Welcome !… Pemimpin
Ummat…
oleh Ust H Hasbullah Ahmad
081366174429
Pemilihan Kepada Daerah diambang pintu, kita ditawarkan oleh
para cawako & Cawawako berbagai program dan Janji. Mungkin ada yang
menggiurkan dan ada pula yang membosankan, kita maklumi itu karena tahap
PILWAKO ada tahap sosialisasi, dengan tahap itu kita diperkenalkan oleh para
calon berbagai visi, misi dan program. Namun kita harus sadar bahwa bukan
karena tampilan baleho mereka atau juga fisik mereka atau juga pengaruh mereka
yang membuat kita harus memilih tetapi kita berusaha memilih mereka dengan hati
nurani kita dengan mengharap bimbingan Allah SWT. Allah SWT mengingatkan kita
"Dan apabila melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan
jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan kayu
yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan
kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap
mereka: semoga Allah membinasakan mereka". (QS al-Munafiqun 63:4)
Maka dalam memilih pemimpin, yang utama adalah mereka yang
komitmen mewujudkan ummat yang sejahtera dengan jargon Baldatun Thayibatun
wa Rabbun Ghafur. Allah SWT berfirman : "Kami telah menjadikan
mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami
dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu mengabdi" (QS
al-Anbiya 21:73) di lain ayat Allah SWT berfirman : “Dan Kami jadikan di
antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami
ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”. (QS As-Sajdah
32:24)
QS al-Anbiya 21:73 berbicara pada tataran ideal tentang
sosok pemimpin yang akan memberikan dampak kebaikan dalam kehidupan rakyat
secara keseluruhan, seperti yang ada pada diri para nabi manusia pilihan Allah.
Karena secara korelatif, ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat ini dalam konteks
menggambarkan para nabi yang memberikan contoh keteladanan dalam membimbing
umat ke jalan yang mensejahterakan umat lahir dan bathin. Tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa ayat ini merupakan landasan prinsip dalam mencari figur
pemimpin ideal yang akan memberi kebaikan dan keberkahan bagi bangsa dimanapun
dan kapanpun
QS al-Sajadah 32:24 menambahkan bahwa kesabaran dalam
menegakkan kebenaran dengan tetap komitmen menjalankan perintah dan
meninggalkan larangan Allah dengan penuh keyakinan. Tentu bagi seorang pejabat
tinggi, harus tetap komitmen dengan kebenaran dan hal itu membutuhkan mujahadah
dan kesabaran yang jauh lebih besar karena akan berhadapan dengan warna-warni
kemaksitan yang justru menginginkan tersebarnya kebathilan dan kemaksiatan di
tengah-tengah umat. Iyadzu biLLAH
Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim,
menyatakan ciri utama yang disebutkan di awal kedua ayat yang berbicara tentang
kepemimpinan ideal adalah bahwa para pemimpin itu senantiasa mengajak rakyatnya
kepada jalan Allah dan kemudian secara aplikatif mereka memberikan keteladanan
dengan terlebih dahulu mencontohkan pengabdian dalam kehidupan sehari-hari yang
dicerminkan dengan menegakkan shalat (Ibadah langsung kepada Allah SWT)
dan menunaikan zakat (Sebagai komitmen kepedulian terhadap kehidupan sosial),
sehingga mereka termasuk kelompok ‘Abid yang senantiasa tunduk dan patuh
mengabdi kepada Allah SWT dengan merealisasikan ajaran-ajaranNya yang
mensejahterakan.
QS al-Anbiya 21:73 termaktub kalimat wa kaanu lana
'Abidin bukan Wa Kaanu 'Abidin ini merupakan penegasan bahwa
perbuatan baik yang dilakukan oleh seorang pemimpin adalan perbuatan yang lahir
dari rasa iman kepada Allah dan jauh dari kepentingan politik maupun
semata-mata malu dengan jabatannya. Maka kata Lanaa (hanya kepada Kami)
adalah batasan bahwa hanya kepada dan karena Allah mereka berbuat kebaikan
selama masa kepemimpinannya.
Imam Asy-Syaukani dalam Tafsir Fathul Qadir
menambahkan bahwa kriteria pemimpin yang memang harus ada adalah keteladanan
dalam kebaikan secara universal sehingga secara eksplisit Allah menegaskan QS
al-Anbiya 21:73 tentang mereka: Telah Kami wahyukan kepada mereka
untuk senantiasa mengerjakan beragam kebajikan. yang senantiasa mendapat
bimbingan Allah adalah beramal dengan seluruh syariat Allah secara integral dan
paripurna dalam seluruh segmen kehidupan.
Yang sangat menarik untuk dicermati dalam kedua ayat ini secara
redaksional adalah pilihan kata A'imah. Kepemimpinan umumnya menggunakan
terminologi khalifah atau Amir. Tentu pilihan kata tersebut bukan
semata-mata untuk memenuhi aspek keindahan bahasa Al-Qur’an sebagai bagian dari
kemu’jizatan al-Qur’an, tetapi lebih dari itu merupakan sebuah isyarat tentang
sosok pemimpin yang sesungguhnya diharapkan, yaitu sosok pemimpin dalam sebuah
negara atau masyarakat idealnya adalah juga layak menjadi pemimpin dalam
kehidupan beragama bagi mereka. Mereka bukan hanya tampil di depan dalam urusan
dunia, tetapi juga tampil di barisan terdepan dalam urusan agama. Inilah yang
sering diistilahkan dengan agamawan yang negarawan atau negarawan yang
agamawan.
