قواعد فى التفسير القران
الموضوعات المتعلقة بالبحث
كتبه استاذ الحاج حسب الله أحمد
•
Penjelasan
Lingkup Kajian dan Sistematika Kuliah & Evaluasi Pertemuan 1
•
Pedoman
Umum Penafsiran al-Qur’an Pertemuan 2 & 3
•
Kaidah
Penafsiran yang terkait dengan bahasa Pertemuan 3, 4 dan 5
•
Kaidah
Penafsiran yang terkait dengan Hukum pertemuan 6, 7 dan 8
•
Kaidah
Penafsiran yang terkait dengan Ilmu-ilmu al-Qur’an pertemuan 9, 10 dan 11
•
Kaidah
Penafsiran yang terkait dengan Tauhid pertemuan 12, 13 dan 14
•
Kaidah
Penafsiran yang terkait dengan Pedoman Hidup pertemuan 15 dan 16
Pertemuan
Pertama
Sistematika
Perkuliahan
Penjelasan
Lingkup Kajian Kaidah-kaidah Penafsiran al-Qur'an
Sistematika
Evaluasi atau Penilaian
Pertemuan
Kedua dan Ketiga
Pedoman
Umum Penafsiran al-Qur'an
1.
Tata Cara Menafsirkan al-Qur'an
Dalam
mencapai Penafsiran yang Profesional dan Proforsional maka, diperlukan langkah
yang strategis dalam mencapai harapan tersebut, dengan mengikuti pagar-pagar
metodologi yang normatif, sebagaimana yang diingatkan Allah SWT dalam al-Qur'an
وَأْتُوا
الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan masuklah ke rumah-rumah itu
dari pintu-pintunya; dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung"[1]
Al-Qur'an
memberikan petunjuk terbaik dalam hidup kita[2],
maka untuk mencapai petunjuk dengan maksimal kita harus mengkaji, menafsirkan
dan mendalami al-Qur'an sebagaimana Rasulullah dan Para Sahabat menemukan
makna-maknanya yang universal secara sistematik. Umar ibn Khattab dan para
sahabat lain mempunyai kebiasaan yaitu berhenti terlebih dahulu setiap kali
mereka membaca lebih kurang 10 ayat al-Qur'an, berhenti untuk memahami,
mendalami dan juga mengaplikasikan keuniversalan maknanya baik yang berhubungan
dengan Iman, Ilmu dan Amal.
Metode
yang ditempuh dalam dalam mewujudkan penafsiran yang baik adalah pertama
Meyakini dan mengimani segi-segi Akidah dan Informasi yang ada dalam al-Qur'an
dan yang kedua Mematuhi perintah dan menjauhi larangan secara maksimal serta
mengimplementasikannya dalam aktivitas hidup. Sebagaimana informasi yang
disampaikan Aisyah RA bahwa ternyata Rasul Akhlaqnya adalah al-Qur'an وكان رسول الله خلقه القران konsep
inilah yang sepatutnya kita aplikasikan dalam menafsirkan al-Qur'an.
2.
Kewajiban memperhatikan Konskwensi Makna redaksi al-Qur'an
Memahami dan memperhatikan redaksi ayat haruslah
dengan konskwensi makna yang relevan, yang tujuannya adalah merangsang
ketajaman berfikir, mencerahkan prespektif normatif, meluaskan khazanah dan
juga mengkonsistensikan tujuan kita dalam menafsirkan redaksi makna dalam
al-Qur'an.
