Semangatlah Negeriku
Oleh : Ust
Hasbullah Ahmad*
Allah SWT Berfirman :
Katakanlah, "Hai
hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Terlihat
Negara kita terus berkembang namun Keterpurukan ekonomi dan moneter
masih melanda Negari kita Indonesia
dan beberapa negara lainnya hal ini berdampak mengenaskan bagi kehidupan
masyarakat kelas ekonomi bawah, khususnya, angka kemiskinan semakin membengkak.
Keterpurukan ekonomi dan moneter di Indonesia telah didahului oleh
krisis moral dan akidah, krisis kejujuran, dan keteladanan.
Pada sisi lain kelas ekonomi menengah ke atas, terus-menerus menumpuk-numpuk kekayaan, mengeruk harta benda dengan segala cara, dan berfoya ria mengumbar hawa nafsu. Kecil sekali perhatiannya terhadap perbaikan ekonomi golongan mustad'afin. Sungguh keadaan yang sangat memilukan ini menimpa hampir seluruh struktur dan kultur masyarakat Indonesia, kecuali yang dirahmati Allah.
Genap
lengkaplah penderitaan jasmani dan rohani, sosial dan emosional. Jati diri
manusia beradab telah beralih kepada perilaku-perilaku biadab. Ulah atau
tingkah laku yang seharusnya mentaati Pencipta manusia yaitu Allah SWT, telah
mereka gantikan dengan menuruti hawa nafsu. Segala sesuatu hanya berdasar
pertimbangan akal mereka yang terbatas dan nafsu hewani belaka. Aturan-aturan
Penciptanya tak lagi dihiraukan.
Keadaan
seperti inilah yang membuat Allah Ta’ala menurunkan azabnya. Berbagai bencana
alam, musibah berskala besar datang silih berganti. Inilah ulah tangan manusia
yang tidak bertanggung jawab yang membuat kerusakan di muka bumi ini. Bukankah
Allah Ta’ala telah berfirman, "Kami tidaklah mengutus seorang nabi pun
kepada suatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan Kami
timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dan
merendahkan diri. (QS 7:94). Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit
dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya. (QS 7:96)
Keadaan
seperti ini membuat sebagian manusia 'telah kalah sebelum berperang'.
Artinya, melihat, menyaksikan, merasakan, dan mengalami penderitaan yang
bertubi-tubi, sekaligus tidak memiliki daya upaya dan tidak memohon
pertolongan, hidayah, dan inayah kepada pencipta mereka yakni Allah Ta’ala,
akhirnya muncullah sikap menyerah, pasrah, lemah gairah untuk maju, tidak ada
semangat juang untuk keluar dari krisis multi dimensional. Motivasi hancur,
harta benda hancur, keluarga hancur, kehormatan hancur, tidak memiliki sandaran
atau dasar beragama yang memadai, akhirnya sikap pesimistis menatap ke depan
menjadi pilihan yang tak seharusnya diambil. Akankah azab atau hal ini segera
berakhir di Negeri kita?
Sebaik-baik
manusia yang bersalah adalah mereka yang menyadari kesalahannya kemudian
bertaubat. Sebaliknya –tentu saja- manusia yang paling jahat adalah manusia
yang berbuat salah ke-pada penciptanya dan kepada sesama makhluk, akan tetapi
tidak mengakui kesalahannya dan dengan kepongahan dan kesombongannya, tidak
peduli untuk meminta maaf, bertaubat, dan mem-perbaiki diri.
Bukankah
banyak manusia Indonesia
(jutaan) masih meminta rizki, dimudahkan jodohnya, pangkatnya, dilepaskan dari
kesulitan hidup, me-minta kepada patung, keris, pohon, batu, paranormal, jin,
dukun, dan sejenisnya. Inilah dosa terbesar (syirik). Dan… masih teramat banyak
jenis kesyirikan yang dilakukan mereka. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
mohon pertolongan." (QS 1:5). "Dan apabila hamba-hambaKu bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu" (QS 2:186).
Demikian
halnya kesalahan besar telah dilakukan jutaan manusia berakhlak rendah, tidak
berakhlak karimah. Dosa-dosa besar dikerjakan setiap hari secara
terang-terangan yang menjadi pemandangan menyesakkan dada orang-orang yang
peduli dengan agamanya. Hukum Allah Ta’ala tidak diterapkan di dalam kehidupan
individu, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam tataran
internasional, kecuali hal-hal tertentu yang disesuaikan dengan selera dan hawa
nafsu. Naudzu bi LLAH.
Jika
keadaan seperti ini tidak membuat manusia menyadari akan kekeliruan atau
kesalahan dan merasa berada di dalam kebenaran atas dasar, standar atau
kriteria hawa nafsu, maka sungguh teramat layak jika musibah, azab, bencana,
akan terus menimpa manusia Indonesia, seperti sekarang ini. Lalu kapan hal itu
akan berakhir?
Sesungguhnya
orang yang memiliki keyakinan yang kuat kepada Allah dan RasulNya atau benar-benar beriman, maka
dalam menghadapi persoalan hidup di dunia ini bagaimanapun peliknya, sulitnya,
menderitanya tidaklah akan membuatnya pesimis yang berakhir pada keputus asaan.
Tidak, sekali-kali tidak. Orang beriman apabila diuji oleh Allah Ta’ala
dengan kelapangan, maka ia akan bersyukur dan hal itu baik baginya. Jika ia
diuji dengan kesempitan, maka ia akan bersabar dan hal itu baik pula bagi-nya.
Hal inilah yang menakjubkan Rasulullah. Sebagai keluarga, masyarakat, bangsa
dan negara, maka umat Islam harus berada di dalam kondisi tersebut di atas.
Mereka akan senantiasa bersabar di dalam menghadapi berbagai keadaan yang tidak
menyenangkan. Mereka akan senantiasa optimis menatap masa depan setelah
menilai, dan menghisab keadaan yang ada. Mereka mengevaluasi dan menemukan
jalan keluar berdasarkan kitabullah dan Sunnah NabiNya.
Maka
didapatilah bahwa bangsa ini selayaknya bertaubat ke-pada Allah, kemudian
istiqamah di dalam beriman dan bertakwa, dibarengi dengan amal shalih dan
bertawakal kepadaNya saja. Sikap optimis seperti ini menepis sikap pesimistis
sebagian kecil manusia Indonesia
yang mengatakan bahwa dengan berbagai problematika ini, jangan-jangan Indonesia akan
musnah sebagaimana musnahnya bangsa-bangsa besar di masa lampau. Sikap pesimis
tersebut akan menjadi kenyataan, jika benar-benar bangsa ini enggan untuk
bertaubat kepadaNya, enggan untuk beriman dan bertakwa, enggan untuk beramal
shalih, dan enggan untuk bertawakal kepadaNya semata.
Jika
bangsa Indonesia di dalam
menghadapi kemelut berkepanjangan ini menyerahkan solusinya semata-mata kepada
akal dan hawa mereka, maka sudah pasti kemusnahan bangsa Indonesia memang mungkin saja
terjadi, wallahu a'lam.
* Penulis adalah Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
IAIN STS Jambi dan Narasumber Dialog Interaktif Khazanah Islam Jambi TV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar