Barang
siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, maka dia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunnya pada hari kiamat
dalam keadaan buta.
Yang menjadi masalah adalah Al Qur’an
sekarang hanya dijadikan sebagai simbol dalam hidup, sedang hakekat aplikasi
atau penerapannya belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, Al-Qur’an dilupakan
begitu saja, apalagi diera transisi seperti sekarang ini dengan terjadinya
berbagai macam gejolak baik politik, ekonomi dan sosial budaya. orang lebih
mengutamakan hal-hal yang bersifat politis daripada religi.
Politik Ekonomi Kapitalis adalah tujuan yang ingin dicapai oleh hukum-hukum yang dipergunakan
untuk memecahkan mekanisme serta mengatur urusan manusia dalam ekonomi
kapitalis tersebut. Sedangkan politik Ekonomi Qur’ani adalah jaminan
tercapainya pemenuhan semua kebutuhan primer ( Basic Needs ) tiap orang
secara menyeluruh, berikut kemungkinan tiap orang akan memenuhi kebutuhan
sekunder sesuai dengan kadar kemampuannya, sebagai individu yang hidup dalam
sebuah masyarakat yang memilki gaya hidup (Life Style ) tertentu, Islam
memandang tiap orang secara pribadi, bukan secara kolektif sebagai komunitas
yang hidup dalam sebuah negara, pertama sekali Islam memandang tiap orang
sebagai manusia yang harus dipenuhi semua kebutuhan primernya secara
menyeluruh. Baru, berikutnya, Islam memandangnya dengan kapasitas pribadinya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder sesuai dengan kadar kemampuannya.
Kemudian pada hal yang sama, Al Qur’an
memandangnya sebagai orang yang terikat dengan sesamanya dalam interaksi
tertentu, sesuai dengan gaya hidup yang tertentu pula.
Oleh karena itu, Ekonomi Qur’ani bukan hanya
bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan sebuah negara semata, tanpa
memperhatikan terjamin tidaknya tiap orang untuk menikmati kehidupan tersebut.
Dan juga Ekonomi Qur’ani bukan hanya bertujuan untuk mengupayakan kemakmuran
individu dengan membiarkan mereka sebebas-bebasnya untuk memperoleh kemakmuran
tersebut dengan cara apapun, tanpa memperhatikan terjamin tidaknya hak hidup
tiap orang, akan tetapi Ekonomi Qur’ani semata mata merupakan pemecahan masalah
utama yang dihadapi tiap orang. jadi ada
perbedaan antara Ekonomi Qur’ani dengan bentuk Ekonomi Kapitalis atau sekuler lainnya.
Sebagaimana negara kita Indonesia
Diawal bulan juli 1997 telah mengalami
krisis dalam berbagai bidang, maka bangsa kitapun berjuang dan berusaha untuk
keluar dari hal tersebut, dengan berbagai macam cara yang diantaranya yaitu
gerakan cinta rupiah, yang ini juga merupakan hakikat dari salah satu usaha
memulihkan kembali nilai rupiah atas mata uang asing. Penguatan nilai rupiah
sama halnya dengan mengembalikan kehormatan dan kejayaan bangsa Indonesia, dengan merosotnya nilai rupiah,
kehidupan rakyat menjadi susah. Pendapatan secara riil berkurang dengan
sendirinya, sementara di lain pihak biaya hidup semangkin meningkat. dengan dikampanyekannya cinta
rupiah maka tidak akan melahirkan embrio keborosan atau menggunakan rupiah
bukan pada kegunaannya, hal tersebut telah juga disinyalir oleh Allah SWT dalam
Al Qur’an Al Isro 29 :
وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Artinya :“dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
Dari itulah penanaman Ekonomi Qur’ani
dalam kehidupan bermasyarakat yang Islami adalah mutlak, untuk mewujudkan
hakikat Islam yang hakiki karena Al Qur’an mengequalkan manusia antara satu
dengan yang lain, tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin walaupun ia
dibedakan dengan harta dan kedudukan, itu hanyalah perbedaan secara wujud
dzhahir.