Dan memang sejarah kesuksesan kepemimpinan terdahulu yang
berdampak pada kebaikan dan kesejahteraan masyarakatnya seperti kepemimpinan di
era Rasulullah dan para sahabatnya adalah bahwa pemimpin negara di masa itu
juga pada masa yang sama adalah pemimpin shalat. Tidak pernah terjadi, bahwa
pemimpin Negara saat itu hanya memiliki kualifikasi kepemimpinan dalam memenej
negara, tetapi juga dalam memelihara dan mempertahankan kehidupan beragama
umat. Karena urusan duniawi dan ukhrawi sesungguhnya merupakan satu
kesatuan yang sinergis dalam totalitas ajaran Islam. Perhatian pemimpin yang
parsial pada salah satu aspek tertentu menunjukkan minimnya atau ketidak
mampuannya menjadi ‘imam’ atau pemimpin.
Track record merupakan kunci membuka kepribadian
seorang pemimpin; bagaimana shalatnya, amalnya, kiprahnya, kinerjanya dan
kehidupan sehari-harinya bersama keluarga, masyarakat dan sebagainya yang
sangat layak untuk dijadikan parameter untuk mengukur kelayakan seseorang
menjadi pemimpin dalam semua levelnya, baik pemimpin dalam skala lokal maupun
nasional. Apalagi dalam suksesi Pilkada Kota Jambi. Sehingga seorang sahabat
yang sangat Zuhud dan Profesional dalam memimpin yaitu Umar bin Khattab
sangat selektif dalam memilih atau mengangkat pejabat yang akan membantunya
dalam mensukseskan kepemimpinanya secara kolektif. Beliau hanya akan mengangkat
pejabat yang dikenal kebaikannya secara umum. Bahkan Umar pernah marah kepada
sahabat yang mengangkat pejabat dari orang yang tidak dikenalnya. Umar bertanya
memastikan pengenalannya terhadap seseorang yang diangkatnya: “Sudahkah kamu
pergi bersamanya? Sudahkah kamu bersilaturahim ke rumahnya? Sudahkah kamu
berbisnis dengannya? Dan sederetan pertanyaan lain yang membuka sosok pejabat
yang akan dilantiknya tersebut”.SubhanaLLAH.
Membangun kebaikan sebuah masyarakat atau bangsa harus
diawali dengan menciptakan para pemimpin yang Harasatu al-Din
(memelihara dan mempertahankan ajaran agama) dan Siyaasatu al-Dunya
(merancang strategi untuk kebaikan duniawi) dalam seluruh levelnya yang shalih
dan profesional yang akan menyebarkan kebaikan di tengah-tengah masyarakat
mereka dalam mewujudkan kesejahteraan.
Pemimpin yang profesional dan proporsional adalah faktor
penting dalam kehidupan bermasyarakat. Jika pemimpin itu jujur, baik, cerdas
dan amanah, niscaya membuahkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi rakyatnya,
niscaya rakyatnya pun akan sengsara. Iyadzu biLLAH
Islam memberikan pedoman dalam memilih pemimpin yang baik
Dalam Al Qur’an, Allah SWT memerintahkan ummat Islam untuk memilih pemimpin
yang baik dan beriman. Selain beriman, seorang pemimpin juga harus adil: “Hai
orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang akamu
kerjakan.” (Q.s. Al-Maidah 5: 8)
Keadilan yang diserukan al-Qur’an pada dasarnya mencakup
keadilan diseluruh aspek baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan bidang hukum
yang merupakan sumber kesejahteraan ummat. Seorang pemimpin yang adil,
indikasinya adalah selalu menegakkan supremasi hukum; memandang dan
memperlakukan semua manusia sama di depan hukum, tanpa pandang bulu. Hal inilah
yang telah diperintahkan al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah ketika
bertekad untuk menegakkan hukum (dalam konteks pencurian), walaupun pelakunya
adalah putri beliau sendiri, Fatimah, sebagaimana sabdanya : "Sesungguhnya
telah binasa umat sebelum kalian, karena bila yang mencuri adalah orang kaya
atau berpengaruh mereka diamkan dan tinggalkan, akan tetapi bila yang mencuri
adalah orang yang lemah meraka menghukumnya dengan keras. Nabi setelah
menyampaikan hal tersebut langsung mengatakan "Aku bersumpah atas Nama
Allah apabilaAnakku Fathimah mencuri aku sendiri yang akan memotong
tangannya". (HR Mutaffaqun 'Alaihi)
Maka, Pilihlah pemimpin yang mau mencegah dan memberantas
kemungkaran seperti korupsi, nepotisme, manipulasi, Pilih pemimpin yang bisa
mempersatukan ummat, bukan yang fanatik terhadap kelompoknya sendiri. Pilih pemimpin
yang amanah, sehingga dia benar-benar berusaha mensejahterakan rakyatnya. Pilih
pemimpin yang cerdas, sehingga dia tidak bisa ditipu oleh anak buahnya atau
kelompok lain sehingga merugikan masyarakat. Pemimpin yang cerdas punya visi
dan misi yang jelas untuk memajukan dan mensejahterakan rakyatnya. Semoga Allah
terus melimpahkan berkah dan rahmatnya untuk Jambi dan Indonesia dengan prinsip Jadikan Al-Qur'an
Membangun Bangsa Indonesia
disingkat JAMBI. WaLLAHu 'Alam