Jumat, 05 April 2013

Profesional dan Proporsional seorang Pemimpin (Seri Khutbah Jumat)


Oleh Ust H. Hasbullah Ahmad[1] 081366174429

Profesional dan Proporsional 
seorang Pemimpin akan membuahkan kesejahteraan Ummat
Masjid Agung al-Falah Jambi 5 April 2013
الحمدُ لله الَّذِي كوَّنَ الأشياءَ وأحْكمهَا خَلْقاً، وفتقَ السموات والأرضَ، وكانتا رَتْقاً، وقسَّمَ بحكمتِه العبادَ فأسعدَ وأشْقى، وجعلَ للسعادةِ أسباباً فسَلكهَا منْ كانَ أتْقَى، فَنَظَر بعينِ البصيرةِ إلى العواقبِ فاختارَ ما كَان أبْقَى، أحمدُه وما أقْضِي له بالحمدَ حقَّاً، وأشكُره ولم يزَلْ لِلشُّكر مستحِقَّاً، وأشْهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ الله وحده لا شريكَ له مالكُ الرقاب كلِّها رِقَّاً، وأشهد أنَّ محمداً عبدُه ورسولُه أكمل البشر خُلُقاً وخَلْقَاً صلى الله عليه وعلى آلِهِ وأصحابِه الناصرينَ لدينِ الله حقاً، وسلَّمَ تسليماً كثيرا.. أمَّابَعْدُ  أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فقال عزّ من قائل : يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Allah SWT menggambarkan kesuksesan kepemimpinan para Nabi dan Rasul dalam mewujudkan ummat yang sejahtera dengan jargon بلدة طيبة ورب غفور Kesuksesan tersebut merupakan pelajaran bagi kita dalam mewujudkan pemimpin yang profesional dan proporsional dalam mewujudkan kesejahteraan ummat[2], sebagaimana Firman Allah SWT:
وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَآ إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلاَةِ وَإِيتَآءِ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ
Artinya : Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu mengabdi (QS al-Anbiya 73)

Ayat ini berbicara pada tataran ideal tentang sosok pemimpin yang akan memberikan dampak kebaikan dalam kehidupan rakyat secara keseluruhan, seperti yang ada pada diri para nabi manusia pilihan Allah. Karena secara korelatif, ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat ini dalam konteks menggambarkan para nabi yang memberikan contoh keteladanan dalam membimbing umat ke jalan yang mensejahterakan umat lahir dan bathin. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ayat ini merupakan landasan prinsip dalam mencari figur pemimpin ideal yang akan memberi kebaikan dan keberkahan bagi bangsa dimanapun dan kapanpun[3].

Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Ayat yang berbicara tentang kriteria pemimpin yang ideal secara profesional dan proporsional yang senada dengan ayat di atas adalah surah As-Sajdah: 24:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”.

Kesabaran dalam menegakkan kebenaran dengan tetap komitmen menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah.[4] Tentu bagi seorang pejabat tinggi, tetap komitmen dengan kebenaran membutuhkan mujahadah dan kesabaran yang jauh lebih besar karena akan berhadapan dengan pihak yang justru menginginkan tersebarnya kebathilan dan kemaksiatan di tengah-tengah umat[5]. Iyadzu biLLAH

Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Menurut Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim, ciri utama yang disebutkan di awal kedua ayat yang berbicara tentang kepemimpinan ideal adalah bahwa para pemimpin itu senantiasa mengajak rakyatnya kepada jalan Allah dan kemudian secara aplikatif mereka memberikan keteladanan dengan terlebih dahulu mencontohkan pengabdian dalam kehidupan sehari-hari yang dicerminkan dengan menegakkan shalat dan menunaikan zakat, sehingga mereka termasuk kelompok ‘عابد’ yang senantiasa tunduk dan patuh mengabdi kepada Allah swt dengan merealisasikan ajaran-ajaranNya yang mensejahterakan[6].

وكانوا لنا عابدين bukan وكانوا عابدين merupakan penegasan bahwa perbuatan baik yang mereka perbuat lahir dari rasa iman kepada Allah dan jauh dari kepentingan politis maupun semata-mata malu dengan jabatannya. Maka kata لنا (hanya kepada Kami) adalah batasan bahwa hanya kepada dan karena Allah mereka berbuat kebaikan selama masa kepemimpinannya.[7]

Imam Asy-Syaukani dalam Tafsir Fathul Qadir menambahkan bahwa kriteria pemimpin yang memang harus ada adalah keteladanan dalam kebaikan secara universal sehingga secara eksplisit Allah menegaskan tentang mereka: Telah Kami wahyukan kepada mereka  untuk senantiasa mengerjakan beragam kebajikan. فعل الخيرات  yang senantiasa mendapat bimbingan Allah adalah beramal dengan seluruh syariat Allah secara integral dan paripurna dalam seluruh segmen kehidupan.[8]

Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Yang sangat menarik untuk dicermati secara redaksional dalam Firman Allah ini adalah pilihan kata أئمة dalam kedua ayat tadi. Kepemimpinan umumnya menggunakan terminologi khalifah atau Amir. Tentu pilihan kata tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi aspek keindahan bahasa Al-Qur’an sebagai bagian dari kemu’jizatan al-Qur’an, tetapi lebih dari itu merupakan sebuah isyarat tentang sosok pemimpin yang sesungguhnya diharapkan, yaitu sosok pemimpin dalam sebuah negara atau masyarakat idealnya adalah juga layak menjadi pemimpin dalam kehidupan beragama bagi mereka. Mereka bukan hanya tampil di depan dalam urusan dunia, tetapi juga tampil di barisan terdepan dalam urusan agama.[9] Inilah yang sering diistilahkan dengan agamawan yang negarawan atau negarawan yang agamawan.

Dan memang sejarah kesuksesan kepemimpinan terdahulu yang berdampak pada kebaikan dan kesejahteraan masyarakatnya seperti kepemimpinan di era Rasulullah dan para sahabatnya adalah bahwa pemimpin negara di masa itu juga pada masa yang sama adalah pemimpin shalat.[10] Tidak pernah terjadi, bahwa pemimpin Negara saat itu hanya memiliki kualifikasi kepemimpinan dalam memenej negara, tetapi juga dalam memelihara dan mempertahankan kehidupan beragama umat.  Karena urusan duniawi dan ukhrawi sesungguhnya merupakan satu kesatuan yang sinergis dalam totalitas ajaran Islam. Perhatian pemimpin yang parsial pada salah satu aspek tertentu menunjukkan minimnya atau ketidak mampuannya menjadi ‘imam’ atau pemimpin.

Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Track record merupakan kunci membuka kepribadian seorang pemimpin; bagaimana shalatnya, amalnya, kiprahnya, kinerjanya dan kehidupan sehari-harinya bersama keluarga, masyarakat dan sebagainya yang sangat layak untuk dijadikan parameter untuk mengukur kelayakan seseorang menjadi pemimpin dalam semua levelnya, baik pemimpin dalam skala lokal maupun nasional.. Sehingga seorang sahabat yang sangat Zuhud dan Profesional dalam memimpin yaitu Umar bin Khattab sangat selektif dalam memilih atau mengangkat pejabat yang akan membantunya dalam mensukseskan kepemimpinanya secara kolektif. Beliau hanya akan mengangkat pejabat yang dikenal kebaikannya secara umum. Bahkan Umar pernah marah kepada sahabat yang mengangkat pejabat dari orang yang tidak dikenalnya. Umar bertanya memastikan pengenalannya terhadap seseorang yang diangkatnya: “Sudahkah kamu pergi bersamanya? Sudahkah kamu bersilaturahim ke rumahnya? Sudahkah kamu berbisnis dengannya? Dan sederetan pertanyaan lain yang membuka sosok pejabat yang akan dilantiknya tersebut”[11].SubhanaLLAH.

Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Maka membangun kebaikan sebuah masyarakat atau bangsa harus diawali dengan menciptakan para pemimpin yang حراسة الدين (memelihara dan mempertahankan ajaran agama) dan سياسة الدنيا (merancang strategi untuk kebaikan duniawi)dalam seluruh levelnya yang shalih dan profesional yang akan menyebarkan kebaikan di tengah-tengah masyarakat mereka dalam mewujudkan kesejahteraan.[12]

Maka Pemimpin yang profesional dan proporsional adalah faktor penting dalam kehidupan bermasyarakat. Jika pemimpin itu jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya membuahkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi rakyatnya, niscaya rakyatnya pun akan sengsara. Iyadzu biLLAH

Islam memberikan pedoman dalam memilih pemimpin yang baik Dalam Al Qur’an, Allah SWT memerintahkan ummat Islam untuk memilih pemimpin yang baik dan beriman. Selain beriman, seorang pemimpin juga harus adil:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ للهِ شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَئَانُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرُُ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmuterhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang akamu kerjakan.” (Q.s. Al-Maidah 5: 8)

Keadilan yang diserukan al-Qur’an pada dasarnya mencakup keadilan di bidang ekonomi, sosial, dan bidang hukum yang merupakan sumber kesejahteraan ummat.[13] Seorang pemimpin yang adil, indikasinya adalah selalu menegakkan supremasi hukum; memandang dan memperlakukan semua manusia sama di depan hukum, tanpa pandang bulu. Hal inilah yang telah diperintahkan al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah ketika bertekad untuk menegakkan hukum (dalam konteks pencurian), walaupun pelakunya adalah putri beliau sendiri, Fatimah, sebagaimana sabdanya :
إنّما هلك الذين من قبلكم أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريف تركوه، وإذا سرق فيهم الضعيف أقاموا عليه الحدَّ، وايم اللّه لو أنَّ فاطمة بنت محمَّدٍ سرقت لقطعت يدها".
"Sesungguhnya telah binasa umat sebelum kalian, karena bila yang mencuri adalah orang kaya atau berpengaruh mereka diamkan dan tinggalkan, akan tetapi bila yang mencuri adalah orang yang lemah meraka menghukumnya dengan keras. Nabi setelah menyampaikan hal tersebut langsung mengatakan "Aku bersumpah atas Nama Allah apabilaAnakku Fathimah mencuri aku sendiri yang akan memotong tangannya". (HR Mutaffaqun 'Alaihi)[14]

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Maka Pilih pemimpin yang mau mencegah dan memberantas kemungkaran seperti korupsi, nepotisme, manipulasi, Pilih pemimpin yang bisa mempersatukan ummat, bukan yang fanatik terhadap kelompoknya sendiri. Pilih pemimpin yang amanah, sehingga dia benar-benar berusaha mensejahterakan rakyatnya. Pilih pemimpin yang cerdas, sehingga dia tidak bisa ditipu oleh anak buahnya atau kelompok lain sehingga merugikan masyarakat. Pemimpin yang cerdas punya visi dan misi yang jelas untuk memajukan dan mensejahterakan rakyatnya. Semoga Allah terus melimpahkan berkah dan rahmatnya untuk Jambi  yang artinya Jadikan Al-Qur'an Membangun Bangsa Indonesia.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.





[1] Dosen Tetap Ilmu-Ilmu al-Qur'an dan Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi dan Narasumber Tetap Dialog Interaktif Khazanah Islam Jambi TV dan RRI Jambi, Pembimbing Manasik Haji Nidaurrahman Jambi
[2] Haron Din, Manusia dan Agama, (Malaysia: National University of  Malaysia Press, 1997 : 191 lihat juga dalam Said Aqil Husin al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur'ani, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), 154
[3] 'A<li 'Abd al-H{ali>m Mah{mu>d, al-Tarbiyyah al-Ijtima>'iyyah al-Isla>miyyah, (Qa>hirah : Da>r al-Tawzi>' wa al-Nashr al-Isla>miyyah, 2001) , 124.
[4] al-Ima>m al-Jalil al-Ha>fiz{ 'Ima>d al-Dyn Abi> al-Fida>'I Isma>'i>l Ibn Kathi>r al-Dimashqi>, Tafsir al-Qur'an al-Adhim, Juz 2, (Mesir : Da>r al-Fikr, tth.) 224
[5] Umar Shihab, Kontekstulisasi al-Qur'an, (Jakarta : Penamadani, 2003), 87 
[6] al-Ima>m al-Jalil al-Ha>fiz{ 'Ima>d al-Dyn Abi> al-Fida>'I Isma>'i>l Ibn Kathi>r al-Dimashqi>, Tafsir al-Qur'an al-Adhim, Juz 3, (Mesir : Da>r al-Fikr, tth.) 165
[7] Wahbah al-Zuh{ayli, Tafsi>r al-Muni>r,  juz 17 (Lubnan: Da>r al-Fikr, 1992). 129 lihat juga dalam Muhammad Ibrahim Ismail, al-Qur'an wa I'Ja>zuhu al Tashri', (ttp: Da>r al Fikr al-'Arabi, 1978) 210 bandingkan dengan M Dawam Rahardjo, "Taqwa dan Pembentukan Masyarakat Egalitarian", Ensiklopedi al-Qur'an Tafsir Sosial berdasarkan konsep-konsep kunci, (Jakarta : Paramadina, 2002), 340 
[8] Ima>m al-Shawkani, Tafsi>r Fath al-Qadir, jilid 2 (Mesir, Da>r al Kutub, tth), 175
[9] M Quraish Shihab "Potret Masyarakat Qur'ani" dalam Masyarakat Qur'ani Hasan M Noer (ed), (Jakarta: Penamadani, 2010), 91.
[10] Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, Sirah al-Nabawiyyah wa al-Khulafa'a al Rashidin, (Damasqus, Dar al-Fikr, 2000), 133, bandingkan juga dengan membaca dalam buku Afzalurrahman, Muhammad as Millitary Leader, (Lahore Pakistan:  Islamic Publication,  1990).
[11] Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, Sirah al-Nabawiyyah wa al-Khulafa'a al Rashidin, (Damasqus, Dar al-Fikr, 2000), 254 lihat juga dalam Abdurrahman Raf'at al-Basha, Shuwar min Hayati al-Shahabah, (Mesir:Dar al-Fikr, 1998), 57
[12] Wahbah al-Zuhayli, Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari'ah wa al-Manhaj, jilid 8, (Damaskus : Da>r al-Fikr, 2007), 378 lihat juga dalam Abu Hasan al-Mawardi, al-Ahka>m al-Sult}a>niyyah, (Mesir, Da>r al-Thawa>b, tth), 249.
[13] Wahbah al-Zuhayli, Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari'ah wa al-Manhaj, jilid 9, (Damaskus : Da>r al-Fikr, 2007), 322 
[14] Abi> 'Abdillah Muhammad ibn Isma>'il bin Ibra>him al-Bukha>ri>, S{ahih al-Bukha>ri, (Qahirah, Da>r al-Jawziyah, 2010) 577.

3 komentar:

  1. pk ustad, minta contoh khutbah idhul qurban
    qobla wa ba'da sukron katsir

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wasalam Nur Muhammad ana sudah kirim ke eMail, Khutbah Idul Adha 1435 H....

      Hapus