Guna untuk membangun tatanan Ekonomi
Qur’ani yang efektif, maka penulis
menawarkan dua asas
yang urgen untuk dijadikan landasan dasar dari Qur’an itu sendiri yaitu :
1. Tasry’ yaitu kebijakan Ekonomi yang bersandarkan kepada Al Qur’an dan
Sunnah Rasulullah SAW. Yang menjamin
terpenuhinya syarat syarat minimal untuk tumbuh berkembang ditengah tengah
persaingan global. Tasry atau jalan yang seperti inilah yang digunakan untuk
menstabilisasikan Ekonomi Qur’ani
yang ditanamkan dalam
individual muslim secara
Internal, dengan menanamkan Konsep dan nilai Al Qur’an. Asas Tasry
adalah azas yang yang bersifat tetap dan mengikat, tidak menerima Ijtihad yang
akan mengalami perbedaan sesuai dengan perbedaan masa, tempat, lingkungan,
keadaan, dan faktor-faktor lainnya. Tetapnya masalah-masalah ini dalam sistem
islam mengandung maksud pemeliharaan Ilahi, untuk mewujudkan kemapanan hidup
dan ketenangan dalam masyarakat. Dengan demikian, sistem ini dari waktu ke
waktu, tidak mengalami perubahan dan pergantian yang akan mengakibatkan
kegoncangan dan kehancuran. Hal-hal yang tetap inilah yang merealisir kesatuan
pikiran, perasaan, dan pengalaman bagi ummat. Dan pada gilirannya akan
menjadikan ummat satu pandangan, tujuan dan satu pemikiran. Pemilikan pribadi,
kewarisan, perbedaan tingkat manusia dalam rezeki, kewajiban menyerahkan zakat
kepada yang berhak menerimannya, kewajiban Infaq di Jalan Allah, haramnya
kikir, mubazir, dan hidup mewah, haramnya riba, penimbunan dan mempermainkan
harga, larangan memakan makanan anak yatim dengan bathil, menghalalkan yang
baik-baik, mengharamkan yang buruk-buruk, dorongan untuk bekerja dan berjalan
di penjuru bumi, wajib memelihara harta individu dan jama’ah, dan larangan
menyerahkan harta ketangan orang-orang bodoh dan pemboros. Semua itu merupakan
hal-hal mengikat yang bersifat pasti dan tetap dengan tetapnya kehidupan
manusia. Demikianlah sebahagian dari pada prinsip azas yang harus dipegang
teguh agar tidak terjadinya kerusakan dan kehancuran dalam bidang ekonomi.
2. Taujih yaitu Ajaran tentang Kemuliaan, Keluhuran, dan Keshalehan Sosial untuk mensyukuri segala Nikmat yang diberikan Allah SWT. Hal yang
seperti ini menerima perubahan dan tunduk dari pada perkembangan zaman. Inilah
hal yang oleh Islam dijadikan Medan Ijtihad bagi para Mujtahid. Allah tidak
menghendaki kesempitan dalam masalah ini kepada hamba-Nya dengan memberikan
nash-nash yang tegas dan gamblang yang mengikat mereka. Tetapi Allah membiarkan
tanpa nash, atau memberikan nash tetapi dengan nash yang mengandung berbagai
kemungkinan penafsiran, untuk membuka peluang munculnya berbagai pandangan dan
pendapat yang menginginkan Kebenaran dan mencari Kemashlahatan. Sedangkan
segala hal yang diwajibkan, segala aturan dan segala hal yang diharamkan adalah
hal yang bersifat tetap yang menjadi landasan dan tiang bagi bangunan sistem
azas Islami.
Jadi, konsep Ekonomi Qur’ani dibangun diatas dua landasan, yaitu Tasry’ atau Struktural
sebagai landasan yang bersifat tetap dan mengikat dan Taujih atau Kultural sebagai landasan
yang bersifat dinamis dan memerlukan banyak perspektif dalam mengambil suatu
istimbath dari padanya. Kesetaraan
ekonomi atau ekonomi merata dalam konsep kemasyarakatan adalah hal yang
sangat diharapkan, sebagaimana yang telah termaktub dalam firman Allah SWT :
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ
Artinya : “dan
Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki,
tetapi orang orang yang dilebihkan rezkinya itu tidak mau memberikan rezeki
mereka kepada budak budak yang mereka miliki, agar mereka sama merasakan rezki
itu, maka mengapa mereka mengingkari ni’mat Allah SWT”.
Krisis Ekonomi yang
telah melanda kita ini biasanya membuat diri setiap orang lupa akan jati
dirinya sehingga akibat merosoknya ekonomi akhlaknyapun ikut merosok dan banyak
melakukan tindak anarkhis. Itulah sebabnya penulis berani mengambil judul
Stabilitas Ekonomi dalam Perspektif Al Qur’an sebagai kajian Tafsir Ilmi, yang
inti bahasannya mengembalikan Jati diri Masyarakat kepada konseptual Al Qur’an dalam
menstabilisasikan Ekonomi Negara Indonesia. [...] Taken from Latar belakang Skripsi S1 Hasbullah IAIN STS Jambi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar