Jumat, 07 Oktober 2011

Good Governance


Ust H Hasbullah Ahmad, MA
hasbullahdoseniain@gmail.com


Bisakah Good Governance Wujud?
Dalam kamus, istilah "government" dan "governance" seringkali dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.

Istilah "governance" sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik hampir 120 tahun, sejak Woodrow Wilson, yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke 27, memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu governance hanya digunakan dalam literatur politik dengan pengertian yang sempit.

Wacana tentang "governance" dalam pengertian yang hendak kita perbincangkan pada pertemuan hari ini - dan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai tata pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan, tata-pamong - baru muncul sekitar 15 tahun belakangan, terutama setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional menetapkan "good governance" sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan mereka. Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia, istilah "good governance" telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya, penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tata-pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government).

Perbedaan paling pokok antara konsep "government" dan "governance" terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep "pemerintahan" berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam penyelenggaraan berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam "governance" mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan. Mungkin difinisi yang dirumuskan IIAS adalah yang paling tepat meng-capture makna tersebut yakni "the process whereby elements in society wield power and authority, and influence and enact policies and decisions concerning public life, economic and social development." Terjemahan dalam bahasa kita, adalah proses di mana berbagai unsur dalam masyarakat menggalang kekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan mengesahkan kebijakan dan keputusan tentang kehidupan publik, serta pembangunan ekonomi dan sosial.

Pilar Pokok
Ada tiga pilar pokok yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good governance, yakni: pemerintah (the state), civil society (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan pasar atau dunia usaha. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti. Good governance yang sehat juga akan berkembang sehat di bawah kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas.

Konsep "good governance" yang dianjur-anjurkan oleh lembaga-lembaga donor internasional tersebut kemudian berubah akibat pengaruh Amerika Serikat yang menggunakan globalisasi untuk menebarkan sistem pasar bebas ke segala penjuru dunia. Sejak itu "good governance" diartikan sama dengan less government. Semua kebutuhan masyarakat, termasuk kebutuhan masyarakat di negara dapat dipenuhi lebih baik bila campur tangan pemerintah tidak terlalu dominan. Berubahlah good governance menjadi best government adalah less government.

Bagaimana kondisi good governance di Indonesia?  Berbagai assessment yang diadakan oleh lembaga-lembaga internasional selama ini menyimpulkan bahwa Indonesia sampai saat ini belum pernah mampu mengembangkan "good governance"'. Mungkin karena alasan itulah muncul Gerakan Reformasi yang digulirkan oleh para mahasiswa dari berbagai  kampus, walaupun masih terbatas pada pemberantasan praktik KKN (Clean Governance). Hingga saat ini salah satu tuntutan pokok dari Amanat Reformasi itu pun belum terlaksana. Kebijakan yang tidak jelas, penempatan personil yang tidak kredibel, enforcement menggunakan, serta kehidupan politik yang kurang berorientasi pada kepentingan bangsa telah menyebabkan dunia bertanya apakah Indonesia memang serius melaksanakan good governance?

Tidak perlu disanggah lagi bahwa Indonesia Masa Depan yang kita cita citakan amat memerlukan Good Governance seperti yang dikonseptualisasikan oleh IIAS. Pengembangan good governance tersebut harus menjadi tanggung jawab kita semua. Dalam kondisi seperti sekarang, pemerintah, yang selama ini mendapat tempat yang dominan dalam penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi, sukar diharapkan secara sadar dan sukarela, akan berubah dan menjelma menjadi bagian yang efektif dari good governance Indonesia. Karena itu pembangunan good governance dalam menuju Indonesia Masa Depan harus dilakukan melalui tekanan eksternal dari luar birokrasi atau pemerintah, yakni melalui pemberdayaan civil society untuk memperbesar partisipasi berbagai warganegara dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kekuatan eksternal kedua yang dapat "memaksa" timbulnya good governance adalah dunia usaha. Pola hubungan kolutif antara dunia usaha dengan pemerintah yang telah berkembang selama lebih 3 dekade harus berubah menjadi hubungan yang lebih adil dan terbuka. Insya Allah… (Taken From Waspada Online)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar