Rabu, 21 September 2011

Revitalisasi Takhrij al Hadits bagi Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi

REVITALISASI TAKHRIJ AL HADIS BAGI MAHASISWA FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

Peneliti Utama
Ust Hasbullah Ahmad,MA

A. PENDAHULUAN.
Wacana yang paling fundamental dalam kajian hadis adalah persoalan otentisitas dan reliabilitas metodologi otentifikasi hadis. Keraguan sebagian sarjana Muslim atas peran hadis sebagai sumber otoritas kedua setelah al-Qur’an, tidak sepenuhnya berkaitan dengan resistensi mereka atas otoritas sunnah, tetapi lebih pada keraguan mereka atas keakuratan metodologi yang digunakan dalam menentukan originalitas hadis. Apabila metodologi otentifikasi yang digunakan bermasalah, maka semua hasil yang dicapai dari metode tersebut tidak steril dari kemungkinan kemungkinan verifikasi ulang, kritik sejarah bahkan hasil tersebut bisa menjadi collapse.
Pertanyaannya adalah: apakah sesungguhnya hadis itu. Benarkah hadis itu adalah ucapan verbal nabi, tingkah laku nabi atau persepsi masyarakat Islam tentang nabi? Apakah buku hadis yang kita warisi dari abad ketiga seperti Sahih Bukhari dan Muslim, merupakan refleksi sunnah nabi. Apakah metodologi yang digunakan oleh Bukari dan Muslim dan para mukharrij yang lain untuk menyeleksi hadis nabi sudah cukup akurat sehingga semua hadis yang terdapat didalamnya dianggap sahih sehingga kritik sejarah tidak perlu lagi dilakukan? Bagaimana dengan akurasi metode kritik hadis (ulumul hadis)? Pertanyaan ini cukup intriguing dan mungkin untuk kalangan tertentu dianggap profokatif.
Informasi tentang nabi yang terekam dalam buku-buku hadis laksana pecahan-pecahan kaca yang harus direkonstruksi supaya dapat memantulkan berita-berita akurat tentang nabi. Meskipun hadis-hadis tersebut telah diseleksi oleh para kolektornya (misalnya al-Bukhari, Muslim, Tirmizi, Ibn Majah, Abu Daud, Nasai dll). Namun, kenyataan bahwa para kolektor ini hidup pada abad ke tiga hijriah (dua ratus tahun lebih setelah nabi wafat), pertanyaan epistimologis muncul: sejauh mana tingkat akurasi metodologi para kolektor ini dalam menyeleksi hadis-hadisnya? Apakah metodologi mereka sama dengan metodologi yang populer kita kenal dalam ulum al-hadis khususnya takhrij al hadis?
Kecendrungan sebagian diantara kita adalah menolak atau menerima sebuah hadis tanpa meneliti historisitasnya. Apabila sebuah hadis disebutkan dalam Sahih al-Bukahi atau Muslim, apalagi kalau keduanya menyebutkannya, lebih-lebih lagi kalau disebutkan dalam kutub al-sitta, al-tis’a, maka tidak diragukan lagi hadis tersebut menurut mayoritas sarjana Islam, sahih, sehingga analisis historis terhadapnya tak lagi penting. Benarkah sikap seperti itu? Terdapatnya sebuah hadis dalam sejumlah kitab-kitab hadis bukanlah jaminan akan historisitasnya, karena boleh jadi hadis tersebut diriwayatkan secara massive pada generasi tertentu (paroh kedua abad kedua dan seterusnya sampai ke masa mukharrij), tapi pada generasi sebelumnya (paroh pertama abad kedua dan sebelumnya sampai masa nabi) diriwayatkan secara ahad (single strand). Singkatnya, semua hadis yang terekam dalam kitab hadis harus tunduk pada kritik sejarah.
Maka ada beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya penelitian hadis menurut Syuhudi Ismail dalam bukunya yang berjudul metodologi penelitian hadis nabi (1992:7) diantaranya : Hadis Nabi sebagai salah satu sumber ajaran Islam; Tidaklah seluruh hadis tertulis pada zaman Nabi; Telah timbul berbagai pemalsuan hadis; Proses penghimpunan hadis yang memakan waktu lama; Jumlah kitab hadis yang banyak dengan metode penyusunan yang beragam; dan telah terjadi periwayatan hadis secara makna.
Dalam perkembangan metodologi pemahaman terhadap hadis, muncul teori adanya hadis-hadis yang dianggap bertentangan satu sama lain atau bertentangan dengan dalil-dalil lain atau dianggap palsu. Para ulama demi melihat hal ini kemudian merumuskan di samping kriteria kesahihan sanad dan matan mereka juga membuat klasifikasi dari sisi apakah suatu hadis itu memiliki dimensi syari’ah ataukah tidak. Dari sinilah dikembangkan persoalan dalam kaitannya dengan matan hadis ke arah pemahaman hadis, dengan meneliti ulang dan mengelaborasi banyak matan hadis yang sekalipun sudah sahih tetapi terlihat dari luarnya terjadi ta’arud, sehingga muncul pemahaman yang proporsional dan menenteramkan hati serta pikiran dengan teori al-Jam’u wa al-taufiq (kompromi), tarjih (pengunggulan), naskh (penghapusan) dan juga tawaqquf (ditangguhkan terlebih dahulu).
Salah satu manfaat dari takhriijul hadits adalah memberikan informasi bahwa suatu hadits sahih, hasan, ataupun daif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya. Usaha mencari sanad hadis yang terdapat dalam kitab hadis karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut. Usaha semacam ini dinamakan juga istikhraj. Misalnya seseorang mengambil sebuah hadis dari kitab جامع صحيح مسلم. kemudian ia mencari sanad hadis tersebut yang berbeda dengan sanad yang telah ditetapkan oleh lmam Muslim.
Suatu keterangan bahwa hadis yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun hadis mengakhiri penulisan hadisnya dengan kata-kata: \" أخرجه البخارى\", artinya bahwa hadis yang dinukil itu terdapat kitab جامع الصحيح البخارى. Bila ia mengakhirinya dengan kata أخرجه مسلم berarti hadis tersebut terdapat dalam kitab Sahih Muslim. Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadis yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.