Maka
memahami pengertian ayat, lalu memikirkan masalah yang berkaitan dengannya,
kemudian mengembangkannya, lalu melakukan perenungan secara kontinyu yang Insya
Allah sampai akhirnya akan lahir kepekaan dalam menyelami makna yang sukar
untuk dipahami, semua itu efektif dilakukan dengan Iman dan Ilmu. Diantara
Misal terhadap kaidah ini adalah :
1. Realisasi Makna al-Asma' al-Husna.
Semua Asma al-Husna memaknai sifat Allah SWT yang
Maha Segala-Galanya dan tidak ada seorangpun yang mampu untuk memiliki sifat
kesempurnaan Allah SWT. seperti Al-Rahman dan al-Rahim. Dengan memahami sifat
tersebut maka akan timbul dalam diri kita bahwa Allah adalah Maha sedangkan
kita adalah kecil, maka dengan metode ini akan melahirkan harmonisasi kita
kepada Allah حبل من الله dan Juga Interaksi baik
dengan sesama حبل من الناس
2. Memaknai Amanah dan Adil
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا
اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ
تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil."[3]
Maka konskwensi memaknai ayat ini adalah wajib
hukumnya memelihara dan menjaga amanah, jangan menganggap remeh amanah apalagi
mengkhianatinya karena tidak akan mungkin mencapai Ridha Allah tanpa memelihara
dan menjaga Amanah. Begitu juga dalam perintah berlaku adil apalagi dalam
menetapkan hukum, maka untuk mencapai keadilan dalam hukum seorang hakim mesti
memiliki kualifikasi dan kapabilitas tentang hukum, tidak memutuskan mengikut
nafsu.
3. Memaknai Jihad dengan benar
Banyak ayat al-Qur'an yang memerintahkan kita
untuk berjihad yang dibarengi dengan kesiapan yang matang dan normatif,
sebagaimana firman Allah :
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم
مِّن قُوَّةٍ
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi"[4]
Konskwensi yang lahir dari redaksi ayat ini adalah
dalam berjuang dijalan Allah untuk mencapai keridhaannya maka kita wajib mempersiapkan
segala sesuatu dengan maksimal agar perintah itu dalam terlaksana dengan baik,
apapun profesi dan kerja kita baik itu fisik maupun materi.
3.
Tidak ada ayat al-Qur'an yang saling bertentangan
Ta'arudh
(pertentangan) yang terjadi dalam al-Qur'an adalah merupakan anggapan orang
yang tak berilmu, karena al-Qur'an harus dipahami secara universal sesuai
konteks pembicaraannya. Maka yang harus ditempuh dalam merealisasikan kaidah
ini adalah adalah membutuhkan kejelian dalam memahami redaksi ayat al-Qur'an secara
komprehensif. Misal ayat yang dianggap ta'arudh :
1. Hubungan darah di Akhirat
QS Abasa 80 : 34-35
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ
أَخِيهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ
"Pada hari ketika manusia lari
dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya."
QS al-Syu'ara 26: 88-89
يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ
إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
(yaitu)
di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih.
Seolah-olah bertentangan dengan QS
al-Thur 52 : 21
وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ
أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآأَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَىْءٍ
Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan
Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.
Padahal ayat ini dikompromikan bahwa yang tidak
ada hubungan diakhirat adalah karena suasana dan keadaan yang berbeda yang satu
mukmin dan yang lain kafir tau yang satu di syurga dan yang lain di neraka.
2. Interaksi dengan orang Kafir
Seolah ada Kontradiksi antara QS al-Tawbah 9 : 23
yang melarang berinteraksi dengan orang kafir
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
لاَتَتَّخِذُوا ءَابَآءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَآءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا
الْكُفْرَ عَلَى اْلإِيمَانِ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu,jika mereka lebih
mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa yang di antara kamu yang
menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.
Sedangkan
Allah SWT membolehkan kita berinteraksi dengan orang kafir sebagaimana QS
al-Mumtahanah 60 : 8
لاَيَنْهَاكُمُ
اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن
دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.
4.
Petunjuk al-Qur'an tetap relevan setiap ruang dan waktu
Petunjuk dan Ketentuan dalam al-Qur'an yang berkaitan
dengan adat kebiasaan yang baik (al-'urf) tetap sejalan dan seirama dengan
dinamika waktu, tempat dan keadaan. Istilah yang sering ditawarkan dalam kaidah
ini adalah القران صالح فى كل مكان وزمان (al-Qur'an relevan disetiap ruang dan
waktu), seperti tentang berbuat baik, al-'Amr bi al-Ma'ruf dan al-Nahy bi
al-Munkar dan lain-lain.
5.
Pengertian yang Samar dirujuk kepada
yang jelas
Menafsirkan al-Qur'an terhadap masalah-masalah
yang samar atau meragukan, maka mesti dirujuk kepada permasalahan yang sudah
jelas statusnya. Sebagaimana dirumuskan dalam kaidah ushul :
الموهوم لايدفع المعلوم :
Sesuatu yang meragukan tidak dapat mengeyampingkan sesuatu yang meyakinkan.
Begitu juga dengan المجهول لا يعارض المحقق : Sesuatu yang tidak diketahui tidak dapat
mengimbangi suatu yang telah jelas. Sebagaimana dirumuskan dalam QS ali-Imran 3
: 7
هُوَ الَّذِي
أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ ءَايَاتُُ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ
الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتُُ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغُُ
فَيَتَّبِعُونَ مَاتَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ
تَأْوِيلِهِ وَمَايَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي
الْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِ كُلُُّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَايَذَّكَّرُ
إِلاَّ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ
Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (al-Qur'an)
kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok
isi al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang
dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian
ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari
ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:"Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami". Dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
6.
Semua ayat yang menimbulkan keraguan ada penjelasannya
Terkadang dalam menafsirkan dan memahami al-Qur'an
timbul keraguan tentang makna redaksi ayat al-Qur'an, tapi bila kita kaji
dengan komprehensif kita akan menemukan penjelasannya pada ayat yang lain yang
semakna dengannya, maka tak satupun hukum dan Informasi Allah yang menimbulkan
keraguan yang tidak disertai dengan penjelasan. Misal dalam kaidah ini
diantaranya adalah :
QS al-Naml 27 : 91
إِنَّمَآ أُمِرْتُ
أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي حَرَّمَهَا
Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Rabb
negeri ini (Mekah) yang telah menjadikannya suci
Dalam ayat ini yang disebut hanya Mekkah, yang
meragukan adalah : Apakah Sifat Rububiyyah khusus untuk orang mekkah?, maka
keraguan itu terhapuskan oleh penegasan pada lanjutan ayat tersebut :
QS al-Naml 27 : 91
وَلَهُ كُلُّ شَىْءٍ
Dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu
7.
Merujuk ayat Mutashabih kepada ayat yang Muhkam
Ayat al-Qur'an bersifat Muhkam yang maksudnya
adalah jelas, tegas, mudah dipahami dan terperinci maksudnya, dan juga bersifat
Mutashabih yaitu serupa, samar, perlu penjelasan dan tidak mudah dipahami.
Misal dari kaidah ini diantaranya adalah :
QS Fathir 35 : 8
فَإِنَّ اللهَ
يُضِلُّ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِي مَن يَشَآءُ
Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya;
Apabila kita
hanya membaca ayat tersebut dalam menafsirkan al-Qur'an, seolah-olah Allah
memberi petunjuk atau menyesatkan hambanya secara acak dan tanpa sebab yang
jelas, dugaan tersebut dapat dihapuskan dengan ayat-ayat lain yang menjelaskan
bahwa petunjuk Allah diberikan melalui sebab-sebab yang dilakukan oleh orang
yang mendapatkan petunjuk itu dan menjadi prediket dirinya. QS al-Ma'idah 5 :
16
يَهْدِي بِهِ اللهُ
مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلاَمْ وَيُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ
إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang
yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengankitab itu pula)
Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. Dengan
kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan
keselamatan, dan (dengankitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari
gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus.
Jambi,
2 April 2013
Selamat
Menafsirkan al-Qur'an
Dosen
Pengampu Ust H Hasbullah Ahmad
1979121220091015
/ 081366174429
Tidak ada komentar:
Posting Komentar