Profesional dan
Proporsional
seorang Pemimpin akan membuahkan kesejahteraan Ummat
Masjid Agung al-Falah Jambi 5
April 2013
الحمدُ لله الَّذِي كوَّنَ الأشياءَ وأحْكمهَا خَلْقاً، وفتقَ السموات
والأرضَ، وكانتا رَتْقاً، وقسَّمَ بحكمتِه العبادَ فأسعدَ وأشْقى، وجعلَ للسعادةِ
أسباباً فسَلكهَا منْ كانَ أتْقَى، فَنَظَر بعينِ البصيرةِ إلى العواقبِ فاختارَ
ما كَان أبْقَى، أحمدُه وما أقْضِي له بالحمدَ حقَّاً، وأشكُره ولم يزَلْ لِلشُّكر
مستحِقَّاً، وأشْهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ الله وحده لا شريكَ له مالكُ الرقاب
كلِّها رِقَّاً، وأشهد أنَّ محمداً عبدُه ورسولُه أكمل البشر خُلُقاً وخَلْقَاً
صلى الله عليه وعلى آلِهِ
وأصحابِه الناصرينَ لدينِ الله حقاً، وسلَّمَ تسليماً كثيرا.. أمَّابَعْدُ
أُوْصِيْكُمْ
وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فقال عزّ من قائل : يَاأَيُّهاَ
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ
Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Allah SWT menggambarkan kesuksesan kepemimpinan para Nabi dan
Rasul dalam mewujudkan ummat yang sejahtera dengan jargon بلدة طيبة ورب غفور Kesuksesan tersebut merupakan pelajaran
bagi kita dalam mewujudkan pemimpin yang profesional dan proporsional dalam
mewujudkan kesejahteraan ummat[2],
sebagaimana Firman Allah SWT:
وَجَعَلْنَاهُمْ
أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَآ إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ
وَإِقَامَ الصَّلاَةِ وَإِيتَآءِ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ
Artinya : Kami telah menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami
wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu mengabdi (QS al-Anbiya 73)
Ayat ini berbicara pada tataran ideal tentang sosok pemimpin
yang akan memberikan dampak kebaikan dalam kehidupan rakyat secara keseluruhan,
seperti yang ada pada diri para nabi manusia pilihan Allah. Karena secara
korelatif, ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat ini dalam konteks menggambarkan
para nabi yang memberikan contoh keteladanan dalam membimbing umat ke jalan
yang mensejahterakan umat lahir dan bathin. Tidak berlebihan jika dikatakan
bahwa ayat ini merupakan landasan prinsip dalam mencari figur pemimpin ideal
yang akan memberi kebaikan dan keberkahan bagi bangsa dimanapun dan kapanpun[3].
Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Ayat yang berbicara tentang kriteria pemimpin yang ideal
secara profesional dan proporsional yang senada dengan ayat di atas adalah
surah As-Sajdah: 24:
وَجَعَلْنَا
مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا
بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin
yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar dan adalah
mereka meyakini ayat-ayat Kami”.
Kesabaran dalam menegakkan kebenaran dengan tetap komitmen
menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah.[4]
Tentu bagi seorang pejabat tinggi, tetap komitmen dengan kebenaran membutuhkan mujahadah
dan kesabaran yang jauh lebih besar karena akan berhadapan dengan pihak yang
justru menginginkan tersebarnya kebathilan dan kemaksiatan di tengah-tengah
umat[5]. Iyadzu
biLLAH
Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Menurut Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur’an
Al-Adhim, ciri utama yang disebutkan di awal kedua ayat yang berbicara tentang
kepemimpinan ideal adalah bahwa para pemimpin itu senantiasa mengajak rakyatnya
kepada jalan Allah dan kemudian secara aplikatif mereka memberikan keteladanan
dengan terlebih dahulu mencontohkan pengabdian dalam kehidupan sehari-hari yang
dicerminkan dengan menegakkan shalat dan menunaikan zakat, sehingga mereka
termasuk kelompok ‘عابد’ yang senantiasa
tunduk dan patuh mengabdi kepada Allah swt dengan merealisasikan
ajaran-ajaranNya yang mensejahterakan[6].
وكانوا لنا عابدين
bukan وكانوا عابدين merupakan penegasan
bahwa perbuatan baik yang mereka perbuat lahir dari rasa iman kepada Allah dan
jauh dari kepentingan politis maupun semata-mata malu dengan jabatannya. Maka
kata لنا (hanya kepada Kami) adalah batasan bahwa
hanya kepada dan karena Allah mereka berbuat kebaikan selama masa
kepemimpinannya.[7]
Imam Asy-Syaukani dalam Tafsir Fathul Qadir menambahkan
bahwa kriteria pemimpin yang memang harus ada adalah keteladanan dalam kebaikan
secara universal sehingga secara eksplisit Allah menegaskan tentang mereka: Telah
Kami wahyukan kepada mereka untuk senantiasa mengerjakan beragam kebajikan.
فعل الخيرات yang senantiasa mendapat bimbingan
Allah adalah beramal dengan seluruh syariat Allah secara integral dan paripurna
dalam seluruh segmen kehidupan.[8]
Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Yang sangat menarik untuk dicermati secara redaksional dalam
Firman Allah ini adalah pilihan kata أئمة
dalam kedua ayat tadi. Kepemimpinan umumnya menggunakan terminologi khalifah
atau Amir. Tentu pilihan kata tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi
aspek keindahan bahasa Al-Qur’an sebagai bagian dari kemu’jizatan al-Qur’an,
tetapi lebih dari itu merupakan sebuah isyarat tentang sosok pemimpin yang
sesungguhnya diharapkan, yaitu sosok pemimpin dalam sebuah negara atau
masyarakat idealnya adalah juga layak menjadi pemimpin dalam kehidupan beragama
bagi mereka. Mereka bukan hanya tampil di depan dalam urusan dunia, tetapi juga
tampil di barisan terdepan dalam urusan agama.[9]
Inilah yang sering diistilahkan dengan agamawan yang negarawan atau negarawan
yang agamawan.
Dan memang sejarah kesuksesan kepemimpinan terdahulu yang
berdampak pada kebaikan dan kesejahteraan masyarakatnya seperti kepemimpinan di
era Rasulullah dan para sahabatnya adalah bahwa pemimpin negara di masa itu
juga pada masa yang sama adalah pemimpin shalat.[10]
Tidak pernah terjadi, bahwa pemimpin Negara saat itu hanya memiliki kualifikasi
kepemimpinan dalam memenej negara, tetapi juga dalam memelihara dan
mempertahankan kehidupan beragama umat. Karena urusan duniawi dan ukhrawi
sesungguhnya merupakan satu kesatuan yang sinergis dalam totalitas ajaran
Islam. Perhatian pemimpin yang parsial pada salah satu aspek tertentu
menunjukkan minimnya atau ketidak mampuannya menjadi ‘imam’ atau
pemimpin.
Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Track record merupakan kunci membuka kepribadian
seorang pemimpin; bagaimana shalatnya, amalnya, kiprahnya, kinerjanya dan
kehidupan sehari-harinya bersama keluarga, masyarakat dan sebagainya yang
sangat layak untuk dijadikan parameter untuk mengukur kelayakan seseorang
menjadi pemimpin dalam semua levelnya, baik pemimpin dalam skala lokal maupun
nasional.. Sehingga seorang sahabat yang sangat Zuhud dan Profesional dalam
memimpin yaitu Umar bin Khattab sangat selektif dalam memilih atau mengangkat
pejabat yang akan membantunya dalam mensukseskan kepemimpinanya secara kolektif.
Beliau hanya akan mengangkat pejabat yang dikenal kebaikannya secara umum.
Bahkan Umar pernah marah kepada sahabat yang mengangkat pejabat dari orang yang
tidak dikenalnya. Umar bertanya memastikan pengenalannya terhadap seseorang
yang diangkatnya: “Sudahkah kamu pergi bersamanya? Sudahkah kamu bersilaturahim
ke rumahnya? Sudahkah kamu berbisnis dengannya? Dan sederetan pertanyaan lain
yang membuka sosok pejabat yang akan dilantiknya tersebut”[11].SubhanaLLAH.
Jama'ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Maka membangun kebaikan sebuah masyarakat atau bangsa harus
diawali dengan menciptakan para pemimpin yang حراسة
الدين (memelihara dan mempertahankan ajaran agama) dan سياسة الدنيا (merancang
strategi untuk kebaikan duniawi)dalam seluruh levelnya yang shalih dan
profesional yang akan menyebarkan kebaikan di tengah-tengah masyarakat mereka
dalam mewujudkan kesejahteraan.[12]
Maka Pemimpin yang profesional dan proporsional adalah
faktor penting dalam kehidupan bermasyarakat. Jika pemimpin itu jujur, baik,
cerdas dan amanah, niscaya membuahkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi
masyarakatnya. Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi
rakyatnya, niscaya rakyatnya pun akan sengsara. Iyadzu biLLAH
Islam memberikan pedoman dalam memilih pemimpin yang baik
Dalam Al Qur’an, Allah SWT memerintahkan ummat Islam untuk memilih pemimpin
yang baik dan beriman. Selain beriman, seorang pemimpin juga harus adil:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ للهِ شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِ وَلاَ
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَئَانُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ
أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرُُ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmuterhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang akamu kerjakan.” (Q.s. Al-Maidah 5: 8)
Keadilan yang diserukan al-Qur’an pada dasarnya mencakup
keadilan di bidang ekonomi, sosial, dan bidang hukum yang merupakan sumber
kesejahteraan ummat.[13]
Seorang pemimpin yang adil, indikasinya adalah selalu menegakkan supremasi
hukum; memandang dan memperlakukan semua manusia sama di depan hukum, tanpa
pandang bulu. Hal inilah yang telah diperintahkan al-Qur’an dan dicontohkan
oleh Rasulullah ketika bertekad untuk menegakkan hukum (dalam konteks
pencurian), walaupun pelakunya adalah putri beliau sendiri, Fatimah,
sebagaimana sabdanya :
إنّما هلك
الذين من قبلكم أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريف تركوه، وإذا سرق فيهم الضعيف
أقاموا عليه الحدَّ، وايم اللّه لو أنَّ فاطمة بنت محمَّدٍ سرقت لقطعت يدها".
"Sesungguhnya telah binasa umat sebelum kalian, karena
bila yang mencuri adalah orang kaya atau berpengaruh mereka diamkan dan
tinggalkan, akan tetapi bila yang mencuri adalah orang yang lemah meraka
menghukumnya dengan keras. Nabi setelah menyampaikan hal tersebut langsung
mengatakan "Aku bersumpah atas Nama Allah apabilaAnakku Fathimah mencuri
aku sendiri yang akan memotong tangannya". (HR Mutaffaqun 'Alaihi)[14]
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Maka Pilih pemimpin yang mau mencegah dan memberantas
kemungkaran seperti korupsi, nepotisme, manipulasi, Pilih pemimpin yang bisa
mempersatukan ummat, bukan yang fanatik terhadap kelompoknya sendiri. Pilih
pemimpin yang amanah, sehingga dia benar-benar berusaha mensejahterakan
rakyatnya. Pilih pemimpin yang cerdas, sehingga dia tidak bisa ditipu oleh anak
buahnya atau kelompok lain sehingga merugikan masyarakat. Pemimpin yang cerdas
punya visi dan misi yang jelas untuk memajukan dan mensejahterakan rakyatnya.
Semoga Allah terus melimpahkan berkah dan rahmatnya untuk Jambi yang artinya Jadikan Al-Qur'an Membangun
Bangsa Indonesia.
وَلَوْ
أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ
مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ
بِاْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ
إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ
خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
[7]
Wahbah al-Zuh{ayli, Tafsi>r al-Muni>r,
juz 17 (Lubnan: Da>r al-Fikr, 1992). 129 lihat juga dalam
Muhammad Ibrahim Ismail, al-Qur'an wa I'Ja>zuhu al Tashri', (ttp:
Da>r al Fikr al-'Arabi, 1978) 210 bandingkan dengan M Dawam Rahardjo,
"Taqwa dan Pembentukan Masyarakat Egalitarian", Ensiklopedi
al-Qur'an Tafsir Sosial berdasarkan konsep-konsep kunci, (Jakarta :
Paramadina, 2002), 340
[11] Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, Sirah
al-Nabawiyyah wa al-Khulafa'a al Rashidin, (Damasqus, Dar al-Fikr, 2000),
254 lihat juga dalam Abdurrahman
Raf'at al-Basha, Shuwar min Hayati al-Shahabah, (Mesir:Dar al-Fikr,
1998), 57
[12] Wahbah al-Zuhayli, Tafsir
al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari'ah wa al-Manhaj, jilid 8, (Damaskus :
Da>r al-Fikr, 2007), 378 lihat juga dalam Abu Hasan al-Mawardi, al-Ahka>m
al-Sult}a>niyyah, (Mesir, Da>r al-Thawa>b, tth), 249.
ijin share ust
BalasHapuspk ustad, minta contoh khutbah idhul qurban
BalasHapusqobla wa ba'da sukron katsir
Wasalam Nur Muhammad ana sudah kirim ke eMail, Khutbah Idul Adha 1435 H....
Hapus