Takhrij al Hadis perlu dilakukan karena dengan takhrij al hadis akan memberikan informasi bahwa suatu hadis termasuk hadis sahih, hasan, ataupun daif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya; Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadis adalah hadis makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadis adalah mardud (tertolak). Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rasulullah SA W. yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis tersebut, baik dan segi sanad maupun matan.
Maka dalam penelitian karya tulis ilmiah pengutipan hadis harus dibarengi dengan metode takhrij al hadis dengan dilengkap data kitab yang dijadikan sumber, hadis yang dikutip tidak hanya matan al hadis tetapi minimal juga nama mukharrij al hadis dan nama periwayat pertama yang meriwayatkan hadis. Adapun pengertian takhrij al hadis dalam penelitian ini adalah Penulusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asal dari sebuah hadis yang bersangkutan, yang didalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang teliti.
Dengan meyakini bahwa hadis Nabi merupakan bagian dari sumber ajaran Islam, maka penelitian hadis atau takhrij al hadis khususnya pada hadis ahad sangat penting, penelitian ini dilakukan untuk upaya menghindarkan diri dari penggunaan dalil-dalil hadis yang tidak dapat dipertanggung jawabkan sebagai suatu yang berasal dari Rasulullah SAW, sekiranya hadis Nabi sebagai data sejarah belaka, niscaya penelitian hadis tidaklah begitu penting, namun ketika hadis dijadikan sebagai sumber pokok ajaran Agama maka disinilah letak kewajiban dan kepentingan dari penelitian itu diwujudkan.
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin adalah mahasiswa yang banyak bergulat dengan pemikiran-pemikiran Islam serta sumber pokok ajaran agama. Yang jelas setiap penulisan karya Ilmiah maupun Skripsi, serta pengungkapan dalil-dalil dalam pelaksanaan praktek dakwah maka memerlukan keseriusan terhadap pendalaman tentang bagaimana mengetahui sumber asli dari hadis yang di presentasekan. Kebutuhan terhadap ilmu takhrij al hadis sudah sangat diperlukan khususnya dalam payung ilmiah, karena apabila seorang mahasiswa muslim yang mengeluarkan statemen tentang hadis lalu tidak dapat mempertanggungjawabkannya adalah naif ditambah lagi mengungkapan hadis tanpa menyebut periwayatan nya dan tidak berhati-hati pada kondisi hadis yang sahih, dhaif maupun palsu yang bisa berdampak pada pembohongan sandaran pada hadis yang dimaksud.
Untuk itulah maka penelitian terhadap suatu hadis guna mengetahui tingkat validitasnya sangat signifikan untuk mendalami dan memahami tata cara penelitian hadis ini, agar suatu hadis dapat diketahui apakah ia dapat dijadikan hujjah atau tidak dalam menatapkan hukum. Ini berarti penelitian ulang terhadap hadis-hadis atau takhrij al Hadis sangat penting bagi kaum intelek khususnya mahasiswa terutama dari segi sanadnya yang ditempuh dengan metode takhrij.
Sedangkan bila dilihat dalam Kurikulum atau mata kuliah yang ditawarkan pada Fakultas Ushuluddin tidak peneliti jumpai pendalaman khusus tentang takhrij al hadis kecuali pada jurusan Tafsir Hadis, yang idealnya semua jurusan dan prodi dalam fakultas Ushuluddin adalah wajib untuk memahami secara teori maupun praktek, yang tidak hanya sebatas ilmu singkat yang biasanya dimasukkan dalam sub bagian mata kuliah ulum al hadis. Fakta yang peneliti lihat ketika penulisan skripsi Mahasiswa dituntut untuk menela’ah dan meneliti kualitas hadis yang ditampilkan dalam skripsi dengan menyebut sanad, matan dan sumber asli kitab yang telah menjadi standar dalam penelitian ilmiah.
Begitu juga dalam penyampaian ceramah agama, diskusi atau halaqah terkadang mahasiswa Muslim khususnya Mahasiswa Fakultas Ushuluddin mengungkapkan hadis hasil dari palagiat pendengaran dari satu sumber ke sumber lain yang tidak jelas kualitas hadis yang disampaikan, seperti contoh kasus banyaknya penceramah atau mahasiswa yang menganggap bahwa kalimat النظافة من الإيمان dan حبّ الوطن من الإيمان adalah hadis nabi padahal yang demikian itu adalah Maudhu’ atau hadis palsu yang tidak memiliki sumber asal yang kalau diadakan penelitian hadis secara matan, maka dapat dujumpai hadis yang memiliki substansi yang sama dengan hadis diatas dalam bentuk hadis yang shahih.
Takhrij pada prinsipnya adalah upaya meneliti kembali atau mengeluarkan suatu hadis dari kitab-kitab hadis untuk menganalisis keadaan sanadnya, baik aspek kesinambungan mata rantai perawi maupun tingkat kredibilitas para perawi. Dengan demikian akan diketahui tingkat validitas hadis. Namun, sangat disayangkan ketika dalam penelaahan dan penelitian terhadap kualitas hadis tersebut mahasiswa penulis skripsi hanya mampu menjiplak atau membayar orang lain untuk mencari sumber hadis yang dimaksud. Padahal dalam perkembangannya Takhrij al Hadis bisa dilakukan secara manual melalui kitab-kitab mu’tabar yang tersedia di perpustakaan atau melalui e-Hadis dengan browsing di Software hadis yang telah ada. Maka inilah yang melatarbelakangi peneliti membuat kajian tentang Revitalisasi Takhrij al Hadis bagi Mahasiswa Ushuluddin IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana cara me-Revitalisasi Takhrij al Hadis bagi mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan apa saja kendala yang dihadapi dalam merevitalisasi Takhrij al Hadis ini?

C. TUJUAN PENELITIAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya revitalisasi Takhrij al hadis sebagai ilmu dalam setiap penelitian dan penulisan ilmiah, supaya hadis-hadis yang termaktub dalam setiap penelitian dapat diketahui sumber asli, matan dan sanadnya.
Temuan-temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak fakultas Ushuluddin untuk merevitaslisasi takhrij al hadis bagi kepentingan mahasiswa fakultas Ushuluddin khususnya mahasiswa yang sedang menjalanlan penelitian ilmiah atau skripsi. Baik dalam bentuk mata kuliah SKS maupun Non SKS sebagai syarat penulisan skripsi.
D. KERANGKA BERFIKIR.
a. Revitalisasi.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2005:954), Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya). Pengertian melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti proses, cara, dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali berbagai program kegiatan apapun. Atau lebih jelas revitalisasi itu adalah membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali.
Revitalisasi yang arti harfiahnya “menghidupkan kembali”, maknanya bukan sekedar mengadakan/mengaktifkan kembali apa yang sebelumnya pernah ada, tetapi menyempurnakan strukturnya, mekanisme kerjanya, menyesuaikan dengan kondisi baru, semangatnya dan komitmennya.
Berbagai macam pengertian lain tentang revitalisasi dari banyak kalangan muncul sedemikian rupa. Bisa dimungkinkan satu sama yang lain bertentangan. Dalam khazanah dinamika keilmuan kontemporer, hal itu wajar terjadi, karena pada prinsipnya tidak akan ada definisi yang definitive. Artinya batasan pengertian terhadap suatu istilah tertentu, sulit –untuk tidak mengatakan mustahil– akan dapat menggambarkan istilah itu secara utuh dan menyeluruh.
Seiring perkembangan pemikiran, istilah revitalisasi digunakan oleh banyak kalangan dalam segala bidang, dari bidang kajian yang abstrak sampai dengan yang nampak secara kasat mata. Beberapa contoh revitalisasi di ranah pemikiran saja diantaranya yang bisa diangkat adalah revitalisasi kearifan lokal yaitu suatu langkah upaya menginterpretasi ulang makna-makna yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut agar tetap produktif. Reinterpretasi itu penting, sebab pemaknaan kearifan lokal oleh para leluhur kita itu tentulah mereka sesuaikan dengan konteks zamannya, dan generasi penerusnya saat ini perlau melakukan pemaknaan lagi sesuai dengan konteks zaman yang berlangsung sekarang, sama seperti penyesuaian yang dilakukan oleh nenek moyang dahulu. Wilayah cakupan revitalisasi yang dilakukan berkutat di wilayah seputar hal-hal yang abstrak. Sukses tidaknya revitalisasi itu tentu dengan pengamatan dengan cara abstraksi pula. Kasus yang sama, seperti revitalisasi budaya, visi organisasi, paradigma keislaman, dan banyak lagi yang lainnya, juga di wilayah yang tidak nampak secara kasat mata.
Revitalisasi bisa di tarik ke mana-mana untuk hal apa saja. Dalam tataran aplikatif sebagaimana digunakan banyak kalangan belakangan ini, revitalisasi tidak ubahnya seperti istilah kata biasa, sama dengan kata reorganisasi, reformulasi, reinterpretasi dan yang lainnya. Lebih jelas, memfinalkan istilah revitalisasi sebagai suatu bangunan teori tertentu yang lahir karena gejolak sejarah masa lalu, belum ada sumber referensi yang akurat dan mutawatir. Hanya apabila lebih meyakini revitalisasi sebagai bangunan suatu teori tertentu, maka untuk digunakan dalam kajian bidang apa saja, ada beberapa prinsip dasar revitalisasi yang harus dipakai:
1. Objek revitalisasi (tempat atau masalah yang akan diberdayakan) jauh dalam rentang waktu sebelumnya sudah pernah menjadi vital (sudah pernah terberdaya).
2. Disaat akan melakukan revitalisasi, tempat atau masalah yang menjadi objek dimaksud dalam kondisi menurun atau kurang terberdaya lagi.
3. Target dilakukannya revitalisasi adalah untuk memulihkan kembali kondisi suatu tempat atau masalah, minimal sama dengan vitalitas yang pernah digapai sebelumnya, tambah bagus apabila lebih baik lagi.

b. Takhrij al Hadis
Kata Takhij adalah bentuk masdar dari فعل الماضى yang secara bahasa berarti mengeluakan sesuatu dari tempat. Prof. Dr Mahmud al Thahan dalam bukunya اصول التخريج ودراسة الأسانيد (1978:9) menjelaskan bahwa kata al Takhrij menurut pengertian bahasa artinya adalah berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang satu, kata tersebut juga sering disimpulkan dengan arti الإستنباط (hal mengeluarkan) ; التدريب (hal melatih atau hal pembiasaan); التوجيه (hal memperhadapkan).
Maka menurut istilah bahwa takhrij al hadis adalah mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan pada periwayatannya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh; atau menunjukkan asal-usul hadis berdasarkan sumbernya dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh para Mukharrijnya langsung; dan atau menunjukkan dan mengemukakan letak asal hadis pada sumbernya yanga sli dari berbagai kitab.
Adapun manfaat dan sebab-sebab perlunya kegiatan takhril al Hadis diantaranya adalah:
1. Memberikan informasi bahwa suatu hadis termasuk hadis sahih, hasan, ataupun daif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya;
2. Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadis adalah hadis makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadis adalah mardud (tertolak).
3. Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rasulullah SA W. yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis tersebut, baik dan segi sanad maupun matan.



METODOLOGI PENELITIAN

A. Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Tahun 2010 yang mencakup semua Jurusan dan Program Studi kecuali Jurusan Tafsir Hadis. Diantara Jurusan dan Program Studi yang dimaksud adalah Jurusan Aqidah Filsafat, Jurusan Dakwah dengan Prodi Jurnalistik, Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Public Relation dan KPI, khususnya bagi mahasiswa semester atas yang mempersiapkan diri dalam penulisan skripsi dan atau penelitian ilmiah.

B. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan dilengkapi dengan metode kuantitatif sederhana. Metode kualitatif dipandangan sebagai prosedur penelitian yang bisa menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku ini dapat diamati (Taylor, 1986:3). Pendekatan kualitatif ini berkaitan erat dengan sifat unik dari realitas sosial dan dunia tingkah laku manusia itu sendiri terlebih objek penelitiannya.
Dalam penelitian ini, peneliti telah mengadakan pengamatan atau wawancara tak berstruktur dan interaksi antar objek penelitian, membaca gerak muka, menyalami perasaan dan pengetahuan serta nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Peneliti berupaya mengumpulkan dan mencatat data secara terperinci mengenai hal-hal yang bertalian dengan permasahan yang akan diteliti yaitu revitalisasi takhrij al hadis terhadap responden. Kemudian data dan informasi dari satu pihak dicek kebenarannya dengan menguji keakuratan data tersebut dengan yang lainnya.

C. Jenis dan Sumber Informasi Data
1. Jenis Informasi Data
a. Data Primer dan Data Sekunder
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Data tersebut menjadi data sekunder kalau dipergunakan orang yang tidak berhubungan langsung dengan penelitian yang bersangkutan.
Adapun yang penulis maksudkan data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari wawancara, observasi yang mengenai permasalahan dalam penelitian ini.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk dokumentasi yaitu data-data yang telah didokumentasikan baik berupa kurikulum atau kitab-kitab turast (kuning) yang ada singkronisasinya dengan penelitian yang dilakukan.

2. Sumber Informasi Data
Sumber informasi data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data itu diperoleh (Arikunto,2006:128). Sumber data dalam penelitian dapat dibagi menjadi dua yaitu : person atau orang dan materi. Sumber data melalui orang-orang yang dijadikan responden dan informan seperti: Dosen dan Mahasiswa. Sedangkan sumber data yang bersifat materi berupa dokumen.

D. Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti diambil dengan menggunakan cara purposive sampling yaitu ”...teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu”. (Sugiono, 2008:329).
Pertimbangan tertentu itu bisa saja misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu atau mengerti dengan data yang dibutuhkan oleh peneliti. Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Mahasiswa yang sedang mempersiapkan diri dalam penulisan skripsi dan atau penelitian ilmiah.

E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara langsung terhadap objek penelitian dengan menggunakan teknik:
1. Observasi
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observasi berada bersama objek yang diselidiki, disebut observasi langsung (S. Margono, 1997:158-159).
Observasi dilakukan dengan memperoleh informasi yang jelas dengan mengadakan pengamatan atau pencatatan secara langsung terhadap revitalisasi Takhrij al Hadis bagi Mahasiswa Fakultas Ushuluddin.
2. Wawancara
Wawancara sedikit banyaknya juga merupakan angket lisan, responden dan interview mengemukakan informasinya secara lisan dalam hubungan tatap muka (Faisal,1990:213).
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel, yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2006:231).

F. Teknik Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan dan dianalisis sesuai dengan jenis datanya, selanjutnya data akan didiskripsikan dengan analisis sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Reduksi data diperoleh dan dimulai dari membaca, menelaah, mempelajari seluruh data yang diperoleh baik dari pengamatan. Wawancara dan dokumentasi, apakah ada yang kurang, tidak dimengerti atau meragukan. Bila ada yang kurang diadakan pencarian data kembali, Reduksi data ini berkaitan dengan penyeleksian, pemfokusan, penyederhanaan, pengabstraksian dan pentransformasian data yang diperoleh. (Miles, 1992:16)
2. Penyajian Data
Penyajian data yaitu penyajian seluruh informasi yang diperlukan untuk keperluan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Biasanya berupa naratif, namun juga bisa berbentuk bagan, tabel silang, matrik atau jaringan kerja. (Miles, 1992 :17)
3. Kesimpulan Data atau Verifikasi
Kesimpulan data atau Verifikasi merupakan langkah yang terus mengalir, artinya kesimpulan bisa ditarik ketika dilapangan dan juga ketika selesai dari lapangan, namun bila terasa janggal masih bisa juga kembali kelapangan penelitian. (Miles,, 1992: 20).

G. Triangulasi Data
Triangulasi adalah suatu teknik pemerikasaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber yang lainnya (Moloeng, 2007:330).
Berdasarkan teknik trianggulasi tersebut di atas, maka dapat diambil suatu pemahaman bahwa penggunaan teknik trianggulasi yang dimaksud adalah untuk mengecek kebenaran dan keabsahan data-data yang diperoleh di lapangan dalam penelitian ini yang bersumber dari pemeriksaan sumber lain.
Trianggulasi dengan sumber lain berarti membandingkan dan mengecek data dengan alat dan waktu yang berbeda derajat kepercayaan suatu informasi diperoleh ketika terdapat kesamaan atau kemiripan informasi. Triangulasi dapat dicapai dengan jalan sebagai berikut:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan prespektif dengan berbagai pendapat dan pandangan orang berada pada orang pemerintah.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumentasi yang berkaitan (Moleong,2007:330-331).

H. Tahapan Penelitian
Untuk memudahkan langkah-langkah dalam penelitian penulis menyusun tahap-tahap penelitian yang Insya Allah dilakukan sesuai dengan waktu yang ditetapkan yang peneliti bagi setidaknya kedalam beberapa tahapan sebagai berikut:
i. Tahap Orientasi
Pada tahap ini peneliti mengadakan pengumpulan data secara umum, mengadakan observasi dan wawancara secara umum dan terbuka sehingga memperoleh informasi yang luas mengenai hal-hal yang umum tentang Revitalisasi Takhrij al Hadis bagi Mahasiswa Ushuluddin IAIN STS Jambi , kemudian informasi dari sejumlah responden dianalisis untuk menemukan hal-hal yang menonjol, menarik, penting dan berguna, itulah selanjutnya yang dijadikan sebagai fokus penelitian.
ii. Tahap Eksplorasi
Dalam tahap ini fokus sudah lebih jelas sehingga dapat dikumpulkan data yang lebih terarah dan spesifik. Observasi dapat ditujukan kepada hal-hal yang dianggap ada hubungannya dengan fokus penelitian. Wawancara dilakukan dengan lebih testruktur dan mendalam sehingga informasi yang dalam dan bermakna diperoleh tentang revitalisasi takhrij al hadis bagi mahasiswa Ushuluddin.
iii. Tahap Member check.
Tahap ini adalah hasil wawancara dan pengamatan yang telah berkumpul, yang sejak semula dianalisis, dituangkan dalam bentuk laporan, hasilnya dikemukakan kepada responden atau informan untuk dicek kebenaran agar hasil dari penelitian ini dapat dipercaya. Sebenarnya member check akan dilakukan setelah setiap wawancara peneliti merangkum hasil pembicaraan dan meminta responden mengadakan perbaikan bila perlu dan mengkonfirmasikan kesesuainnya dengan informasi yang diberikan. (Syahrin, 2000:51)


DAFTAR REFERENSI
______________, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka. 2005.

Abdillah, Aam, dkk, Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002.

Ahmad, Muhammad & Mudzakir, Ulum al Hadis, Bandung : CV Pustaka Setia, 2000.

Al Hadi, Abu Muhammad ‘Abdul Mahdi bin Abdul Qadir, Thuruq Takhrij Hadits Rasulullah SAW, Kairo: Maktabah al Iman, 1987.

Al Khatib, Muhammad Ajjaj, Ushul al Hadis ’Ulumuhu wa Musthalahuhu, Beirut : Dar al Fikr, 2003.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. 2002

Ash-Shiddieqiy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta : Bulan Bintang, 1993.

At-Thahan, Mahmud, Ushul al Takhrij wa Dirasat al Asanid, Ar-Riyadh : Maktabah al Ma’arif, 1991.

Ismai’il, Syuhudi, Cara Mudah Mencari Hadis, Jakarta : Bulan Bintang, 1991.

______________, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta : Bulan Bintang, 1992.

Matthew B Milles and A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif. Jakarta. UI Press, 1992.

Meleong Lexy, J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.

S. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta, 2004.

Syahrin Harahap, Metodologi Studi dan Penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar